Allah adalah al-Qayyum, yang dapat diartikan sebagai Yang Maha Mandiri maupun sebagai Yang Maha Mengurusi (makhluk-Nya). Di dalam al-Qur’an, nama indah ini terulang tiga kali, dan semuanya didahului oleh nama al-Hayy, yang berarti Yang Maha Hidup. Dua dari tiga penyebutan al-Hayy al-Qayyum bahkan sama-sama diawali ungkapan Allâh lâ ilâha illâ huwa (Allah tiada ilah selain Dia), yaitu di surah al-Baqarah ayat 255 (Ayat Kursi) dan Ali ‘Imran ayat 2.
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَيُّ ٱلۡقَيُّومُۚ
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya)
Arti Al-Qayyum
Allah sebagai al-Qayyum berarti bahwa Allah berdiri sendiri, mandiri dan tidak bergantung kepada yang lain, bahkan Dia-lah yang mengurusi semua yang lain terus-menerus. Wujud dan kesinambungan yang lain bergantung kepada-Nya karena Dia-lah yang memberi wujud dan memenuhi kebutuhan selain-Nya. Yang lain diurus oleh-Nya, namun Dia tidak diurus oleh yang lain. Yang lain bergantung kepada-Nya, namun Dia tidak bergantung kepada yang lain – apa pun itu namanya. Demikian berlaku untuk seterusnya.
Allah itu Maha Hidup (al-Hayy) dan Maha Memberi Hidup (al-Qayyum). Dia mengatur segala sesuatu yang merupakan kebutuhan makhluk secara terus-menerus tanpa mengurangi sedikit pun kemampuan atau kuasa-Nya sebagai Sang Maha Hidup. Dia terus berjaga dalam mengurus makhluk-Nya dan tidak dikalahkan oleh kantuk ataupun tidur (la ta’khudzuhu sinatun wala nawm), padahal kekuasaan-Nya meliputi langit dan bumi (wasi‘a kursiyyuhus-samawati wal-ardh). Menciptakan langit dan bumi tidak membuat-Nya lelah, dan memelihara keduanya tidak membuat-Nya berat (wa la ya’uduhu hifzhuhuma).
Manusia yang menyadari dirinya sebagai hamba dari Al-Qayyum, tidak akan merasa hidup serba sulit karena dirinya diurusi oleh Yang Maha Menghidupi. Ia tidak akan dirisaukan oleh urusan penghidupan, dan perhatiannya lebih ia tujukan kepada urusan penghambaannya kepada Sang Pemberi kehidupan. Kesenangannya di dunia tidak lebih ia perhatikan dari cita-citanya menggapai kebahagiaan di akhirat pada saat semua wajah tertunduk kepada al-Hayy al-Qayyum (Thaha: 111).
Hamba Al- Qayyum menggantungkan hidup sepenuhnya kepada-Nya, dan tidak mengandalkan selain-Nya. Ia mandiri dan merdeka dari selain Al-Qayyum, tapi tunduk dan bertawakal hanya kepada-Nya. Hanya untuk Al-Qayyum ia menjalani kehidupan, dan hanya dari-Nya ia mengharapkan penghidupan.
Izza Rohman, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PWM DKI Jakarta
Sumber: Majalah SM Edisi 24 Tahun 2019