Membingkai Pendidikan Inklusi Dalam RUU SISDIKNAS 2022
Oleh: Endang Suprapti, Wakil Dekan 1 FKIP Universitas Muhammadiyah Surabaya
“Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, Anda dapat mengubah dunia” Nelson mandela.
Kalimat sederhana ini mengandung kaya makna dan inspirasi. Tentu akan memacu untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) di mana saat ini masih berkutat dengan kemiskinan, keterbelakangan. Dan pada gilirannya berimplikasi terhadap masyarakat yang mudah dibohongi oleh berbagai pihak.
Pengembangan SDM yang unggul tidak lepas dari pengelolaan Pendidikan yang baik agar seluruh warga negara Indonesia (WNI) mendapatkan Pendidikan yang layak, bermutu tinggi dan merata. Sistem Pendidikan yang sehat perlu didukung aturan yang jelas sebagai payung hukum dalam pengelolaan Pendidikan.
Payung hukum tentang pengaturan dan pengelolaan Pendidikan menjadi proyeksi utama dan pertama untuk diperhatikan. Hal ini penting karena aturan yang tidak jelas arahnya tentu akan berdampak terhadap tujuan dalam menciptakan generasi emas, jika regulasinya absurd, melahirkan generasi emas hanya menjadi diskurus semu yang mustahil dilaksanakan
Membangun SDM yang unggul dan siap menghadapi segala tantangan sejatinya menjadi tanggungjawab berbagai pihak terutama bagi pemerintah. Bagaimanapun satuan pendidikan memiliki visi dan misi jelas yang mampu menciptakan generasi unggul. Pun, sebagai pelaksana Pendidikan bisa menjalankan tugasnya tanpa ada rasa kekhawatiran akan hak dan kewajibannya.
Prinsip Inklusi
Sebagaimana slogan yang masyhur di kalangan masyarakat, bahwa ikan busuk itu dari kepalanya. Tampaknya ini berkelindan dengan dunia pendidikan. Tampaknya tidak bisa dielakkan bahwa membenahi dunia pendidikan harus dimulai dari sistem pendidikan serta regulasi yang memadai.
Hal ini penting karena memajukan bangsa itu harus dimulai dari dunia pendidikan.
Fakta itulah yang direspon oleh Nadiem Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan mengusung Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) tahun 2022 untuk ditetapkan dengan tujuan mensejahterakan guru.
Prinsip inklusi dan kesetaraan dalam RUU Sisdiknas memberikan pengakuan sebagai guru kepada para pendidik di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Kesetaraan, dan Pondok Pesantren. Menurut Nadiem yang dilansir dalam setjen.kemdikbud.go.id “Kami di Kemendikbudristek, merasa sudah saatnya untuk mengakui mereka sebagai guru. Peran pendidik PAUD dalam pengembangan karakter di masa depan mereka
Pengakuan status guru pada pendidik PAUD, Pendidikan Kesetaraan dan Pondok Pesantren ini memberikan harapan mereka akan mendapatkan hak yang sama dalam mendapatkan tunjangan dan meningkatkan kesejahteraan mereka sebagaimana layaknya mereka memiliki peran sesungguhnya sebagai seorang guru.
Karena pada prinsipnya para pendidik PAUD, Pendidikan Kesetaraan dan Pondok Pesantren selama ini melaksanakan peran bagaimana mendidik anak-anak didiknya untuk menjadi lebih baik bahkan dalam pelaksanaan pendidikannyapun mengikuti standar nasional pemerintah. Melalui RUU Sisdiknas yang diusulkan pemerintah akan menjadikan tata Kelola yang lebih inklusif dalam pengakuannya bahwa PAUD sebagai salah satu jenjang Pendidikan.
