Manusia, Agama dan Kesehatan

Cara Berdiri sujud

Ilustrasi

Manusia, Agama dan Kesehatan

Oleh: Nurcholid Umam Kurniawan dan Wildan

 

Dengan ilmu hidup menjadi mudah;

Dengan agama hidup menjadi terarah;

Dengan seni hidup menjadi indah.

(HA Mukti Ali, mantan Meneri Agama RI, 1923 – 2004)

 

Dulu, ketika Nabi Muhammad Saw. masih hidup, waktu itu abad VII, jika umatnya bertanya kepada beliau dimanakah letaknya takwa? Beliau akan mengarahkan telunjuknya ke arah dan menuju ke dada beliau sendiri. Now, jika beliau saat ini masih sugeng dan kita sebagai umat beliau, bertanya dengan pertanyaan yang sama seperti jadul, beliau akan menunjukkan dan mengarahkan jari telunjuknya ke dahi beliau. Atau, ke jidat kita ! Hal itu bisa saja terjadi, jika kita “menderita” DDR (Daya Dongnya Rendah) ! atau RDB ( Ra Dong Blas) !

Manusia bukan sekedar superior animal (binatang superior) , tetapi ia diciptakan sebagai makhluk yang unik. Kemampuan adaptasi yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya, kemampuan manipulatif tangan-tangannya yang mengagumkan dan kemampuan berkomunikasi dengan bahasa. Lebih dari itu, menurut Jacob (1975), apa yang merupakan ciri khas manusia ialah kemampuannya berpikir dengan otaknya. Dengan ciri khas otak yang dimilikinya manusia menamakan dirinya Homo Sapiens, yang secara optimistis berarti Manusia, Si Bijak.

Otak dan perilaku saling terkait, kedua-duanya sangat kompleks, dan secara evolusioner kedua-duanya berjalan bersama-sama. Setiap perilaku, baik pikiran, perasaan, maupun tindakan manusia berawal di dalam otak. Otak merupakan sumber fisik perilaku dan bertindak sebagai sebagai pusat komando pengendalian perilaku (Aswin, 1995).

Manusia berasal dari kata manu (bahasa Sanskerta) dan mens (bahasa Latin) yang berarti “makhluk berakal budi”. Manusia tanpa budi atau tidak berbudi, maka akalnya hanya dipakainya untuk ngakali dan akal-akalan bin okol-okolan.

Menjadi manusia yang berperilaku hewani, berperilaku homo homini lupus, manusia berperilaku serigala ! Padahal Tuhan berkehendak agar manusia menjadi homo homini socius !

Budi (Prefrontal Cortex, otak yang terletak dibalik dahi adalah otak yang dianugerahkan Tuhan hanya kepada manusia, hewan tidak), ibaratnya Menteri Dalam Negeri untuk memimpin dan mengendalikan otak akal-pikiran yang ibaratnya Gubernur dan otak emosi atau otak perasaan, ibaratnya Walikota/Bupati, agar mereka seiring sejalan, sehingga perilaku manusia bernilai di hadapan Tuhan maupun sesama manusia lainnya. Hidupnya akan penuh makna (meaningful), tidak tanpa makna (meaningless), akibat melakukan perbuatan keji dan munkar !

Oleh karena itu, Presidennya para Presiden, Tuhan Yang Maha Esa, dalam sehari lima kali “open house”, memberi peluang Pak Mendagri menghadap dengan cara bersujud meletakan dahinya di tempat sujud sebagai wujud puncak penghormatan, setelah sebelumnya mengucapkan untuk mohon pertolongan dan petunjuk yang lafalnya  berbunyi : “Hanya kepada Tuhanlah manusia mengabdi dan memohon pertolongan, agar dibimbing (diantar) manusia (memasuki) jalan lebar dan luas, (yaitu) jalan manusia-manusia yang Tuhan anugerahi nikmat, bukan (jalan) manusia-manusia yang dimurkai Tuhan dan bukan (pula jalan) manusia-manusia yang sesat “(QS al-Fatihah [1] : 5 – 7).

Jika manusia “kebelet” ingin menghadap lagi diluar “jam dinas”, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, tetap memberi peluang, meskipun waktu itu dini hari, ketika manusia pada umumnya tengah tidur lelap. Tuhan mempersilahkan, sumonggo ! Menghadap langsung kepada Allah tanpa perantara ! Meskipun status sosialnya cuma rakyat jelata dan rakyat jelalatan !

Menurut Pasiak (2012), Prefrontal Cortex yang terletak di belakang tulang dahi yang merupakan tulang tengkorak manusia yang paling tebal, ini dapat diibaratkan perlindungan CPU pada komputer. Adapun fungsi Prefrontal Cortex sangat penting dan meliputi : 1) Perencanaan masa depan (future planning), Tuhan mengingatkan agar manusia visioner-melihat ke depan, yaitu iman kepada hari Kemudian (the day After) yang merupakan hari Pembalasan; 2) Pengambilan keputusan (decision making). Adapun  keputusan yang bernilai adalah baik, benar dan adil dan 3) Pengendali nilai (value).

Para Nabi adalah manusia yang diutus Tuhan, selain untuk menyampaikan ajaran agama, juga sebagai contoh manusia yang  sukses memfungsikan Prefrontal Cortex-nya sebagaimana yang dikehendaki Tuhan. Perilaku para Nabi penuh dengan nilai-nilai moral (moral values). Oleh karena itu, para Nabi punya karakter yang sama, yaitu sidiq (lurus), jujur (mengatakan apa yang telah dilakukannya) dan berintegritas (melakukan apa yang telah dikatakannya), amanah (dapat dipercaya), menyampaikan pesan kebenaran (tabligh) dan smart, cerdas (fathonah).

Lewat Surah al-‘Alaq {96] : 15 , Tuhan memberitahu  manusia, apabila manusia “ngeyel” tidak memfungsikan Prefrontal Cortex-nya sesuai dengan nilai-nilai moral (moral values) yang diajarkan Tuhan, maka manusia akan dijungkir posisi kaki ke atas kepala di bawah,  lalu diseret ke neraka pada jidatnya ! Tuhan sudah memberi Kitab Suci sebagai petunjuk dan para Nabi sebagai contoh suri tauladan agar manusia terbebas dari api neraka !!!

