YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Beberapa waktu lalu, tepatnya dalam rangkaian United Nations Transforming Education Summit 2022 yang berlangsung di markas besar PBB, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makariem kembali melontarkan pernyataan kontroversial. Kali ini terkait dengan tim bayangan (shadow) yang dibentuknya berjumlah 400 orang.
Dirinya mengaku bahwa tim ini berada di luar struktur Kemendikbudristek namun melekat dengan kementerian dan memiliki kedudukan setara dirjen (eselon satu) di Kemendikbudristek. Mantan CEO Gojek tersebut pun menegaskan bahwa tim bayangan tersebut akan bekerja sesuai dengan arahan Kemendikbudristek untuk melakukan validasi terhadap produk kebijakan kementerian.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengaku bahwa dirinya baru kali ini mendengar istilah tim bayangan (shadow) dalam sebuah kementerian. Tidak hanya merasa asing dengan istilah tersebut, Mu’ti juga mempertanyakan efektivitas dan efisiensi Sumber Daya Manusia di kementerian yang berjumlah ribuan mulai dari Sekjen, Dirjen, Direktur, Biro, dan Staff.
“Dalam sejarah Republik ini, baru kali ini saya mendengar istilah tim bayangan dalam sebuah kementerian. Jumlahnya ratusan dan semuanya digaji jutaan. Padahal secara struktural di lingkungan kementerian sudah banyak sekali pejabat, mulai dari Sekjen, Dirjen hingga staff yang berjumlah ribuan,” ujarnya.
Menurutnya, tim bayangan bentukan Nadiem Makariem merupakan sebuah langkah inefisiensi karena kondisi keuangan negara yang tidak sedang baik-baik saja. Selain itu, langkah ini disinyalir rawan akan terjadinya pelanggaran karena dapat mengundang interpretasi adanya kolusi. Ia pun mendorong BPK segera melakukan audit untuk memastikan tidak ada uang negara yang disalahgunakan.
Alpha Amirrachman, Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah mengatakan bahwa tim bayangan yang dibentuk Nadiem dapat membuat birokrasi yang sesungguhnya tidak berdaya. “Tim bayangan yang berada di bawah Kemendikbudristek merupakan bentuk ketidakpercayaan beliau kepada birokrasi Kemendikbudristek yang ia pimpin. Alih-alih memberdayakan birokrasi, justru beliau membuatnya mandul dan tidak berdaya,” tegasnya. (diko)