Kritik IMM Akar Rumput
Oleh: Ramadhanur Putra
Tulisan ini saya persembahkan untuk seluruh keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Sebagai manifestasi kecintaan terhadap ikatan, saya tuangkan dalam tulisan ini. Semoga cinta ini merambat dan mengalir kedalam bagian terdalam dari setiap diri, yaitu hati.
IMM adalah Gerakan Struktural
Saya ingin memulai tulisan ini dari fakta dan etika IMM sebagai sebuah organisasi mahasiswa islam, bahwa IMM adalah gerakan struktural. IMM sebagai gerakan struktural dapat dilihat dari penjabaran berikut;
Pertama, sudah terang dan tertuang dalam 6 penegasan IMM bahwa IMM adalah eksponen Muhammadiyah. IMM adalah sayap dakwah, organisasi otonom Muhammadiyah yang terstruktur serta memiliki orientasi yang jelas dalam gerakannya. IMM adalah representasi dakwah Muhammadiyah di ranah Mahasiswa. Artinya, cita-cita Muhammadiyah juga menjadi cita-cita IMM.
Kedua, dalam dinamika gerakannya. IMM secara jelas telah memformulasikan corak gerakan dan nilai-nilai yang diyakini oleh IMM sebagai spirit gerakan. Trikoda dan Trilogi menjadi corak khusus IMM sekaligus pembeda IMM dengan organisasi otonom Muhammadiyah lainnya. Sudah jelas, hal tersebut dimanifestasikan IMM dalam wujud strukturalnya.
Ketiga, IMM adalah organisasi yang terlembaga dari tatanan komisariat sampai pusat. Dalam setiap batang tubuhnya juga, IMM mempunyai struktur dasar pembentuk gerakan (bidang-bidang). Gerakan struktural yang dilakukan oleh IMM berprinsip pada relasi kolektif-kolegial, artinya semua yang terlibat dalam struktur harus bisa bersama-sama dan berkolega untuk membangun eskalasi gerakan.
Agenda-agenda struktural, harus mempunyai prinsip pemberdayaan yang berkelanjutan. Artinya, di dalam IMM strukturlah yang akan menentukan kultur. IMM dengan tujuan -, “Mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah,”- dan juga bentuk ideal masyarakat ilmu itu, adalah kultur ataupun budaya yang dinginkannya.
Oleh karenanya, keberadaan struktur yang sudah ada harus mengusahakan terbentuknya kultur yang diinginkan. Namun, ketika gerakan struktural mengalami kemacetan. Maka, disanalah kultur yang diinginkan oleh IMM hanya akan menjadi utopis semata.
Menyiasati Gerakan Struktural IMM
Ada beberapa hal yang perlu dijauhi oleh IMM, agar gerakan struktural tidak mengalami kemacetan.
Pertama, Disfungsi Struktur. Untuk melaksanakan gerakan struktural nya. IMM jangan sampai terjatuh pada disfungsi struktur. Setiap struktur yang ada di IMM harus optimal dalam melaksanakan fungsi dan perannya masing-masing.
Disfungsi Struktur merupakan kesalahan fatal dalam agenda struktural IMM. Ketika kader tidak tau fungsinya harus apa? Atau kader tidak tau harus bagaimana? Dan atau kader tidak tau harus memberikan apa? Maka, disanalah disfungsi sturktur IMM itu terjadi.
Begitupun dalam skala pimpinan, setiap individu harus mengerti kewajiban dan fungsinya di dalam ruangnya masing-masing. Selain itu, juga harus mengerti peran yang bisa diambil. Disfungsi Struktur pada akhirnya membuat setiap individu dalam IMM kebingungan untuk melaksanakan gerakannya.
Jangankan untuk membentuk kultur yang diinginkan. Memposisikan diri sesuai fungsi dan peran struktur saja kadang masih kebingungan. Oleh karena itu, sangat diperlukan sikap kooperatif antar individu. Yang tidak mengetahui peran dan fungsinya mencari tau, dan yang mengetahui peran dan fungsinya memberi tau.