Abad Otak

Jaman now, abad XXI adalah abad otak, the century of the brain. Zaprulkhan (2020),  lewat bukunya yang berjudul “Paradigma Berpikir Profetik Musa Asy’arie : Rekonstruksi Metodologi Berpikir Profesik dan Filsafat Eksistensialis Teo-Antroposentrisme “, ikut menyuarakan pentingnya meneladani aspek fathonah (kecerdasan) Nabi Muhammad, yakni kecerdasan intelektual-moral-spiritual.. Adapun metode berpikir profetik adalah sunnah Nabi dalam berpikir. Berpikir profetik mengaplikasikan metode berpikir yang mengintegrasikan ayat-ayat quraniyyah, insaniyah dan kauniyah. Sedang filsafat eksistensialis menggambarkan manusia sebagai co-worker Tuhan dengan melakukan kerjasama eksistensial antara Tuhan dan manusia dengan seluruh potensi kreatif-inovatifnya. Lewat kerjasama eksistensial secara dialektis fungsional, manusia akan mencapai eksistensinya yang otentik.

Barangkali untuk memudahkan pemahaman kita mengenai hal ini, ada beberapa komparasi sebagai berikut : Misalnya, para pedagang dapat meneladani sikap profesional dan integritas Nabi Muhammad Saw. sebagai pedagang. Para jenderal bisa meneladani figur Nabi Saw. sebagai panglima dalam mengatur strategi keamanan, pertahanan dan penyerangan dalam sebuah negara. Sebagai seorang pemimpin yang cemerlang dalam berbagai  bidang kehidupan, Nabi Saw. dapat kita teladani sesuai dengan bidang kepemimpinan kita masing-masing.

Sebagai seorang ayah yang kinasih kepada semua anak-anaknya dan seorang suami yang amat mencintai dan menyayangi isterinya, Nabi Saw, dapat kita teladani bagi kehidupan kita dalam memerankan diri sebagai seorang ayah dan suami bagi keluarga kita masing-masing, Begitulah seterusnya; Rasulullah Saw. itu bagaikan sumber mata air teladan dimana setiap kita dapat menimba kearifan teladan yang cocok dengan bidang kita masing-masing.

Demikain juga dengan kaum akademisi-intelektual, cendekiawan dan ilmuwan dapat meneladani Nabi Muhammad Saw. sesuai dengan dunia mereka. Dalam konteks ini, tentu saja kaum akademisi-intelektual harus meneladani aspek fathonah Sang Nabi yakni kecerdasan intelektual-moral-spiritual sekaligus metode berpikir dan semangat keilmuannya, scientific mentality dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan seluas-luasnya.

Menurut Musa Asy’rie (dalam Zaprulkhan, 2020), Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, fokus kaum akademisi-intelektual adalah semangat belajar, menuntut ilmu pengetahuan, melakukan riset dan menumbuhkan metodologi berpikir keilmuan secara kritis-konstruktif, positif-progresif, kreatif-inovatif dan transformatif-produktif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dengan seluas-luasnya. Kalau kalangan akademisi-intelektual perguruan tinggi tidak fokus meneladani Sang Nabi dalam membangun mentalitas kelilmuan dan metodologi berpikir kritis-konstruktif-kreatif-inovatif untuk pertumbuhan ilmu pengetahuan, lalu siapa lagi yang akan meneladani Sang Nabi dalam aspek kecerdasan, spirit kelimuan dan metodologi berpikirnya?

Dalam kancah global, dewasa ini nyaris seluruh dunia Islam atau bangsa-bangsa muslim tengah mengalami keterpurukan, keterbelakangan, dan ketertinggalan dalam hal ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi sejak beberapa abad yang lalu. Karena itu beliau menyuarakan dengan lantang agar umat Islam mengembangkan scientific mentality dengan merujuk kepada figur Sang Nabi.

Dalam konteks lokal-nasional keindonesiaan kita, scientific mentality tersebut belum juga tumbuh berkembang dan menjadi budaya di tengah-tengah masyarakat kita, hatta di kalangan kaum akademisi sendiri. Budaya semangat belajar dan berdiskusi, semangat membaca dan menulis, apalagi semangat berpikir kritis-konstruktif-kreatif-inovatif belum juga menjadi budaya kaum akademisi-intelektual.

Kecerdasan Sang Nabi Dalam Berdakwah

Bagi para Dai pentingnya belajar “kelihaian” Sang Nabi dalam berdakwah, dalam menyampaikan kebaikan (sesuai dengan petunjuk Tuhan dalam Kitab Suci) dan kebenaran (sesuai dengan ilmu pengetahuan).

Menurut Nurcholish Madjid (2016) dalam bukunya yang berjudul : “32 Khutbah Jum’at Cak Nur, Menghayati Akhlak Allah dan Khutbah-Khutbah Pilihan Lainnya”. Al-kisah, pada suatu hari Nabi Saw. bertanya kepada seorang perempuan tua, dimanakah Tuhan itu berada? Langsung perempuan tua tadi menunjukkan jarinya ke arah atas mengarah ke langit. Jawaban perempuan tua itu dibenarkan oleh Nabi. Para sahabat “protes” kepada Nabi karena hal itu tidak sesuai dengan petunjuk Tuhan dalam Kitab Suci, bahwa Tuhan itu ada dimana-mana, tidak hanya ada di atas. Dengan sikap kalem Nabi menjelaskan kepada para sahabat bahwa, perempuan tua itu tahunya cuman itu loh. Dalam bahasa jaman now, Nabi bersikap taken for granted, terima apa adanya, karena daya dongnya cuman segitu.

Once upon a time, pada suatu waktu, Sang Nabi sedang memberikan “kuliah” kepada para sahabat. Tanpa ba bi bu seorang Badui, yakni orang Arab pedalaman, orang udik, petani, berpendidikan rendah, langsung nyelonong masuk dan bertanya kepada Nabi dengan maksud agar dirinya nantinya mampu berperilaku baik. Pertanyaannya : “Apakah benar Nabi pernah memberikan petunjuk bahwa dalam kita berperilaku harus berdasarkan hati nurani?”. Melihat sikap orang Badui yang tidak mengenal unggah-ungguh kepada Nabi, para sahabat  langsung naik pitam. Dengan arif bijaksana Nabi meredakan kemarahan para sahabat dan langsung menanggapi pertanyaan orang Badui itu dan membenarkan bahwa Nabi memang pernah memberikan petunjuk bahwa dalam berperilaku sebaiknya berdasarkan hati nurani.