Sebagaimana ditegaskan oleh Nadiem dalam dialognya bersama Anindito Aditomi Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKP) dengan judul “Kupas Tuntas Isu Kesehjateraan Guru dalam RUU Sisdiknas” menyatakan bahwa “Kami di Kemendikbudristek, merasa sudah saatnya untuk mengakui mereka sebagai guru. Apalagi kita tahu, betapa besarnya peran PAUD dalam pengembangan karakter masa depan anak bangsa, menjadi dasar kuat pengakuan bahwa mereka adalah guru selama ini tidak ada dalam Undang-Undang Sisdiknas maupun pada Undang-undang Guru dan Dosen yang saat ini berlaku”.
Dengan pengakuan yang akan dituangkan dalam RUU Sisdiknas tahun 2022, secara tidak langsung menggugah para pendidik PAUD, Pendidikan Kesetaraan dan Pondok Pesantren untuk memberikan dukukungan dalam menggolkan RUU Sisdiknas Tahun 2022 ini disahkan sehingga pada tahun 2023 sudah menjadi acuan bagi penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia.
Angan-Angan Kesehjateraan Guru
Nadiem dalam dialognya memiliki cita-cita bahawa melalui RUU Sisdiknas yang akan diajukan ke pemerintah menjadi harapan bagi guru untuk mewujudkan kesejahtaraan guru aparatur sipil negara (ASN) maupun non-ASN “Pemerintah akan hadir dengan anggaran tambahan kepada yayasan dan sekolah swasta,” ungkap Nadiem. Nadiem menggambarkan bahwa apabila sistem dan aturan pemerintah Kembali pada ranahnya maka kesejahteraan guru bukan hanya sekadar angan-angan maka dari itu harapannya dengan di sahkan RUU Sisdiknas Tahun 2022 dimana dalam pelaksanaan jaminan penghasilan yang layak bagi guru ASN, baik pegawai negeri sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah akan mengikuti aturan dalam Undang Undang ASN.
Nasib Guru ASN jika disbandingkan dengan non ASN lebih sejahtera dan layak. Lantas bagaimana nasib kesejahteraan guru non ASN, Nadiem menjelaskan guru non-ASN atau yang berada dalam sekolah swasta akan mendapatkan penghasilan sesuai standar Undang-Undang Ketenagakerjaan, dengan rencananya akan menghadirkan anggaran tambahan kepada yayasana-yayasan dan sekolah-sekolah swasta. Melalui penambahan subsidi kepada sekolah swasta ini diharapkan dapat memprioritaskankan guru-guru non-ASN mendapatkan penghasilan yang layak.
Dengan pemberian penghasilan yang layak bagi guru ASN maupun non-ASN ini dengan harapan sistem pelaksanaan Pendidikan dapat berjalan dengan baik sehingga mutu Pendidikan di Indonesia terjaga dan mampu menghasilkan luaran yang unggul. Ketika guru mendapatkan penghasilan yang layak tentunya mereka dapat dengan fokus mengembangkan kompetensinya sebagai seorang pendidik tanpa kebingungan bagaimana dengan kebutuhan pribadi dan keluarga sehingga dengan kompetensi yang baik dapat mendidik anak-anak didiknya dengan baik dan bermutu.
RUU Sisdiknas tahun 2022, mungkin akan menjadi harapan besar bagi seluruh kalangan Pendidikan. Begitu juga dengan masyarakat yang membutuhkan aturan dan bentuk pengelolaan anggaran yang jelas dalam memberikan upah bagi guru terutama bagi guru non-ASN. Mendapatkan gaji yang layak dan setara dengan guru ASN menjadi harapan dan mimpi semua guru non ASN. Tak hanya persoalan gaji guru, tetapi pengawasan dalam pengelolaan anggaran tersebut jangan diabaikan Apakah nanti dalam pelaksananannya sudah sesuai dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah?.
Penyaluran anggaran untuk kesejahteraan guru diharapkan tepat sasaran dan bukan menjadi komoditas politik untuk meraup keuntungan bagi kalangan tertentu. Menjadi niscaya bahwa pemerintah harus membuat regulasi dalam tata kelola anggaran dan pengawasan sehingga cita-cita mulya untuk mensejahterakan guru tidak dinodai oleh segelintir orang yang memiliki kepentingan dirinya dan kelompoknya[]