Kedua, Disfungsi Nilai. Agenda-agenda struktural IMM adalah agenda yang sarat akan nilai yang dia yakini. Ketika IMM tidak mengerti dengan nilai-nilai yang dibawanya. Maka, disanalah agenda struktural maupun gerakan IMM nirfungsi. Tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan.
Nilai yang dimiliki oleh IMM adalah sebuah kekayaan identitas yang harus dimanifestasikan dalam gerakan. Ketika gerakan sudah jauh dari nilai-nilai yang diinginkan, disanalah IMM menjadi organisasi yang biasa saja.
Ketiga, Disfungsi Relasi. IMM secara jelas memanifestasikan relasinya dalam bentuk kolektif-kolegial dalam menjalankan agenda struktural. Watak kolektif-kolegial adalah bentuk kerjasama tim, partispasi-aktif, tidak ada dominasi individu, bahkan sistem atasan-bawahan. Watak kolektif-kolegial pada akhirnya harus menjadi etika dasar untuk membentuk profesionalitas individu dalam ber-IMM
Relasi kolektif-kolegial adalah relasi dimana anggota memiliki watak ketua dan ketua memiliki watak anggota. Sehingga, anggota tidak perlu menunggu intruksi dari ketua untuk bergerak dan ketua juga tidak perlu menunggu laporan dari anggota untuk memberi arahan.
Setidaknya ada beberapa hal yang merusak prinsip kolektif-kolegial IMM akibat terbentuknya relasi semu yang menghambat profesionalitas kader. Yaitu, relasi mitra kerja dan relasi over-emotional
Relasi mita kerja, IMM bukanlah organisasi dagang-laba. IMM juga buka perusahaan yang punya relasi kuasa atasan dan bawahan. Kadang, ini juga yang membuat antar individu di IMM menjadi saling berjauhan dan kesulitan menjalankan agenda strukturalnya. Oleh karenanya, prinsip kreativitas, komunikasi, dan juga estetika berorganisasi sangat perlu diterapkan dalam menjalankan prinsip relasi kolektif-kolegial IMM.
Relasi over-emotional. Profesionalitas kadangkala berbentur dengan adanya kedekatan yang amat sangat. Kedekatan emosional sering menjadi biang dalam menutupi kekurangan. Atas dasar alasan kedekatan, kita sering melampaui batas-batas profesionalitas organisasi.
Kedekatan menjadi hal yang sangat baik dalam membangun harmonisasi dalam berorganisasi. Namun, jangan sampai kedekatan yang menghalangi kita untuk dapat mengkritisi, membenahi, dan mengevaluasi kesahalan yang terjadi.
Kadang, agenda struktural mengalami kemacetan karena kita tidak tau apa yang menjadi masalahnya. Bisa jadi karena kedekatan yang amat sangat lalu enggan menyampaikan dimana letak kesalahan, atau karena kesalahan itu ada dalam diri kita, sedangkan tidak ada yang menyadarkan kita.
Gerakan Struktural Menuju Kultur yang Diinginkan
IMM memiliki cita-cita dan bentuk ideal masyarakat yang dia sebut dengan masyarakat ilmu. Oleh karena itu juga, setiap amal dalam IMM adalah ilmiah, dan ilmu dalam IMM adalah amaliah.
Untuk membentuk budaya seperti itu, agenda struktural IMM harus bisa diperjelas dan tersistematis. Sebab, kultur yang diinginkan IMM adalah kultur yang tidak bebas nilai. Kultur yang diinginkan oleh IMM adalah monokultur (masyarakat ilmu) bukan multikultural yang plural dan tidak terencana, sistematis, dan abstak.
Purna-Kata. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat diterapkan, terutama bagi saya sendiri dan umumnya bagi keluarga Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dimanapun berada.