Karena belum merasa ngeh dengan jawaban Nabi, dia bertanya lagi kepada Nabi : “Hati nurani itu seperti apa?”. Nabi menjelaskan dengan menempelkan telapak tangan beliau ke dada orang itu, sambil memberikan petunjuk : “Jika engkau beramal salah akan berdebar-debar jantungmu (bukan bergetar hatimu), tidak merasa nyaman, gelisah, tidak merasa tenteram. Sebaliknya, jika engkau beramal soleh, engkau akan merasa nyaman, merasa tenteram dan tidak berdebar-debar jantungmu”. Petunjuk Nabi yang cespleng tadi dengan cepat dipahaminya dan diamalkannya dengan sungguh-sungguh. Dan, orang Badui itu tercatat termasuk orang yang soleh karena perbuatan dan perilakunya sesuai dengan “hati nurani” !

Beda lagi cara Nabi, ketika beliau berhadapan dengan seorang intelektual sekelas Ali bin Abi Thalib, yang kecerdasannya diakui oleh Nabi, sabda Nabi : “Aku ini gudangnya ilmu, sedangkan Ali itu pintu gerbangnya” (Audah, 2003). Ketika beliau menjelaskan kepada Ali, bahwa agama itu pikiran atau akal-budi, Nabi samasekali tidak memegang jidat Ali karena Ali sudah sangat paham. Dan, menurut Ali  : “Musuh utama manusia adalah kebodohannya”.

Menurut kisah dalam sejarah (al-Buny, 2001), 10 orang Khawarij berbondong-bondong menuju rumah Ali bin Abi Thalib. Mereka datang dengan emosi tinggi karena sebelumnya memang mereka itu kelompok anti-Ali. Di sisi lain mereka melihat Ali memiliki kepandaian dan ilmu pengetahuan agama Islam yang luar biasa.

Orang-orang Khawarij tidak menyukai Ali karena perselisihan antara Ali dengan Mu’awiyah. Kebijaksanaan Ali banyak tidak disetujui oleh kaum Khawarij.

Sepuluh orang Khawarij itu telah berhadapan dengan Ali. Mereka diterima oleh Ali dengan husnuzzan dan hati terbuka. Mereka adalah tamu sesama muslim, walaupun berbeda visi politiknya.

Salah seorang dari mereka mulai membuka pembicaraan : “Wahai Ali ! Kami 10 orang utusan yang diutus oleh kaum kami untuk menanyakan suatu persoalan kepadamu. Kami akan bergantian bertanya dan minta pendapat Anda, hasil pertemuan dan dialog ini akan kami sampaikan kepada kaum kami”.

“Baiklah”, ujar Ali lembut, “Silahkan langsung Anda bertanya karena saya sudah siap untuk menjawab”. Orang pertama membuka pertanyaan: “Manakah yang lebih mulia, ilmu pengetahuan atau harta benda !”.

Jawab Ali : “Pengetahuan dan ilmu adalah warisan para Nabi. Sedangkan harta kekayaan adalah warisan Fir’aun, Qarun, Syadad dan yang semacam itu. Oleh karena itu ilmu lebih mulia kedudukannya daripada harta”.

Orang kedua bertanya, isi pertanyaan sama dengan orang pertama. Pertanyaannya orang ketiga juga sama dengan orang yang kedua, demikian selanjutnya sampai kepada pertanyaan orang kesepuluh. Isi pertanyaan semuanya sama.

Akan tetapi jawaban dari Sayidina Ali Ra. untuk masing-masing pertanyaan yang sama, berkisar kelebihan ilmu daripada harta. Namun, jawabannya tidak sama, berbeda dan saling mengisi antara jawaban satu dengan lainnya. Jawabannya adalah sebagai berikut :

Untuk pertanyaan orang kedua, “Ilmu itu lebih mulia daripada harta, karena ilmu dapat menjaga pemiliknya. Adapun harta, pemiliknyalah yang harus menjaganya”.

Untuk pertanyaan orang ketiga, “Ilmu lebih mulia daripada harta, karena orang yang berilmu banyak sahabatnya, sedangkan orang yang banyak hartanya lebih banyak musuhnya”.

Untuk pertanyaan orang keempat, “Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu apabila disebarluaskan akan bertambah-tambah, sedangkan harta apabila disebarluaskan akan semakin susut”.

Untuk pertanyaan orang kelima, “Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu tidak dapat dcuri oleh orang, sedangkan harta dapat dicuri dan dapat pula hilang”.

Untuk pertanyaan orang keenam, “Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu tidak dapat binasa, tidak akan habis selamanya, sedangkan harta bisa habis, musnah karena masa dan usia”.

Untuk pertanyaan orang ketujuh, “Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu tidak ada batasnya, sedangkan harta benda ada batasnya, dapat dihitung jumlahnya”.

Untuk pertanyaan orang kedelapan, “Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu memberi sinar kebaikan, menjernihkan pikiran, memberi sinar di dalam hati dan menenangkan jiwa. Sedangkan harta benda, pada umumnya membebani hati, mengacaukan pikiran dan menggelapkan jiwa”.

Untuk pertanyaan orang kesembilan, “Ilmu lebih mulia daripada harta benda, karena orang berilmu lebih suka kepada kebajikan dan mendapat sebutan mulia, sedangkan orang berharta bisa menjadi melarat, serta cenderung kepada sifat tamak dan bakhil”.

Untuk pertanyaan orang kesepuluh, “Ilmu lebih mulia daripada harta benda, karena orang yang berilmu lebih terdorong untuk mencintai Allah, merendahkan diri, bersifat adil dan berperikemanusiaan, suka mengasihi kepada sesama, sedangkan harta benda cenderung membuat orang angkuh, membangkitkan perasaan melebihi orang lain, melahirkan sifat takabbur”.

Setelah mendapat jawaban dari Sayyidina Ali Ra., kesepuluh orang ini terheran-heran dan kagum serta puas atas semua jawaban Ali.

Sepuluh orang kaum Khawarij itu kembali ke rumah masing-masing, menyampaikan hasil dialog dengan Ali kepada kaumnya. Mulai saat itu mereka memandang Sayyidina Ali Ra. sebagai imam mereka dan sebagai amirul mu’minin.

Petunjuk Agama Untuk Kesehatan Otak Manusia

“Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu pengetahuan adalah lumpuh, science without religion is blind, religion without science is lame “ (Albert Einstein, Fisikawan, 1879-1955).

Agama dari kata gam (bahasa Sanskerta) yang berarti pergi, sebagaimana kata go (bahasa Inggris) yang juga berarti sama, yaitu pergi. Kedua bahasa ini merupakan cabang bahasa dari pohon bahasa yang sama proto-Eropa. Kemudian, kata gam dapat awalan dan akhiran a, lalu berubah makna, agama berarti jalan, maksudnya jalan menuju Tuhan (road to Allah).

