MEDAN, Suara Muhammadiyah – Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Prof Dr Akrim, MPd dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Pendidikan. Proses pengukuhannya dilaksanakan pada Jumat, 2 September 2022. Rangkaian acara pengukuhan Guru Besar tersebut, secara langsung dihadiri oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang sekaligus Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi.
Mengawali pengarahannya, Prof Haedar mengucapkan tahniah atas dikukuhkannya Prof Akrim sebagai guru besar bidang Ilmu Pendidikan dari UMSU.
“Kami atas Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan tahniah kepada Pak Akrim hari ini telah dikukuhkan menjadi guru besar yang ke 10 di UMSU. Tentu menjadi kebahagiaan sendiri bagi Pak Akrim dan keluarga, sekaligus juga menjadi mandat dan amanat baru,” ujarnya.
Menurutnya, Muhammadiyah memiliki 172 Perguruan Tinggi (PT), termasuk di dalamnya ‘Aisyiyah. Dari jumlah 172 menurut laporan Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Majelis Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, setidaknya terdapat 21.021 dosen di bawah persyarikatan, 2.889 doktor, dan 232 guru besar.
Dari sini, Muhammadiyah terus berkomitmen untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Dirinya merasa pendidikan di negeri ini masih jauh dari harapan.
”Saya yakin Indonesia perlu memacu diri. Karena pendidikan kita belum bisa berkorelasi dengan daya saing dan juga human development index kita yang pada tahun ini masih nomor 6 dan 7 di bawah negara-negara ASEAN yang lain. Bukan karena kita tidak punya potensi sumber daya manusia yang hebat-hebat atau potensial, tapi boleh jadi strategi pendidikan kita belum akseleratif, progresif, dan berkesinambungan,” katanya.
Muhammadiyah akan terus berusaha mengelola pendidikan sebagai ikhtiar menjadi kekuatan terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dirinya menyebut belum merasa puas kendati dari segi kualitas dan kuantitas sudah terbilang tinggi posisinya. Sehingga Muhammadiyah perlu dan terus untuk meningkatkan akselerasi pendidikannya.
“Kalau dari kuantitas dan kualitas Insyaallah kita termasuk swasta yang berada terdepan. Tetapi kita masih belum puas, karena kita ingin ada akselerasi yang dinamis lagi. Sehingga yang berprestasi seperti UMSU dan beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah yang ada di papan atas itu semakin banyak, sehingga piramidanya menjadi terbalik untuk kualitas,” tuturnya.
Lebih dari itu, lembaga pendidikan pendidikan melahirkan insan-insan Indonesia yang menjadi pelaku peradaban. Disebutkan bahwa sejak awal memang Muhammadiyah telah memelopori gerakan pendidikan Islam modern yang holistik dan berkemajuan. Dan juga bersamaan dengan itu, pendidikan Muhammadiyah yang berkarakter profetik menjangkar pada jejak-jejak kerisalahan Nabi Muhammad Saw.
Pertama, membangun peradaban dan keadaban. Misi Nabi Muhammad Saw dalam menyempurnakan akhlak manusia di muka bumi (innamaa bu’itstu li utammima makarimal akhlaq) menjadi landasan utama dari pendidikan yang telah terbukti dalam sejarah mampu membangun sebuah peradaban.
Kedua, membawa nilai kerahmatan. Pendidikan Islam dan proses yang dibangun dari peradaban Islam tidak hanya untuk umat Islam, tetapi untuk seluruh manusia semesta. Menurutnya, pendidikan di zaman Nabi Muhammad Saw tidak terkodifikasi dalam sebuah sistem seperti era sekarang, tetapi pendidikan yang lebih inklusif dan menyatu dalam pelbagai peradaban pada kala itu.
“Nah itulah karakter Islam dan pendidikan Islam menjadi bagian dari karakter yang profetik. Poin pentingnya adalah ketika kita membawa misi kerisalahan Islam, kembali kepada Islam, dan hal-hal yang ingin meniru Nabi Muhammad Saw dengan kerisalahannya itu, tirulah dan lari bawa, konstruksi, dan transformasikan pada hal-hal besar dalam membangun peradaban, bukan hal-hal yang artifisial, tetapi membangun peradaban dan keadaban akhlak mulia (al-akhlak al-karimah),” pungkasnya. (Cris)