JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Majelis Ulama Indonesia selama ini telah memantau dengan penuh perhatian perkembangan situasi Hak Azasi Manusia (HAM) di wilayah Xinjiang RRT, khususnya terkait dengan kebebasan bagi warga etnik Uyghur yang mayoritas Muslim untuk dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran Islam.
Di samping itu, MUI juga menaruh perhatian terhadap Laporan Komisioner Tinggi Dewan HAM (KT HAM) PBB, YM Ibu Michele Bracelet, mengenai perkembangan situasi HAM di Xinjiang yang disampaikan kepada Pertemuan Tahunan Dewan HAM PBB di Jenewa pada 31 Agustus 2022 yang secara umum menilai situasi HAM di wilayah itu masih sangat memprihatinkan.
Ketua MUI Bidang Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim mencatat langkah yang diambil oleh sejumlah negara Barat yang telah mengusulkan kepada Pertemuan Tahunan Dewan HAM PBB tersebut sebuah Rancangan Keputusan Dewan HAM PBB terkait perkembangan situasi HAM di Xinjiang tersebut dan mendesak untuk segera diambil keputusan melalui pengambilan suara (voting).
Dewan HAM PBB yang beranggotakan 47 negara pada persidangan tanggal 6 Oktober 2022 telah melakukan voting dengan hasil 19 negara menolak (No). Pemerintah Indonesia juga termasuk yang menolak keputusan pelaksanaan voting tersebut dengan berbagai alasan. Sementara itu 17 negara menyetujui (Yes) dan 11 negara abstain.
MUI memahami posisi Pemerintah RI dalam voting di Dewan HAM tersebut. Menurut Pemerintah RI pengajuan Rancangan Keputusan tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang lazim. Rancangan Keputusan tersebut diajukan tanpa memperhatikan prinsip impartialitas, transparansi dan inklusivitas. Wakil Tetap RI dalam pidatonya di Dewan HAM tgl 6 Oktober antara lain menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia tentu mempunyai perhatian besar kepada nasib umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Xinjiang.
Namun kontribusi Indonesia kepada umat Islam di dunia dilakukan tanpa mengesampingkan nilai inti dari Dewan HAM dan semangat Kerjasama Multilateralisme. Wakil RI tersebut juga berjanji akan terus melakukan komunikasi (dialog) dengan pemerintah Tiongkok dengan melibatkan berbagai pihak terkait. “MUI sangat berharap dialog dengan pemerintah RRT tersebut dapat dilakukan lebih intensif dan melibatkan ormas Islam, termasuk MUI,” ungkap Sudarnoto dalam keterangannya, Senin (10/10/2022).
MUI sebagai organisasi payung umat Islam Indonesia dengan visi dan misi Rohmatan Lil Alamin, termasuk kemaslahatan umat Islam di seluruh dunia, menyatakan keprihatinan mendalam terhadap situasi HAM di Xinjiang yang masih belum menunjukkan kemajuan yang berarti sebagaimana tercermin dalam Laporan Komisioner Tinggi HAM PBB YM Ibu Michele Bracelet.
Oleh karena itu, Sudarnonto menyampaikan MUI berharap agar Pemerintah RRT tetap memperhatian dan mengindahkan laporan, observasi dan rekomendasi yang disampaikan oleh YM Ibu Michele Bracelet untuk perbaikan situasi HAM di Xinjiang bagi warga Uyghur.
Dalam kaitan ini, MUI senantiasa terbuka untuk dialog dan kerjasama dengan Pemerintah RRT dan para pemangku kepentingan lainnya baik di RRT maupun negara lain dalam upaya melakukan perbaikan situasi HAM di Xinjiang dan di berbagai belahan dunia lainnya untuk mewujudkan perdamaian dunia yang adil dan manusiawi.
MUI juga menyampaikan seruan kepada masyarakat Internasional agar tidak menerapkan standard ganda apalagi yang terkait dengan pelanggaran HAM berat. Masyarakat Internasional harus bersikap jernih, adil dan benar-benar menunjukkan niat baiknya untuk membela HAM.
Masyarakat Internasional harus memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dari kepentingan egosentrisme politiknya dan benar-benar menunjukkan keseriusannya menegakkan HAM di wilayah negara manapun tanpa diskriminasi. Untuk negara yang selama ini mendukung pendudukan Israel atas tanah Palestina, harusnya juga mau bersuara lantang dalam membela hak-hak asasi warga Palestina yang dalam waktu yang panjang telah dihancurkan oleh Israel. (Riz)