Nabi Muhammad Saw. menjelaskan tentang agama/keberagamaan dalam satu kalimat padat dan sarat makna, ad-Din al-Mu’amalah, agama adalah interaksi. Interaksi yang dimaksud di sini adalah, hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dengan lingkungan alam-baik hidup atau tidak serta hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Semakin baik interaksi itu,  semakin baik pula keberagamaan pelakunya, demikian pula sebaliknya (Shihab, 2006). Adapun menjaga kesehatan adalah termasuk memelihara hubungan dengan diri sendiri yang dalam bahasa agama adalah hablun minafsihi.

Namun,  kenyataan di lapangan selama ini yang disampaikan kepada masyarakat, hanyalagh hablun minaallah dan hablun minannas. Jarang sekali disampaikan hablun minal’alam, peringatan Tuhan agar manusia tidak membuat kerusakan di muka bumi. Maka, terjadilah banjir, longsor, kebakaran hutan, bahkan terjadi fenomena pemanasan global yang mengancam keselamatan dan kesehatan manusia sedunia.

Guru Besar Cairo University, Syaih Thanthawi, menulis dalam tafsirnya, al- Jawahir, di dalam kitab suci al-Qur’an terdapat lebih dari 750 ayat Kauniyah, tentang alam semesta dan hanya sekitar 150 ayat Fiqih. Anehnya, para ulama telah menulis ribuan kitab Fiqih. Tetapi nyaris tidak memperhatikan serta  menulis kitab tentang alam raya dan isinya (Purwanto, 2017).

Apalagi hablun minafsihi, dapat dikatakan sama sekali tidak pernah disebut atau disampaikan kepada masyarakat. Akibatnya, masyarakat muslim di Indonesia yang menjadi ahli hisap (bukan hisab atau ilmu falak) rokok. Padahal, sebatang rokok memperpendek umur 12 menit. Mereka tanpa sadar melakukan tindakan bunuh diri pelan-pelan. Meningkatkan risiko  penyakit stroke dan jantung serta kanker paru-paru. Hal ini berbeda dengan masyarakat Yahudi di negara Israel.

Di Israel, merokok itu tabu. Mereka memiliki hasil penelitian tentang genetika dan DNA, meyakinkan bahwa nikotin akan merusak sel utama yang ada di otak manusia. Dampaknya tidak hanya kepada si perokok, akan tetapi juga akan mempengaruhi “gen” atau keturunannya. Pengaruh yang utama adalah dapat membuat orang dan keturunannya menjadi “bodoh” atau “dungu”. Jika diperhatikan, maka produsen rokok terbesar di dunia ini adalah orang Yahudi, akan tetapi mereka tidak merokok (Muhammad, 2011).

“Bahasa itu menunjukkan bangsa”, demikian kata pepatah. Bahasa Indonesia itu miskin, hanya mengenal dua kosa kata yang berkaitan dengan kesehatan, yakni sehat jasmani dan sehat rohani. Mestinya, sehat jasmani, sehat nafsani, sehat ruhani (biasanya ditulis rohani) dan sehat mujtama’i. Hal ini mengacu pada Undang-Undang RI No. 36 Tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik (jasmani), mental (nafsani), spiritual (ruhani), maupun sosial (mujtama’i) yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Otaklah yang membuat manusia menjadi manusia, it is the brain that makes man a man (Levingstone, 1967). Otak adalah organ paling penting manusia. Otak dibentuk oleh 172 milyar neuron (sel syaraf) dan nonneuron. Dengan berat 1,5 kg, otak mampu mengontrol fungsi organ lainnya secara keseluruhan. Karena itu, otak dapat mengatur segala aktivitas hidup manusia (Machfoed, 2016).

Meskipun berat otak kira-kira 2% dari berat badan, tapi sekitar 18% dari volume darah seluruhnya beredar dalam sirkulasi darah otak. Otak juga menggunakan sekitar 20% dari oksigen yang dihirup melalui paru-paru. Otak sangat memerlukan oksigen dan glukosa, di mana kebutuhan ini terpenuhi bila aliran darah ke otak normal (Bahrudin, 2016).

Belum ada definisi kongkret tentang otak sehat. Karena itu mengacu pada Undang-Undang Kesehatan di atas, maka secara sederhana otak sehat dapat diartikan sebagai otak yang keberadaannya juga sehat secara fisik, mental, spiritual dan sosial (Machfoed, 2016).

Otak sehat (healthy brain) amat penting bagi kehidupan seorang manusia, lebih-lebih untuk seorang pemimpin yang berotak sehat ibarat matahari yang menyinari semesta alam. Sinarnya membuat alam hidup bergairah. Otak sehat berbeda dengan otak normal (normal brain). Disebut normal, apabila otak memiliki struktur anatomi dan fungsi seperti apa adanya (anatomical and physiological nomally). Otak sehat bukan sekedar otak normal. Otak sehat tidak saja karena ia dapat berfungsi secara baik, tetapi juga memiliki nilai-nilai (values) tertentu terhadap fungsi yang dimilikinya. Bahwa otak bukan semata-mata daging biasa seperti dipahami selama ini oleh masyarakat, tetapi memiliki nilai-nilai (values) membangun peradaban hingga bisa bertahan. Bahkan, kepemimpinan yang tepat , harus bisa mendayagunakan kemampuan otak secara optimal, sehingga ia melampaui batas kenormalannya menuju kesehatan otak (Machfoed, 2016).

Hukum otak, gunakan atau hilang, use it or loose it.

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang mencipta. Yang menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajar dengan pena, mengajar manusia apa yang belum diketahui (nya)” (QS al-‘Alaq [96] : 1 – 5). Kegiatan membaca adalah salah satu cara untuk memelihara kesehatan otak manusia, apalagi jika yang dibaca adalah Kitab Suci.

Pada abad ke VII, petunjuk Tuhan yang pertama kali kepada umat manusia lewat Sang Nabi adalah membaca, iqra . Lewat Kitab suci kata iqra disampaikan Tuhan empat kali. Menurut Prof. Dr. Nasaruddin Umar, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan Imam Besar Masjid Istiqlal, empat kata iqra bermakna :

Makna pertama, berarti perintah untuk membaca (read), tidak hanya sekedar vokalisasi huruf, membaca yang tertulis maupun yang tidak tertulis, seperti alam raya.

Dalam Kitab Suci kata al-Aql dan al-Nur (akal dan cahaya) masing-masing sebanyak 49 kali. Maka, agar akal manusia tidak salah arah dan mendapatkan Nur Ilahi, diperintahkan agar membaca dengan atau demi nama Tuhan (QS al-Alaq [96] : 1).

