Tradisi Kebajikan Muhammadiyah

MALANG, Suara Muhammadiyah – Senin 5/9/2022 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) diselenggarakan kuliah umum bersama Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. Di momen khusus ini, Ketua Umum PP Muhammadiyah berdiskusi secara hangat dengan para pejabat struktural UMM.

Di tengah jadwal padat Prof. Haedar berkeliling ke daerah-daerah di seluruh penjuru Nusantara, ia mencatat adanya berbagai perubahan dan kemajuan yang signifikan. Itu semua merupakan ikhtiar Muhammadiyah berkontribusi pada pembangunan.

Tetapi dalam menyongsong masa depan, orang-orang tua harus mempersiapkan warisan terbaik bagi generasi muda. Warisan terbaik adalah tradisi kebajikan sekaligus kemampuan, kecakapan dan kekuatan untuk bersaing secara global.

Dalam tatanan global saat ini, bipolaritas politik internasional (Amerika vis-a-vis Rusia) bergeser menjadi multipolaritas yang cair. Terutama bahwa Tiongkok bangkit menjadi negara yang begitu kuat dan diproyeksikan di masa yang akan datang akan menjadi negara adidaya dan adikuasa sekaligus.

Di tengah kontestasi politik global itu, bagaimana posisi umat Islam Indonesia? Kita sudah harus berpikir secara lebih jauh, melampaui sekedar caci maki bahwa umat Islam adalah korban, negara proksi (bagi negara-negara kuat), Timur Tengah yang terfragmentasi semakin tajam. Kita harus memikirkan bagaimana meningkatkan bargaining umat Islam sehingga di masa depan, kita mampu menjemput bola.

Di sisi lain, kita berhadapan dengan perkembangan sains dan teknologi yang sangat cepat. Ketika kita hidup di tengah perkembangan zaman siber yang sangat maju (revolusi tekonologi 4.0), umat Islam perlu merevitalisasi adagium “Islam senantiasa relevan dengan ruang dan waktu” (al-Islam, shalih li kulli zaman wa makan). Hal ini penting, agar di tengah kemajuan juga penuh dengan keadaban dan kebajikan, serta berpihak kepada kepentingan kemanusiaan semesta dan alam.

Menurut Prof. Haedar, Muhammadiyah yang paling siap untuk merevitalisasi kerelevanan Islam di segala konteks ruang dan waktu. Sejak awal, Muhammadiyah memiliki etos dan tradisi yang berkemajuan. Desain berkemajuan ini, sejak Muhammadiyah dipimpin oleh KH Ahmad Dahlan. “Kita sendiri sudah mempersiapkan Risalah Islam Berkemajuan, bukan sekedar sebagai dokumen pustaka, tapi sebagai rujukan untuk hidup-menghidupkan tradisi kebajikan Muhammadiyah” lanjutnya.

Konteks Kebangsaan

Terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Terutama, berkaitan dengan “human development index”, Indonesia masih rendah. Di samping itu, politik kita masih berproses menuju kepada demokratisasi yang substantif.

Muhammadiyah sebagai kekuatan civil society harus menjadi teladan. Lebih dari itu, turut serta dalam berkontribusi melalui berbagai program yang syarat kebajikan. Hal ini merupakan artikulasi positif dari pemikiran besar “Negara Pancasila sebagai Dar al-Ahd wa al-Syahadah”. Muhammadiyah menyumbangkan berbagai kadernya pada proses politik praktis, meskipun mewanti-wanti agar tidak menjadi benalu bagi bangsa.[hb]

Exit mobile version