Makna Keluarga Samawa

Keluarga Sakinah

Ilustrasi Keluarga Sakinah Dok SM

Makna Keluarga Samawa

Oleh Deri Adlis, SHI

 Sering di lihat, baik di media social seperti facebook, twitter maupun di media masa, ketika ada baik itu saudara maupun teman sejawad ketika melangsungkan pernikahan sering mengucapkan kalimat seperti “selamat menempuh hidup baru, semoga menjadi keluarga yang samawa.” Atau kalimat selamatan lainnya yang semakna.

Sebenarnya sama  kata SAMAWA itu merupakan sebuah singkatan kata dari Sakinah, Mawaddah dan Rahmah. Kata-kata ini merupakan implementasi dari firman Allah yang  terdapat dalam Al- Qur’an surah al-Rum ayat 21 : Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. Al-Rum :21)

Dalam Tafsir Kementerian Agama ayat ini menerangkan bahwa tanda-tanda kekuasaan Allah yaitu adanya kehidupan bersama antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah perkawinan. Manusia mengetahui bahwa mereka mempunyai perasaan tertentu terhadap jenis yang lain. Perasaan dan pikiran-pikiran itu ditimbulkan oleh daya tarik yang ada pada masing-masing mereka, yang menjadikan yang satu tertarik kepada yang lain, sehingga antara kedua jenis, laki-laki dan perempuan, itu terjalin hubungan yang wajar. Mereka melangkah maju dan berusaha agar perasaan-perasaan dan kecenderungan-kecenderungan antara laki-laki dengan perempuan tercapai.

Puncak dari semuanya itu ialah terjadinya perkawinan antara laki-laki dengan perempuan. Dalam keadaan demikian, bagi laki-laki hanya istrinya perempuan yang paling baik, sedang bagi perempuan hanya suaminya laki-laki yang menarik hatinya. Masing-masing merasa tenteram hatinya dengan adanya pasangan itu. Itu semua merupakan modal yang paling berharga dalam membina rumah tangga bahagia. Dengan adanya hal ini, jiwa dan pikiran menjadi tenteram, tubuh dan hati mereka menjadi tenang, kehidupan dan penghidupan menjadi mantap, kegairahan hidup akan timbul, serta ketenteraman bagi laki-laki dan perempuan secara menyeluruh akan tercapai.

Dijelaskan dalam buku Fondasi Keluarga Sakinah, kata Sakinah secara sederhana diartikan sebagai kedamaian. Kata ini dalam Al-Qur’an selain surah Al-Rum juga terdapa dalam surah  AlBaqarah ayat 248, surah At-Taubah ayat 26 dan 40, surah  Al-Fath ayat 4, 18, dan 26. Sakinah atau kedamaian itu didatangkan Allah ke dalam hati para Nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah dan tidak gentar menghadapi rintangan apapun. Jadi berdasarkan arti kata sakinah pada ayat-ayat tersebut, maka sakinah dalam keluarga dapat dipahami sebagai keadaan yang tetap tenang meskipun menghadapi banyak rintangan dan ujian kehidupan.

Kata mawaddah menurut Quraish Shihab dalam Buku Pengantin Al-Qur’an menjelaskan bahwa kata ini secara sederhana, dari segi bahasa, dapat diterjemahkan sebagai “cinta.” Istilah ini bermakna bahwa orang yang memiliki cinta di hatinya akan lapang dadanya, penuh harapan, dan jiwanya akan selalu berusaha menjauhkan diri dari keinginan buruk atau jahat. Ia akan senantiasa menjaga cinta baik di kala senang maupun susah atau sedih.

Ia datang dari Allah untuk hambanya agar kehidupan ini bisa berkembang dan berkelanjutan serta tidak mengalami keterputusan generasi. Karena cinta itu pula Allah membuat aturan kepada manusia agar cintanya bisa berbuah manis, bukan berbuah petaka dengan memperturutkan hawa nafsu tanpa mengindahkan hukum Allah. Aturan tersebut adalah dengan cara pernikahan.

