BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Dua dosen Farmasi Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung) tampil menjadi pembicara pada “Online Summer Course” yang digelar Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Muhammadiyah Aisyiyah (APTFMA) selama lima hari, dari Senin-Jumat (22-26/08/2022).
Kegiatan ini membahas seputar “The Introduction of Phytotherapy from Regulation to Application” dan berkolaborasi dengan 7 PTMA.
Adapun PTMA yang terlibat pada kegiatan ini yakni UM Bandung, UHAMKA, UNIMAR, UMY, STIKES Muhammdiyah Cirebon, Stikes Muhammadiyah Kuningan, dan STFM Cirebon.
Sebanyak 600 peserta hadir mengikuti kegiatan tersebut, baik dari dalam maupun luar negeri. Peserta dari luar negeri di antaranya dari Malaysia, Taiwan, dan Mesir.
Dalam sambutannya Rektor UM Bandung Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto MSc IPU sangat mengapresiasi kegiatan tersebut.
Kegiatan atau kursus ini membahas penerapan terapi alami secara komperhensif dan regulasi terhadap pengembangan terapi berbasis tanaman.
”Kursus tersebut nantinya akan meningkatkan pengetahuan dan menginsipirasi generasi muda untuk menjelajahi keanekaragaman hayati di Indonesia,” ucap Prof Herry.
Hal tersebut juga, kata Prof Herry, menjadi langkah dalam menerapkan gagasan industri perawatan kesehatan secara independen.
”Industri perawatan nanti akan menyediakan berbagai obat-obatan yang dapat terjangkau dan selalu tersedia bagi masyarakat,” tuturnya.
Sesi pembicara dari UM Bandung diwakili dosen Farmasi yakni apt Ardilla Kemala Dewi SFarm MSFarm dan Dr apt Dwintha Lestari MSi.
Kanker darah
Mengutip data NCC Dharmais 2018, kanker darah menjadi 10 kanker terbanyak di Indonesia. Sebagai pemateri, Ardilla mengatakan pasien yang mengidap kanker darah bisa sembuh dengan mencapai tahap complete remission.
”Banyak pasien kanker darah yang dapat mencapai tahap ini dengan pemberian terapi yang tepat,” kata Ardilla.
Ardilla menjelaskan terapi utama dalam menangani kanker darah adalah dengan pemberian kemoterapi.
“Meskipun begitu, terdapat efek samping selama pasien menjalankan terapi tersebut,” terangnya.
Ia menjelaskan, banyak penelitian terkait pengobatan dengan bahan alam (fitoterapi) yang berpotensi dalam menyembuhkan kanker darah.
”Kekayaan alam Indonesia seperti tapak dara (Vinca rosea), bawang putih (allium sativium), dan kunyit putih (Curcuma zedoaria) bisa menjadi tanaman potensi antikanker,” tanggapnya.
Antioksidan pada fitoterapi
Sementara itu, Dwintha menjelaskan bahwa meski menjadi alternatif pengobatan, kandungan antioksidan pada fitoterapi tidak dapat membunuh sel kanker.
”Antioksidan hanya dapat mencegah atau memperlambat kerusakan sel oleh molekul yang tidak stabil,” ungkap Dwintha.
Dwintha juga mengatakan, sifat antioksidan tidak secara otomatis dapat memperbaiki masalah pada kanker.
”Saya harap kita semua bisa berkolaborasi untuk menciptakan fitorerapi untuk kanker darah,” imbuhnya. (Firman Katon)