Diponegoro dalam Logo Kongres Muhammadiyah ke-20

Diponegoro

Logo Kongres Muhammadiyah ke-20 Dok Pusdalit SM

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Setiap kali diadakan kongres atau muktamar, Muhammadiyah akan selalu menggunakan sebuah poster atau logo yang turut meramaikan jalannya permusyawaratan tertinggi di Muhammadiyah ini. Logo-logo dan poster itu tentunya juga memiliki makna yang dalam, dimana seringkali disesuaikan dengan keadaan zaman pada saat permusyawaratan diadakan.

Tak terkecuali sebuah poster Kongres Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta pada tahun 1931. Dalam poster tersebut, terlihat Pangeran Diponegoro berdiri sambil menunjuk ke arah Masjid Gede Yogyakarta yang dibelakangnya tampak juga lukisan Gunung Merapi. Di bawahnya juga tertulis sebuah lafadz adzan “Hayya ‘alal falah” yang memiliki arti “Mari Menuju Kemenangan”.

Peran Diponegoro

Mengingat kembali materi sejarah yang ada di bangku sekolah dulu, Pangeran Diponegoro merupakan salah satu tokoh masyarakat yang berjuang selama 5 tahun (1825-1830) melawan pemerintah Kolonial Belanda dalam Perang Jawa. Perang Jawa atau Perang Diponegoroi ini disebut-sebut sebagai salah satu bagian perubahan besar di Indonesia pada abad itu.

Kegigihannya dalam melawan praktik korupsi dan campur tangan belanda dalam pemerintahan terekam sejarah sebagai bukti bahwa dirinya dan pasukannya mampu membuat Belanda kacau. Tak bisa dipungkiri, semangat itu juga menular dan membangkitan semangat juang di berbagai daerah.

Selain itu, besar di lingkungan yang jauh dari istana dan dekat dengan ulama, menjadikan Diponegoro dikenal sebagai sosok yang ‘agamis’ dan ‘merakyat’. Hal ini juga menjadi alasan perjuangannya, yang menganggap apa yang dilakukan oleh Belanda sudah merusak tatanan moral dan nilai-nilai keislaman.

Semangat itulah yang mungkin diingankan oleh Muhammadiyah untuk diambil, mengingat di tahun 1930an, Indonesia juga berada dalam tekanan ketidakadilan yang sama. Masyarakat pada saat itu mengalami penurunan kepercayaan yang telah dipendam bertahun-tahun kepada pemerintah dan kebijakan-kebijakannnya yang dirasa justru memberatkan rakyat. Kesadaran untuk mendeklarasikan kemerdekaan juga menguat sehingga simbol Semangat Pangeran Diponegoro dirasa mampu untuk mengekspresikan keadaan zaman pada saat itu.

Masjid yang sejatinya dimaknai oleh masyarakat umum sebagai simbol persatuan umat, pada akhirnya dipilih untuk ditunjuk oleh Diponegoro. Walaupun memang, Masjid Gede dalam poster juga berangkali dipilih karena merupakan identitas yang mengingatkan kita akan Kota Yogyakarta.

Lafadz “Hayya ‘alal falah” juga turut melengkapi semangat tersebut, karena dalam poster itu, Muhammadiyah secara terang-terangan mengajak anggota Muhammadiyah dan masyarakat secara umum,  untuk bergegas mengobarkan Semangat Diponegoro “Menuju Kemenangan”. (Arina)

Exit mobile version