Kenapa Harus Demo Naiknya BBM?
Oleh: Masud HMN
Demontrasi atau kata lain adalah ekspresi sense of sympathy (perasaan haru) amat penting dalam masyarakat dalam negara. Kini adalah demontrasi menolak kenaikan bahan bakar minyak.
Subsidi bahan bakar minyak sampai tembus 700 (tujuh ratus triliyun rupiah) Presiden Joko Widodo bingung bagaimna mengatasinya. Yang jelas tidak mampu dalam Anggaran Biaya Negara hanya mampu 502,4 (lima ratus dua koma empat triliun rupiah. Pertanyaannya bagaimana sisanya, apakah bisa dengan demo?
Yakni hari dengan demo atau tiada hari tanpa demo. Lalu jalan-jalan macet karena demontrasi menolak naiknya harga bahan bakar minyak.
Pemerintah didemo oleh mahasiwa yang bergabung dengan serikat pekerja (buruh). Ramai dan suara hiruk pikuk. Dalam seminggu ini dimulai sejak taangal 8 September 2022.
Naiknya harga Bahan Bakar Minyak menjadi sebab demontrasi buruh dan mahasiswa. Mengapa harus tejadi? Kenyataannya memang demikian, harga minyak dunia naik lalu bagai mana lagi?
Hal ini sudah menjadi perdebatan di mana-mana. Sejak dari mahasiswa, buruh dan politisi. Semua bersepakat untuk demontrasi menentang harga BBM naik.
Hingga kini belum dapat jalan keluar atau way out, solusi. Kita coba memahami persoalan itu dengan berpikir bai- baik. Dengan kepala dingin dan tenang.
Kita menemukan tiga hal dari peroalan itu; Yakni kenapa karus dengan demo, tidak dengan yang lain.
Pertama naiknya harga BBM akan menaikan harga barang yang lain. Amat lazim jika ongkos naik karena harga BBM. Logis penjual bahan pokok menyesuaikan dengan biaya membeli barang.
Ini berlaku teori turunan dimana bahan pokok naik adalah dari naiknya bahan bakar. Harga sabun naik, harga cabai naik, termasuk harga listrik naik.
Kedua adalah berkurang pendapatan. Berkurangnya daya beli masyarakat. Hal yang tidak mendesak ditangguhkan. Tidak dibeli lagi.
Ketiga berkurangnya gizi makanan. Karena beralih ke harga yang murah yang kurang bergizi lahirlah generasi baru yang kurang gizi. Tidak kuat dan masa depan yang generasi yang lemah generasi kehilangan daya.
Ketiga poin di atas simpulannya ialah berbahaya ketimbang membayangkan uang subsidi yang tujuh ratus trilyun rupiah. Itulah alasan besar yang diajukan untuk menolak menaikkan bahan bakar minyak.
Mengapa pemerintah keberatan amat jika atas kepentingan rakyat banyak. Padahal biaya lain seperti subsidi pajak diberikan. Enak untuk orang kaya dan buruk untuk orang miskin.
Akhirnya kita ingin membuka pintu hatinya. Untuk melihat keperluan rakyat yang tidak punya uang untuk hidup. Rakyat yang susah.
Masud HMN, Dosen Pascasarjana Univewrsitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta