RS Muhammadiyah Lamongan Grand Launching Mentari Pagi, Ruang Inap Kesehatan Jiwa

RS Muhammadiyah Lamongan Grand Launching Mentari Pagi, Ruang Inap Kesehatan Jiwa

LAMONGAN, Suara Muhammadiyah – RS Muhammadiyah Lamongan terus melahirkan keunggulan dalam pelayanannya. Fasilitas yang disediakan tidak hanya lengkap tapi juga bermutu tinggi. Selasa (6/9), RS yang berada tepat di jalan raya nasional Lamongan – Babat ini, me-launching Ruang Rawat Inap Jiwa yang diberi nama Paviliun Mentari Pagi.

Direktur RS Muhammadiyah Lamongan, dr. Umi Aliyah, dalam sambutannya menjelaskan, ruang rawat inap jiwa terdiri atas 8 tempat tidur dan 1 ruang seklusi yang memenuhi standar hak pasien untuk diperlakukan bermartabat. Paviliun Mentari Pagi didesain memperhatikan kebutuhan pasien psikiatri dengan 2 bed per kamar, sofa untuk penunggu, kamar ber-AC, taman yang tenang. Serta,  di depan ruang rawat inap tersedia kolam air mancur dengan gemericik airnya memberi nuansa pemulihan untuk pasien.

Paviliun Mentari Pagi sengaja ditempatkan di area depan RS Muhammadiyah Lamongan sebagai upaya mengurangi stigma kesehatan jiwa yang seringkali masih tidak diprioritaskan dan dipandang sebelah mata. “ Sudah bukan zamannya lagi Ruang Jiwa ditaruh dibelakang, gelap, dan pengap.” jelasnya.

Untuk menangani pasien orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), RS Muhammadiyah Lamongan menyiapkan  tiga dokter spesialis dengan dibantu dua belas perawat. ‘’Satu dokter tetap sekaligus penanggung jawab dan dua dokter tamu. Untuk dokter tetap  merupakan satu-satunya dokter spesialis kedokteran jiwa tetap yang ada di Lamoangan,’’ imbuh Aliyah.

Menurut dia, sebagai RS tipe B dengan akreditasi paripurna dan terverifikasi sebagai rumah sakit syariah, layanan RS Muhammadiyah Lamongan tidak hanya harus terstandarisasi dengan baik akan tetapi harus memuliakan pasien sebagai manusia seutuhnya. ‘’ Kami siapkan kamar pelayanan untuk pasien laki – laki dan perempuan yang terpisah, sehingga dalam kondisi kesadaran yang berubah auratnya tetap terjaga’’ tuturnya.

Umi mengatakan, launching rawat inap jiwa juga merupakan bhakti RS Muhammadiyah untuk negeri tercinta dalam rangka menyambut  Muktamar Muhammadiyah Aisyiyah ke-48.

Nama Mentari Pagi dipilih, lanjut dia, sesuai semangat Muhammadiyah sebagai penolong kesengsaraan umum, untuk senantiasa memastikan harapan pemulihan dari gangguan jiwa hadir untuk semua orang. Mentari Pagi menghapuskan gelap malam, membuka pintu ketika semua jalan tertutup buntu.

‘’Karena saat mentari  pagi hadir, kelam gelap malam yang panjang tersingkap,  sehingga kehidupan, interaksi dan masa depan kembali menjadi cerah, terang dan peluang kembali terbuka,’’ ujarnya.

Dia ingin praktik memasung, memilih diam, menyembunyikan, mengucilkan ODGJ, ditinggalkan di jalan, berkeliaran, dan dianggap malu oleh keluarga, harus segera dihapuskan. Stigma bahwa gangguan jiwa adalah penyakit karena kurang iman dan memalukan, telah menghalangi proses penerimaan seseorang yang memiliki gangguan jiwa maupun keluarganya untuk datang berobat. Padahal, dalam proses pemulihan, penerimaan menjadi langkah awal yang besar.

Drs Shodikin, ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan, merasa sangat bersyukur dengan hadirnya  kemanfaatan baru yang dilahirkan Muhammadiyah melalui amal usahanya, yakni  Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan dengan meresmikan ruangan rawat inap jiwa, Paviliun Mentari Pagi.

Hal ini sesuai visi KH Ahmad Dahlan,  Muhammadiyah itu hadir sebagai solusi dari permasalahan umat. Muhammadiyah menghadirkan Islam yang berkemajuan, islam rahmatan lil alamin yang menghadirkan nilai akhlak yang baik di masyarakat. Muhammadiyah pantang mengeluh, setiap tantangan adalah peluang berfastabiqul khoirot. “ Selamat dan sukses, semoga ke depannya klinik layanan untuk penyakit jiwa ini berkembang menjadi rumah sakit jiwa Islami yang unggul dan meringankan beban masyarakat,’’ harap Shodikin.

Ummurona, Asisten II Pemkab Lamongan yang mewakili bupati Lamongan karena berhalangan, sangat mengapresiasi RS Muhammadiyah Lamongan. Menurut dia, launching itu sesuai motto dari RS Muhammadiyah Lamongan yang rasanya tidak pernah berhenti untuk terus berinovasi dan meningkatkan kualitas pelayanannya.

‘’Kita harus berani bermimpi. Semoga ke depannya Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan mempunyai RS khusus rumah sakit jiwa di Kabupaten lamongan. hal ini selaras dengan komitmen Pemkab Lamongan dalam menguatkan komitmen penanganan gangguan jiwa berkelanjutan berkolaborasi untuk negeri ini,’’ ujarnya.

