BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah tidak henti-hentinya hadir dalam membangun negeri. Kiprah Muhammadiyah telah teruji nyata, dan itu bisa dibuktikan dengan hadirnya Gedung H Nafli Munaf dan Masjid Nyi Ayu Rina Adjrijanti Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Selatan (RSMBS) yang ada di Jalan Raya Laswi, Ciheulang, Ciparay, Kabupaten Bandung. Gedung dan masjid tersebut secara langsung diresmikan pada Kamis (3/11).
Acara peresmian itu dihadiri oleh Wakil Presiden Republik Indonesia ke 10 dan 12, Dr (HC) Drs H Muhammad Jusuf Kalla, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi Drs Listyo Sigit Prabowo, MSi, Ketua Komisi Yudisial, Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata, SH., MHum, Gubernur Jawa Barat, Dr H Mochamad Ridwan Kamil, ST., MUD., Bupati Bandung, HM Dadang Supriatna, SIP., MSi, Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Dr Hj Siti Noordjannah Djohantini, MM., MSi, Donatur Pembangunan RSMBS, Yendra Fahmi, Danjen Kopasus Iwan Setiawan, Direktur Suara Muhammadiyah Deni Asy’ari, para Rektor Muhammadiyah dan seluruh tamu undangan lainnya.
Dalam sambutannya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi mengungkap alasan Muhammadiyah hadir untuk membangun negeri, lebih-lebih masyarakat dari bidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, gerak komunitas. Menurutnya, Muhammadiyah ingin mengaktualisasikan Islam sebagai ajaran yang membawa kebaikan untuk semesta alam raya.
“Makna dari kehadiran Muhammadiyah itu bahwa Islam adalah nilai yang konstruktif bagi kehidupan. Termasuk, kita ingin nilai-nilai agama itu mampu membangun peradaban maju. Bukan hanya berdimensi ritual semata-mata. Bahkan yang ritual ibadah pun punya dimensi untuk membangun ihsan atau kebaikan perilaku diri, perilaku kolektif, bahkan perilaku sistem,” ujarnya.
Muhammadiyah dengan semangat Islam Berkemajuan, hendak membangun nilai-nilai kehidupan dalam prinsip-prinsip muamalah duniawiyah yang mampu menyemai benih-benih kemaslahatan untuk umat manusia di muka bumi. Tidak diskriminasi terhadap manusia yang membeda-bedakan jenis agama, suku bangsa, ras, golongan, maupun pilihan politik.
“Itulah jiwa Muhammadiyah. Yang pandangan ini kita wujudkan dalam praktik nyata muamalah duniawiyah, baik di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi ke depan perlu diperkuat lagi,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Prof Haedar berpesan kepada umat beragama, wabilkhusus para mubalig, agar senantiasa memperkokoh nilai-nilai ibadah mahdah kepada Allah. Tujuannya untuk memancarkan dan menampilkan perangai manusia nan salih dari dalam jiwa yang paling dalam. Pada saat bersamaan, manusia harus mengkapitalisasi urusan muamalah duniawiyah sebagai mata rantai dari kesalihan tersebut mewujud menjadi kesalihan kolektif dan kesalihan sistem.
“Memandang urusan muamalah, misalkan ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya, itu wilayah yang sangat memerlukan ijtihad dan pembaharuan. Kemudian juga perubahan-perubahan yang semuanya itu membawa pada kemaslahatan. Jadi, kemajuan tidak hanya untuk kemajuan, tetapi kemajuan yang punya nilai sekaligus juga kemaslahatan,” tuturnya.
Menurutnya, cara pandang tersebut sangat relevan bagi umat manusia agar masyarakat religius bangkit menjadi masyarakat yang mandiri, hidup bersatu, menciptakan kedamaian hidup, dan membangun peradaban hidup. Dengan cara itulah, maka Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin akan tampak wujud nyatanya dalam bingkai kehidupan sehari-hari. Yaitu lewat proyek-proyek muamalah duniawiyah yang bisa membangun kehidupan yang lebih maju.
“Itulah prinsip yang menjadi pegangan Muhammadiyah,” tegasnya.
Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu mengharapkan agar energi positif tersebut untuk dipompa agar jangkauannya makin luas-inklusif agar menjadi perilaku beragama. Tujuannya agar ruang publik tidak terselimuti oleh energi negatif tentang agama dan umat beragama. Menurutnya, dengan memproduksi energi negatif di ruang publik secara terus-menerus tanpa berkesudahan (henti), maka akan melupakan dan menutup diri atas pandangan negatif dan stigma akan agama dan umat beragama.
“Nilai konstruktif agama jauh lebih besar dan menyejarah. Tetapi bagi umat beragama tentu jangan sampai kita terjebak pada perilaku-perilaku dan alam pikir beragama yang justru memproduksi hal-hal yang negatif yang kemudian akhirnya menimbulkan stigma di luar itu,” tandasnya.
Lanjutnya, untuk mewujudkan kehidupan maju, ditentukan dengan kondisi dari masyarakatnya itu sendiri. Bahwa membangun masyarakat menuju kehidupan maju itu tidak mudah. Oleh karenanya, Prof Haedar mengharapkan untuk membangun kehidupan secara simultan agar di masa depan dapat mengangkat tiga aspek (pendidikan, kesehatan, dan ekonomi) bisa menjadi satu kesatuan yang terkoneksi.
“Muhammadiyah tentu berkomitmen ke situ. Rumah sakit, masjid ini, dan berbagai kegiatan Muhammadiyah yang ujung-ujungnya memperkuat basis masyarakat untuk maju yang dasarnya agama, tetapi buahnya adalah kemajuan ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, dan tentu berbangsa dan bernegara. Saya yakin kalau energi konstruktif ini terus kita sebarkan, maka Muhammadiyah Insyaallah akan terus menjadi pilar strategis bangsa,” tukasnya. (Cris/Rpd)