 Makna kedua, think, pikirkanlah makna-makna (meanings) dan nila-nilai (values) yang tercantum dalam Kitab Suci, karena Tuhan melakukan pengajaran (transfer of knowlegde) dan pendidikan (transfer of values) kepada manusia lewat Kitab Suci. Selanjutnya Tuhan berharap, agar manusia menjadi ulul albab, yaitu orang yang mempunyai pemikiran yang mendalam.

Makna ketiga, understand, pahamilah ! Merujuk pada petunjuk Tuhan dalam Kitab Suci, “Pergunakanlah kalbu (otak depan, bukan hati maupun jantung,  fungsi hati untuk metabolisme, sedangkan jantung untuk mengedarkan darah) untuk memahami ayat-ayat Allah, pergunakanlah mata (otak belakang) untuk melihat kebesaran dan kekuasaan Allah, dan pergunakanlah telinga (otak samping) untuk mendengar petunjuk-petunjuk Allah. Apabila manusia lalai, tidak menggunakan otak, akibatnya perilaku manusia akan seperti binatang ternak, bahkan bisa jadi lebih sesat lagi, sehingga dengan mudah digiring ke neraka Jahanam, tinggal bersama jin yang juga tidak pakai otak !” (QS al-A’raf [7] : 179).

Kalbu : otak, jantung atau hati? Menurut Syahrur (1991), dalam bahasa Arab al-qalb berasal dari akar kata qa-la-ba. Huruf qaf, lam, dan ba mempunyai dua asal makna. Makna pertama, menunjukkan pada sesuatu yang murni atau istimewa. Sedangkan makna kedua, adalah berbolak-baliknya sesuatu dari satu sisi ke sisi yang lain.

Yang paling murni dan paling istimewa dari segala sesuatu adalah qalb-nya. Kitab Suci secara umum menggunakan istilah al-qalb untuk merujuk sesuatu atau organ yang dianggap paling istimewa dalam tubuh manusia. Organ ini adalah “otak” yang merupakan sesuatu yang paling berharga bagi manusia, sehingga disebut sebagai al-qalb. Fungsi al-qalb ada dua, yaitu untuk berpikir (ya’qilu), dan untuk memahami (yafqahu).

Untuk membedakan antara al-qalb (yang digunakan untuk berpikir dan memahami) dengan jantung (yang berada di rongga dada dan merupakan organ pemompa darah sehingga dapat beredar ke seluruh tubuh), maka kita gunakan al-qalb untuk otak, dan istilah al’adhlat ul-qalbiyah untuk jantung. Otaklah yang paling berharga dan ini dapat disimpulkan dari fakta bahwa kematian terjadi dengan berakhirnya proses otak (brain death), bukan berakhirnya proses jantung atau heart death.

Adapun berbolak-baliknya sesuatu dari satu sisi ke sisi yang lain itu adalah jantung, bukan hati yang terletak di rongga perut. Jantung (heart) secara simbolik merujuk pada emosi atau perasaan (sweet heart, broken heart) yang oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, letak emosi atau perasaan dianggap ada di dalam hati (yang merupakan terjemahan salah kaprah dari kata “heart” yang berarti jantung). Sesungguhnya letak emosi di otak pada sistem limbik.

Oleh karena itu, tanda-tanda orang itu beriman (kata iman diterjemahkan percaya, dan percaya dari kata cahaya, maka orang yang beriman mendapat cahaya dari Tuhan), apabila disebut nama Allah akan berdebar-debar jantungnya (bukan bergetar hatinya), karena cinta kepada Allah, sadar  bahwa Allah mencintainya. Selanjutnya, apabila mendengar ayat-ayat Allah akan bertambah-tambah imannya, dengan kata lain makin bertambah cintanya kepada Allah (QS al-Anfal [8] : 2). Hal ini serupa dengan ketika disebut nama istri tetanggamu (diam-diam kamu cintai), maka berdebar-debar jantungmu. Itu berarti “senior”, senang istri orang !

Tuhan berharap agar manusia dalam beribadah kepada Allah, berdasarkan cinta dan ketulusan (worshiping Allah on the bases of love and sincerity). Inilah ibadah yang paling berkualitas atau ibadah kualitas nomor satu. Jika belum mampu, karena mindset-nya ala pedagang hanya cari untung saja, beribadah agar masuk surga, itupun diterima Allah, meskipun kualitas ibadahnya nomor dua. Jika pola pikirnya masih childish alias kekanak-kanakan, beribadah kepada Allah hanya takut agar jangan dijebloskan kelak ke dalam neraka. Itupun diterima Allah, tapi ibadahnya itu kualitas nomor tiga. Hidup itu pilihan, karena Tuhan menciptakan manusia free choice (bebas membuat pilihan), free will (bebas berkehendak) dan free act (bebas bertindak). Maka Allah menganugerahkan agama kepada manusia agar manusia tidak salah membuat pilihan !

Pada otak manusia, reaksi otak emosi atau otak perasaan muncul lebih dahulu, munculnya seperempat detik. Cirinya reaktif, spontan tanpa mikir ! Sedangkan reaksi otak nalar baru muncul dua detik kemudian. Manusia lalu membuat pertimbangan-pertimbangan untung-rugi atau membuat pilihan-pilihan dalam menyelesaikan permasalahan hidup yang dihadapinya.

Bagaimana dengan reaksi otak saudara tua kita jin? Al-kisah, setelah sekumpulan para jin mendengar Surah ar-Rahmaan dibacakan oleh Sang Nabi, para jin berkomentar : “Menakjubkan (rasa takjub)”. Kemudian mereka berkomentar lagi : “Itu petunjuk yang benar (pakai nalar, logika)” (QS al-Jin [72] : 1 – 2).

Ternyata, reaksi otak manusia dengan reaksi otak jin itu sama, rasa dulu baru nalar. Lalu apa bedanya manusia dengan jin?  Manusia itu kelihatan karena manusia berasal dari materi yang padat, yaitu tanah. Sedangkan jin itu tidak kelihatan karena berasal dari materi tidak padat, api. Api baru kelihatan atau muncul apabila ada barang atau benda padat/cair yang dapat terbakar. Seperti halnya listrik itu tidak kelihatan, baru terasa “kelihatan” atau keberadaannya, jika kita manusia kesetrum listrik ! Bagaimana caranya “melihat” jin? Gampang, bakar saja jaket & jelana jin (jeans) maka akan kelihatan jin dalam bentuk asal-muasalnya.