Saat ini, 3.389 penderita gangguan jiwa di Lamongan. Pada 2016, sekitar 131 pasien gangguan jiwa dipasung. Saat itu, menjadi kasus yang tertinggi di Indonesia.  Berkat perjuangan tim kesehatan jiwa didukung pemkab, maka Lamongan bisa menjadi satu – satunya kabupaten kecil di Indonesia yang pertama kali bebas pasung.

‘’Harapan Pak Bupati semoga dengan adanya rawat inap jiwa di RS Muhammaduyah Lamongan ini, bisa berkolaborasi dengan Pemkab Lamongan bahu membahu dalam melayani masyarakat dengan gangguan jiwa,’’ harap Ummurona.

‘’Sekali lagi kami mengapresiasi RSML karena sampai saat ini  hanya Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan satu – satunya rumah sakit yang mempunyai dokter jiwa tetap. Sementara RS yang lain masih dokter tamu. Mudah – mudahan Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan segera mempunyai rumah sakit jiwa yang menjadi rujukan rumah sakit jiwa daerah lain. Sehingga tidak usah jauh – jauh ke Lawang atau Menur Surabaya,’’ imbuhnya.

Kemarin, juga digelar sharing session bersama dr Era Catur Prasetya, Sp,KJ sebagai psikiater tetap RS Muhammadiyah Lamongan dan mas Agus Sugianto dari Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia. Menurut alumni PPDS Psikiatri Universitas Airlangga ini, sekarang ini Indonesia  sedang darurat  kesehtan jiwa. Jumlah kasus sangat tinggi, tapi tidak diimbangi kapasitas SDM dan fasilitas yang memadai. Dokter jiwa di Indonesia yang hanya sekitar 1200, tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang mencapai 250 juta jiwa lebih.

dr. Catur yang juga dosen di Universitas Muhammadiyah Surabaya dan  pernah mengikuti pelatihan rehabilitasi psikososial di Pusat Kolaborasi WHO di RSJ Yongin Korea Selatan serta tidak lama lagi mengikuti fellowship serupa di Taipei Medical University mengatakan bahwa ODGJ dan keluarganya adalah pahlawan sejati yang hidup disekitar kita. Ketika untuk mendapatkan sesuatu kita cukup melakukan sekali, mereka harus berjuang berkali kali tapi mereka tidak pernah menyerah bahkan ketika masyarakat bahkan mungkin negara tidak memberi kesempatan yang adil dan berpihak pada mereka.

Penanganan ODGJ berorientasi terhadap pemulihan dan mengutamakan martabatnya sebagai manusia. Oleh karenanya pendekatan terapinya juga harus menyeluruh tidak hanya pengobatan, tapi juga ada aktivitas kelompok, latihan fungsi harian yang difasilitasi daycare, juga pendekatan psikoedukasi keluarga sebagai tempat mereka kembali. ODGJ yang mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pengobatan yang baik, lingkungan yang menerima, serta peluang dan kesempatan terbukti bisa meraih pemulihannya. Sebagai contoh Agus Sugianto atau akrab dikenal sebagai Mas Anto yang juga datang di acara sharing session tersebut.

Mas Anto yang hidup dengan Bipolar pernah mengalami pedihnya dan pengucilan karena Pemasungan. Stigma negatif terhadap gangguan jiwa yang bahkan masih melekat sampai saat ini membuatnya sering dijauhi, dianggap membahayakan, takut ketularan, bahkan sempat ada juga yang meludahi. Meskipun demikian mas Anto menyadari bahwa ini terjadi karena kekurangpahaman masyarakat dan stigma yang memang harus dilawan. Dari situlah mas Anto bersama beberapa teman menginisiasi Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI)  untuk terus menyuarakan hal ini. Dengan perjuangan yang tidak mudah mas Anto pun berhasil menyelesaikan S1nya dan baru baru ini sukses  menyelesaikan program S2 di Australia melalui beasiswa ADS bersaing dengan sekitar 5000 pelamar yang mayoritas tidak mengalami hambatan.

‘’Penghakiman kita terhadap ODGJ yang mengalami kesusahan bukanlah solusi atas masalah yang dihadapi. Kembali terhubung, memberikan ruang untuk mendengar, dan membuka jalan untuk berinteraksi bersama akan menepis stigma dan membuka jalan menuju pemulihan ODGJ,’’ sarannya.

‘’Ketika seseorang mengalami kondisi seperti ini, rawat inap jiwa  ini  lahir sebagai wujud harapan. Tidak ada satu orangpun yang menginginkan kondisi ini. Sehingga semua orang berhak untuk mendapat pengobatan untuk dapat hidup bermakna, mendapatkan hak mentari pagi harinya setiap hari’ imbuhnya.

Paviliun Mentari pagi merupakan bentuk pendekatan terapi menyeluruh yang disediakan RSM Lamongan mulai dari Klinik Psikiatri rawat jalan yang melayani terapi depresi, gangguan kecemasan, psikosomatis dan kontrol gangguan jiwa berat yang ditata sangat nyaman, Day care pelatihan okupasi untuk ODGJ meliputi aktivitas melukis, olahraga tarung derajat, membaca Al Quran dan pelatihan barista kopi serta tidak lama lagi akan tersedia kafe yang dikelola oleh ODGJ yang mengikuti kegiatan daycare. Sehingga, paska rawat inap, Semangat berdaya ODGJ terus tumbuh untuk pulih kembali. (lam)

Exit mobile version