Jamal Ma’mur Asmani menuliskan dalam buku Setitik Embun Surga, seseorang yang terbuai dengan rasa cinta tanpa pertahanan yang kuat, ia akan sering terjebak dalam arus liberalisasi seksual yang sangat ditentang dalam ajaran Islam. Maka, seorang yang mendapatkan anugerah rasa cinta didalam dadanya, ia harus selalu mengingat Allah, menyegerakan menikah sebagai solusi terbaik agar terhindar dari perbuatan yang dilarang, seperti sex bebas yang sudah lazim sekarang ini.

Sedangkan Rahmah secara sederhana dapat diartikan dengan “rasa kasih sayang”. Istilah ini bermakna keadaan jiwa yang dipenuhi dengan kasih sayang. Rasa ini menyebabkan seseorang akan berusaha memberikan kebaikan, kekuatan, dan kebahagiaan bagi orang lain dengan cara-cara yang lembut dan penuh kesabaran.

Rasa kasih sayang ini juga  biasanya muncul setelah menjalani proses bahtera rumah tangga yang penuh dengan keindahan, kebahagiaan, rintangan, halangan, cobaan dan tantangan. Dari perjalanan  ini, kedua belah pihak antara suami dan istri semakin tahu dengan kepribadian pasangannya. Dari sana timbullah rasa sayang yang melebihi kekuatan cinta, karena sifat ini lebih permanen, abadi. Berbeda dengan cinta yang  biasa mudah hilang karena perjalanan waktu.

Rahmah muncul dari perjalanan waktu yang panjang. Setelah banyak masalah, kendala, tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam mengayuh perahu rumah tangga, suami dan istri merasakan kecocokan antara satu dengan yang lain. Mereka semakin padu, satu dan seiya sekata dalam satu tindakan. Lahir dan bathin mereka sudah menyatu. Mereka seakan tidak bisa dipisahkan dengan halangan dan masalah apapun. Setelah mempunyai anak banyak, kecocokan baru bisa didapatkan.

Mewujudkan Keluarga Samawa

Mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah ( SAMAWA) memang bukanlah suatu hal yang mudah, tetapi bukan suatu hal yang mustahil untuk bisa mendapatkannya. Ada langkah-langkah yang bisa ditempuh oleh pasangan suami –istri untuk mewujudkan keluarga SAMAWA.

Dalam buku keputusan Tanfiz Muhammadiyah menjelaskan ada tujuh langkah yang bisa ditempuh oleh pasangan suami-istri untuk mewujudkan keluarga SAMAWA yaitu :  pertama, membangun komitmen untuk membina keluarga yang bahagia dan langgeng berdasarkan ketuhanan yang maha  Maha Rahman dan Rahim.

Kedua, melaksanakan perkawinan dengan prinsip otonomi, kedewasaan dengan mempetimbangkan usia yang matang/dewasa, mitsaqan ghalizha, kekekalan keluarga, pencatatan perkawinan, al-qiwamah  dan monogami.  Ketiga, menjalin hubungan antar keluarga dengan prinsip mu’asyarah bil-ma’ruf yaitu saling menyayangi, menghargai, saling meberdayakan dan  tanpa kekerasan dalam rumah tangga.

Keempat, melaksanakan hak dan kewajiban dengan berdasarkan cinta dan penuh tanggung jawab. Kelima, melibatkan anggota keluarga laki-laki dalam tugas domestic dan pemeliharaan kesehatan reproduksi.

Keenam, melaksanakan pendidikan keluarga untuk menghasilkan  warga yang berguna bagi kemajuan agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Ketujuh membina keluarga diatas pilar-pilar spiritual pendidikan, ekonomi, kesehatan dan lingkungan hidup serta social politik dan hukum.

Deri Adlis, SHI, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Siantan

Exit mobile version