Makna keempat, maintain, jagalah, peliharalah dan pertahankanlah segala makna atau nilai  dalam Kitab Suci dalam bentuk perilaku yang bermakna maupun bernilai (amal soleh) seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. (The Living Qur’an, Qur’an yang hidup) yang sukses dalam tugas sebagai khalifah, membangun bayangan surga di muka bumi (QS al-Baqarah [2] :  30), dengan berperan aktif di pentas bumi ini, berperan dalam peristiwanya dan pengembangannya. Mengolah bumi di wilayah tempat bertugas, sesuai dengan petunjuk, tugas dan wewenang yang Allah berikan.

Selanjutnya juga sukses  sebagai hamba Allah dengan senantiasa beribadah kepada-Nya (QS ads-Dzaariyaat  [51] :56). Sukses dari belenggu debu tanah dan senantiasa mengarah ke langit menuju Allah Swt. tanpa penghalang apapun baik ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Hal ini felah beliau lakukan, maka beliau menjadi manusia yang sesungguhnya manusia (an-Nas, the Mankind) sebagaimana yang dikehendaki Tuhan (The King of Mankind).

Mengenal Sosok dan Gambaran Kesehatan Paripurna Sang Nabi

Memang, kesehatan bukan segalanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak bermakna, health is not everything, but without it everything is nothing (Arthur Schopenhauer, 1788 – 1860).

Yang dimaksud dengan kesehatan paripurna adalah manusia dalam keadaan sehat jasmani, sehat nafsani, sehat ruhani dan sehat mujtama’i yang optimal, sehingga mendjadi manusia yang perilakunya sangat manusiawi.

Menurut Madjid (2015), kesehatan berkaitan dengan sifat Tuhan Al-Rahman, Maha Kasih tanpa pilih kasih. Artinya, biarpun hamba-Nya kafir, Allah tetap kasih kepada mereka. Nikmat kesehatan, sebagai bentuk rahmat Allah kepada kita, tidak tergantung iman kita, tidak tergantung pada ibadah kita, tidak tergantung pada kesalahan kita. Tetapi tergantung pada seberapa jauh kita mengetahui masalah-masalah kesehatan.

Sedangkan Ar-Rahim adalah sifat Allah yang Maha Kasih di Akhirat. Maka, kasih Allah sebagai Ar-Rahim adalah atas dasar keimanan. Orang yang beriman akan mendapatkan Rahmat Allah sebagai Ar-Rahim, tetapi yang tidak beriman tidak dapat. Suatu kasih yang berpertimbangan.

Kesuksesan dengan ilmu pengetahuan, belum tentu membawa kita pada kebahagiaan abadi secara spiritual. Karenanya, sukses kita harus dilakukan dengan pertimbangan akhlak dan moral supaya meraih Rahmat Allah sebagai Ar-Rahim. Jangan mengulangi kesalahan kakek nenek manusia, Adam dan Hawa, setelah diberi ilmu pengetahuan, mereka lupa batas, akhirnya dikeluarkan dari surga. Ilmu pengetahuan tidak menjamin kebahagiaan abadi. Tetapi dengan iman saja, kita tidak bisa unggul di dunia ini. Harus ada iman dan ilmu !

Kata pepatah : “Tak kenal tak sayang”. Menurut Abdul Basith Muhammad Sayyid, yang judul asli bukunya “Ath-Thib Al-Wiqa’i min Al-Qur’an wa As-Sunah”, dengan judul buku terjemahannya  “Rasulullah Sang Dokter” (2006), Rasulullah Saw. adalah seorang manusia yang menjadi panutan bagi setiap muslim, baik sifat-sifatnya, nasihat-nasihatnya, maupun adat istiadatnya agar menjadi rangkuman yang dapat diikuti. Jika seorang muslim dapat melakukannya, berarti ia telah mengambil keseimbangan dalam hidupnya, dapat menikmati kesehatan dan umur panjang karena mengikuti healthy life syle (gaya hidup sehat) Rasulullah Saw.

Karakteristik Tubuh

Tubuh Rasulullah Saw. adalah besar dan berisi, lebih tinggi dari orang sedang dan lebih pendek dari orang jangkung (tinggi semampai), wajahnya bercahaya seperti cahaya bulan purnama, berkepala besar, rambut berombak (tidak terlalu lembut dan tidak terlalu kasar), bersih cemerlang (bercahaya), dahinya lebar, alisnya tebal (melengkung) dan panjang tanpa bertemu di antara ujungnya. Keringat keluar deras ketika marah, hidung mancung dengan cahaya di atasnya, orang yang melihat mengira tulang hidungnya panjang. Jenggotnya lebat dan hitam, pipinya halus, mulutnya lebar, giginya bagus dan rata, dadanya berambut halus, lehernya bercahaya keperakan, bentuknya seimbang, dan kekar berisi. Perut dan dadanya seimbang, dadanya lebar dan bidang, tengkoraknya kuat, antara dada dan pusar dihubungkan dengan rambut seperti garis. Lengan dan dadanya berambut, lengannya panjang, telapak tangan lebar, tulang jarinya besar, telapak tangan dan kaki berdaging, jari-jemarinya panjang, lekukan di telapak kakinya lebar, dan telapak kakinya basah keluar air darinya.

Cara Berjalan

Jika Rasulullah bangkit dari duduk, dilakukan dengan cepat dan kuat. Langkahnya tegap serta jalannya tenang dan cepat, seperti turun dari gunung. Jika menoleh, digunakan seluruh badannya dan menundukkan pandangannya. Pandangannya ke bawah lebih lama daripada pandangannya ke atas dan pandangannya pun tajam. Menggiring sahabatnya dan memulai salam lebih dahulu setiap bertemu orang.

Sikap Rasulullah

Rasulullah tidak pernah berhenti berpikir, berbicara kalau ada perlunya, lebih banyak diamnya, serta memulai perkataan dan mengakhirinya dengan mulutnya. Berbicara dengan perkataan jelas dan singkat, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, santun, tidak kasar dan meremehkan. Mensyukuri nikmat walaupun sedikit, tidak pernah mencela apa pun, tidak mencela masakan atau memujinya. Membela kebenaran tidak dengan kemarahan. Jika marah, berpaling dan berusaha menutupinya. Jika senang, menundukkan pandangannya, kebanyakan tawanya adalah senyuman.

