YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Persyarikatan Muhammadiyah sudah lebih dari 100 tahun beramar makruf nahi mungkar berdasarkan prinsip, kepribadian, dan khittahnya. Telah tersebar amal nyata Muhammadiyah untuk kemajuan umat dan bangsa tanpa banyak bicara kata.
Secara garis besar, kiprah pembaharuan Muhammadiyah selama satu abad dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tanah air dapat dilihat dari beberapa aspek. Hal demikian disampaikan oleh Athiful Khoiri, Ketua PCPM Depok Sleman, dalam Pra-Darul Arqam Dasar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Fakultas Adab dan Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Ahad (21/8).
Pertama, pemurnian ajaran Islam. Muhammadiyah, yang dipelopori KHA Dahlan, datang dengan spirit pembaharuan, semangat pemurnian ajaran Islam ke tengah masyarakat yang terbiasa dengan praktik-praktik takhayyul, bid’ah, dan khurafat.
“Ketidakmurnian ajaran Islam yang dipahami sebagian umat Islam Indonesia waktu itu, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara ajaran Islam dan tradisi lokal nusantara yang bermuatan animisme dan dinamisme,” ujarnya seraya meneruskan, “Sehingga dalam praktiknya umat Islam Indonesia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, terutama yang berhubungan dengan prinsip akidah Islam yang menolak segala bentuk kemusyrikan, taklid, bid’ah, dan khurafat,” ungkapnya.
Kedua, modernisasi pendidikan. Dalam ranah gerakan sosial, Muhammadiyah telah melakukan proses pencerahan dan pengembangan masyarakat melalui jalan modernisasi. Maksudnya, modernisasi dalam masyarakat muslim Indonesia sebagai sebuah model untuk melihat fenomena-fenomena yang terjadi di nusantara.
“Dengan modernisasi ini, Muhammadiyah telah meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang modern. Sebab model-model tradisional yang pernah menjadi bagian kehidupan bangsa ini, perlahan-lahan berubah,” papar alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
Ketiga, beramal ilmiah dan berilmu amaliah. Kita hafal cerita terkenal tentang pengajaran surat Al-Maun oleh Kiai Dahlan kepada murid-muridnya menjadi landasan kuat berkembangnya prinsip “Beramal ilmiah, berilmu amaliah” dalam menjalankan gerak Muhammadiyah. Tidak cukup hanya dengan mengaji dan mengkaji saja terhadap ajaran agama Islam, namun harus melakukan tindakan nyata di lapangan. Harus beramal nyata. Beramal yang dilandasi ilmu dan ilmu yang mesti diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian, keempat, sadar politik tanpa terlibat politik praktis. Kiprah politik KH Mas Mansur menjadi poin penting dalam perjalanan politik Muhammadiyah.
“Prinsip itu tercermin jelas saat Pak Amien Rais, Ketua Umum PP Muhammadiyah (1995-2000) meletakkan jabatannya di tahun 1998 karena panggilan sejarah untuk mendirikan partai politik sebagai wujud pengabdiannya kepada negeri setelah memimpin gerakan reformasi Mei 1998,” papar Athiful.
Kegiatan yang berlangsung di Kantor Pimpinan Pusat Aisyiyah Jl. Ahmad Dahlan itu diikuti oleh sekitar 30-an peserta dan beberapa perwakilan panitia dari IMM. (Daws)