Ketika di Dalam Rumah

Rasulullah meskipun masuk rumahnya sendiri setelah mendapat izin. Ketika berada di dalam rumah, membagi waktunya menjadi tiga bagian : sebagian untuk keluarganya, sebagian untuk dirinya, dan sebagian untuk Tuhannya. Sebagian lagi dibagi untuk semua orang. Rasulullah menerima orang-orang yang datang dan menjawab keperluan mereka, tidak menyimpan sesuatu pun bagi mereka. Rasulullah tidak membedakan antara yang mulia dengan yang hina, mengarahkan mereka pada hal-hal yang bermanfaat, mereka datang sebagai orang yang tidak tahu dan pergi membawa ilmu.

Ketika di Luar Rumah

Rasulullah senantiasa menjaga lisannya dari perkataan yang tidak berguna, berkata jika ada manfaatnya bagi kaum muslimin, menyatukan mereka, dan tidak memecah belah. Memuliakan orang yang mulia dalam suatu kaum, mengingatkan manusia, dan waspada terhadap mereka tanpa mengungkit kejelekan dan merendahkannya. Selalu menanyakan keadaan para sahabat dan semua orang, menjunjung kebaikan dan menganjurkannya, serta melarang yang jelek dan merendahkannya. Moderat dalam semua hal, tidak penuh kontroversi, tidak bersikap masa bodoh sehingga mereka melupakan atau bosan, menghargai setiap orang, tidak enggan dalam kebajikan, dan tidak melampaui batas. Orang yang diangkat Rasululah adalah yang paling baik. Yang paling mulia menurutnya adalah yang paling luas nasihatnya dan yang paling tinggi derajatnya, yaitu yang paling kuat dalam membantu dan mendukungnya.

Duduk Rasulullah

Rasulullah tidak duduk atau berdiri kecuali dalam keadaan berzikir, bahkan tidak berlama-lama berdiam diri dalam suatu tempat, bahkan melarangnya. Jika datang ke suatu kampung untuk menghadiri pertemuan, Rasulullah menghadirinya sampai selesai dan memerintahkan hal itu. Memberikan bagiannya kepada setiap orang yang berada dalam majelis sehingga merasa bahwa dirinya adalah yang paling mulia.

Rasulullah melayani orang yang ingin berdebat dengannya sampai orang ersebut pergi sendiri. Rasulullah tidak menolak pemintaan atau pertanyaan seseorang, kecuali memberikan jawaban yang setimpal atau jawaban yang ringan. Orang-orang menyukai sifat dan akhlaknya serta menganggapnya  sebagai ayah mereka. Semua orang dalam kebenaran adalah sama,yang paling dekat dan paling utama adalah ketakwaan. Majelis pertemuannya adalah majelis yang tenang, menjaga perasaan, sabar, amanah, tidak ada yang berbuat gaduh, tidak menodai kehormatan, tidak mengungkit kesalahan, menghormati yang tua, mengasihi yang kecil, memberi yang membutuhkan, dan membantu orang asing.

Sang Nabi selalu bermuka manis, lemah lembut, dan santun. Tidak berkata kasar atau bersikap keras, tidak berteriak-teriak atau berkata keji, serta tidak suka menghina atau memuji. Melupakan hal yang tidak dikehendaki dan tidak putus asa. Rasulullah telah meninggalkan tiga hal, yaitu ria, banyak bicara, dan berbuat yang tidak bermanfaat. Di samping itu, Rasulullah juga meninggalkan tiga hal dari manusia, yaitu tidak mencela siapa saja, tidak membuka aib manusia, dan tidak berbicara kecuali dalam hal yang mendatangkan pahala.

Ketika Sang Nabi berbicara, orang-orang tunduk diam mendengarkan seakan-akan di atas kepala mereka ada burung. Jika Rasulullah diam, orang-orang berbicara tanpa membuat gaduh. Jika ada orang yang berbicara kepadanya, mereka diam mendengarkannya. Pembicaraan mereka adalah pembicaraan yang mulia. Rasulullah tertawa ketika mereka tertawa dan ikut takjub dengan apa yang mereka kagumi. Sabar terhadap orang asing yang berbicara kasar. Tidak berharap pujian kecuali dari orang yang pantas. Tidak memotong pembicaraan orang lain sehingga orang tersebut bosan dan pergi meninggalkannya. Diamnya karena empat hal : kebijakan, ke-hati-hatian, menimbang, dan berpikir. Pertimbangannya adalah dalam hal memutuskan perkara dan mendengarkan pengaduan orang, sedangkan berpikirnya adalah dalam hal hidup dan mati.

Dalam dirinya bercampur kebijakan dalam kesabaran sehingga Rasulullah tidak marah dalam hal yang tidak disenanginya. Rasulullah mengumpulkan kehati-hatian dalam empat hal : melakukan yang bijak agar diikuti, meninggalkan yang jelek agar dijauhi, berijtihad untuk kemaslahatan umatnya, dan memberikan kepada mereka yang bermanfaat di dunia dan akhirat.

Bersih dan Harumnya Rasulullah

Keringat Rasulullah harum. Jika mengusap seseorang, orang itu akan merasakan tangan yang dingin dan harum, seakan-akan tangannya baru keluar dari kantong minyak wangi. Rasulullah menyalami orang banyak, tetapi aromanya tidak hilang. Keringatnya menyerupai harumnya minyak kesturi. Ketika lewat di suatu jalan, harum tubuhnya tidak hilang sehingga orang-orang yang lewat (disana) mengetahui bahwa Sang Nabi telah melewatinya.

Jika buang hajat atau kencing, bekasnya tidak pernah ada. Tidak pernah terlihat hal yang tidak sedap dari Rasulullah kecuali yang baik dan harum. Bahkan, ketika Ali bin Abi Thalib memandikan jenazahnya, Ali berkata : “Aku memandikan jenazah Rasulullah Saw., aku mencari tanda-tanda yang biasa terdapat pada orang yang telah mati, tetapi tidak mendapatkannya. Rasulullah tetap harum ketika hidup dan mati. Ketika keluar dari jenazah beliau, aku mencium bau harum yang tidak penah kita rasakan sebelumnya”.

Kekuatan Fisik Rasulullah

Mata beliau sangat tajam. Jika meliha ke langit, beliau dapat melihat sebelas bintang. Rasulullah penah mengalahkan pegulat yang paling kuat pada masanya. Ketika berlari, para sahabat ketinggalan di belakangnya dan Rasulullah tidak peduli.

Keutamaan Rasulullah

Beliau sedikit makan, minum, dan tidur. Perutnya tidak pernah diisi sampai penuh. Rasulullah tidak penah meminta kepada keluarganya untuk disediakan makanan. Tidurnya sedikit dan berada di sisi kanan agar mudah bangun.

Para pengagum Rasulullah memujinya dalam hal nikah dan keagungan. Nikah telah disepakati kelegalannya. Nikah adalah bukti kesempurnaan dan kejantanan, sedangkan keagungan di sisi Allah adalah keagungan yang sangat mulia. Allah telah mengagungkan derajatnya dengan kenabian, kedudukan mulia, dan kesucian di dunia, sedangkan di akhirat adalah pemimpin umat manusia.

Harta benda yang datang kepada Rasulullah tidak ada yang berhenti di rumahnya satu dirham atau satu dinar pun. Sederhana dalam makan, pakaian dan tempat tinggal sesuai dengan kebutuhan. Memakai pakaian yang ada dan menolak kemewahan dalam pakaian dan perhiasan. Demikian juga menolak bermegah-megah dalam tempat tinggal, perkakas, dan perabotan.

Beliau memilki tanah, tetapi hasil yang dibawa kepadanya tidak pernah diambil. Hal ini menunjukkan sebuah tindakan zuhud dan membersihkan “hati nurani”. Walaupun demikian, pakaian Rasulullah suci dan tempat tinggalnya bersih.

Akhlak dan Akal-Budi Rasulullah

Rasulullah adalah manusia yang paling mulia akhlaknya, terbiasa dengan akhlak yang baik, membenci penyembahan berhala, Allah menjaganya dari sifat-sifat jahiliyah, bahkan sebelum diutus menjadi nabi. Asal dari akhlak yang mulia ini adalah akal-budinya karena dari akal-budinya keluar ilmu dan makrifat. Dari akal-budi yang cerdas muncul ide yang bagus, kecerdasan yang sempurna, asumsi yang benar, berpandangan jauh ke depan, berpikir untuk kemaslahatan manusia, menguasai hawa nafsu, bijaksana, memiliki keutamaan, dan menjauhi kehinaan.

Rasulullah memiliki keistimewaan dalam kesabaran, ketahanan, memberi ampunan walaupun berkuasa untuk menghukumnya, mencegah yang membahayakan, dermawan, murah hati, suka memberi, lapang dada, berani, suka menolong, pemalu, dan pemurah.

Dalam pergaulan sangat bagus, pemaaf, paling jujur dalam perkataan, paling lembut wataknya, dan paling mulia nasabnya. Istimewa dalam belas kasih, mengasihi, dan menyayangi semua makhluk. Rendah hati walaupun tinggi pangkatnya dan mulia kedudukannya. Rasulullah adalah manusia yang paling adil, pemaaf, jujur, dan bertakwa.

Kebersihan Pribadi dan Lingkungan Rasulullah

Sang Nabi sangat menjaga kebersihan dirinya. Menjaga wudunya dan menyempurnakannya tanpa berlebihan. Selalu menggunakan siwak dalam setiap kesempatan, bersungguh-sungguh dalam berkumur, serta menghirup udara melalui hidung dan mengeluarkannya. Membenci sisa-sisa makanan yang ada pada gigi, senang mandi, merawat rambut, dan menganjurkannya. Menyuruh umatnya untuk berkhitran, membersihkan anggota tubuhnya bagian dalam, dan memotong kuku.

Tidak hanya menganjurkan kebersihan rumah, bahkan Sang Nabi juga menyapu rumahnya. Rasulullah memerintahkan umatnya untuk menutup tempat-tempat makanan dan minuman dengan rapat dan melarang meletakkan makanan atau minuman di tempat yang kotor dan tercemar.

Sang Nabi membenci bernapas dalam tempat minuman atau makanan dan meniupnya. Membenci minum langsung dari mulut botol. Membenci pencemaran makanan karena dapat menyebabkan penularan penyakit. Ketika makan kurma, beliau meletakkan bijinya di telapak tangan kiri, kemudian membuangnya dan tidak meletakkan di jarinya yang digunakan untuk mengambil kurma selanjutnya.

Selalu berkumur setiap selesai makan dan minum yang berlemak serta mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.

Sang Nabi melarang mencemari air yang tergenang maupun yang mengalir dengan berbagai kotoran atau sampah dan melarang mencemari jalan-jalan serta memerintahkan membersihkannya. Melarang mengotori tempat-tempat berteduh, peristirahatan, dan tempat-tempat umum. Memerintahkan membersihkan barang-barang dari najis, terutama najis anjing dan memerintahkan menggunakan pembersih sabun atau lainnya untuk membersihkan tangan. Melarang memakan bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang memakan bangkai. Melarang zina dan perbuatan yang mengarah zina, semua bentuk penyimpangan seksual, menggauli perempuan yang sedang haid, mengharamkan minum khamar, minuman memabukkan, dan semua bentuk narkotik.

Sang Nabi memerintahkan menjauhi semua bentuk kotoran pada umumnya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Di samping itu, beliau juga memerintahkan agar meningkatkan kekuatan fisik, melakukan aktivitas olah raga, menjaga kesehatan, dan tidak membahayakan tubuhnya dengan hal-hal yang melemahkannya atau merusaknya, seperti tertularnya penyakit dan racun.

Rasulullah melarang kita dari gibah, menyebar isu, mengadu domba, iri, kikir, pelit, pemarah, suka pamer, sombong, dan penyakit ruhani lainnya.

Sang Nabi adalah panutan yang ideal dan sempurna, mulia serta tinggi derajatnya bagi umat manusia, menyinari semua umat manusia dengan petunjuknya, dan mengarahkan mereka ke jalannya !

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah Saw. itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzab [33] : 21).

Bahwasanya status kesehatan seseorang itu ditentukan oleh empat faktor, yaitu : 1) Faktor keturunan (10%); 2) Faktor pelayanan kesehatan (10%) : seperti Puskesmas, Rumah Sakit; 3) Faktor lingkungan (25%) : seperti banjir, polusi udara, gempa bumi; dan 4) Faktor perilaku (55%). Oleh karena itu, pentingnya healthy mindset (pola pikir sehat) akan menghasilkan healthy life style (gaya hidup sehat). Akhirnya,

Berhati-hatilah dengan pikiranmu, sebab akan jadi kata-kata;

Berhati-hatilah dengan kata-katamu, sebab akan jadi perbuatan;

Berhati-hatilah dengan pebuatanmu, sebab akan jadi kebiasaan;

Berhati-hatilah dengan kebiasaanmu, sebab akan jadi watak;

Berhati-hatilah dengan watakmu, sebab akan menentukan nasibmu !

 

 Nurcholid Umam Kurniawan, Dokter Anak, Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Bantul dan Dosen FK-UAD

Wildan, Dokter Jiwa RS PKU Muhammadiyah Bantul

Exit mobile version