Ketahanan Keluarga, Misi Dakwah Sosial Muhammadiyah
Oleh: Jody Julian Putra Caesar
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang berkemajuan sekaligus perwujudan Islam modernis. Muhammadiyah mengedepankan pemahaman Islam yang logis dan kontekstual terhadap perkembangan zaman. Muhammadiyah, selain begitu fokus pada pembangunan infrastruktur, juga memperhatikan isu-isu yang berkembang di masyarakat, termasuk peduli terhadap mustadh’afin.
Di sisi lain, Muhammadiyah perlu lebih serius dan fokus pada pembangunan sumber daya manusia. Terutama pembinaan dan pemberdayaan kepada masyarakat, sehingga terwujudnya cita-cita Muhammadiyah, membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Salah satu aspek yang perlu mendapatkan sorotan khusus, terutama menjelang Muktamar Muhammadiyah Aisyiyah ke-48 ini adalah persoalan ketahanan keluarga. Kabar baiknya, Pimpinan Pusat Aisyiyah memasukkan isu ketahanan keluarga sebagai salah satu isu strategis Muktamar Aisyiyah ke-48.
Ke depan, yang perlu dilakukan adalah membuat panduan operasional agar isu yang telah dibahas di muktamar tidak menjadi isu yang berada di langit-langit. Ketahanan keluarga sebagai isu yang strategis harus dibumikan dan diimplementasikan sebaik-baiknya. Terutama 20 tahun ke depan ketika Indonesia mendapatkan bonus demografi. Jumlah usia produktif yang besar tentu memerlukan peran keluarga yang baik.
Muhammadiyah mempunyai misi, membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya ini memerlukan peran keluarga. Dengan demikian, ketahanan keluarga berkaitan sangat erat dengan misi Muhammadiyah.
Ketahanan keluarga yang baik meniscayakan adanya kecukupan dan akses yang baik terhadap sumber daya agar bisa menghidupi kebutuhan dasar. Seperti pangan, air bersih, pendidikan, kesehatan, serta partisipasi dalam masyarakat. Ketahanan keluarga, jika tidak diperhatikan akan memberikan dampak negatif bagi keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat. Layaknya lingkaran setan yang berputar, ketahanan keluarga yang tidak baik menimbulkan permasalahan baru bagi masyarakat. Permasalahan itu meliputi angka stunting yang tinggi, peningkatan KDRT, kenakalan remaja, HIV AIDS, SDM yang lemah, kesenjangan pendidikan, dan lain-lain.
Dikutip dari laman www.kemenpppa.go.id, ketahanan keluarga dibentuk dengan prinsip-prinsip dalam pembangunan keluarga. Meliputi pemeliharaan dan penguatan nilai keluarga, penguatan struktur dan keberfungsian keluarga, keluarga sebagai basis dan titik sentral kegiatan pembangunan, pemberdayaan dan kemandirian keluarga, dan keberpihakan pada keluarga.
Peran Muhammadiyah-Aisyiyah sangat penting untuk membentuk ketahanan keluarga yang baik, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk membentuk ketahanan keluarga yang baik. Bukan hanya soal akses pendidikan dan ekonomi saja, tetapi sekaligus untuk membentuk moralitas keluarga. Muhammadiyah harus membina keluarga dan membentuk karakter generasi yang Islami dan berkemajuan.
Sejauh ini, Muhammadiyah beserta organisasi otonom, terutama Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah, telah melakukan beberapa program pemberdayaan. Seperti pemberdayaan Suku Kokoda di Papua, Program Timbang di Cianjur, dan lain-lain. Program-program tersebut perlu diduplikasi di banyak tempat.
Pemberdayaan berbasis desa atau kampung menjadi hal yang cukup baik karena pemberdayaan dapat dilakukan secara berkelanjutan. Di Indonesia masih terdapat banyak kampung yang memiliki persoalan kompleks, meliputi tingginya angka KDRT, perceraian, pernikahan dini, putus sekolah, dan kemiskinan.
Di tempat-tempat seperti ini, Muhammadiyah perlu mencanangkan program pembinaan ekonomi keumatan dan membuka lapangan kerja melalui amal usaha baru. Di daerah dengan persoalan seperti di atas, Muhammadiyah perlu melakukan pembinaan yang berwujud sosialisasi kepada masyarakat tentang parenting, kajian fiqih tentang keluarga yang Islami, memberikan pendampingan kepada anak anak korban pernikahan dini serta korban eksploitasi seksual, memberikan bantuan langsung tunai yang difokuskan untuk membuat usaha, pembinaan dan pendampingan tentang kewirausahaan, mensosialisasikan mengenai perilaku kesetaraan gender, serta memberikan beasiswa berupa seragam alat tulis dan uang pembinaan kepada anak-anak yang putus sekolah. Program ini bisa berkoordinasi dengan perangkat pemerintah setempat, serta stakeholder yang lain.
Cara menarik masyarakat agar supaya mau mengikuti kegiatan pembinan dan pemberdayaan adalah dengan memberikan sembako ketika sesudah pelatihan dan sosialisasi, mengirimkan kader yang dapat berbaur dengan masyarakat, memukimkan kader di kampung tersebut, membuat kegiatan yang disukai oleh masyarakat lalu disisipi tentang pemahaman pemahaman nilai-nilai moral kebaikan, dan memberikan perlakuan yang asertif sehingga mereka merasa nyaman ketika berkegiatan.
Membuka lapangan pekerjaan dengan amal usaha baru contohnya adalah membangun peternakan yang didanai oleh Muhammadiyah. Membuka lowongan kerja dengan membangun usaha seperti kedai ayam goreng, kedai kopi, serta warung warung yang lain. Sifat usaha ini adalah untuk beramal. Maka ada bagi hasil yang adil, antara Muhammadiyah dan para pekerja. Lowongan kerja ini diperuntukan untuk warga miskin dan rentan miskin.
Tentu Muhammadiyah beserta organisasi otonom telah memiliki pengalaman yang panjang dalam hal pemberdayaan. Namun, inovasi tidak boleh berhenti. Ide-ide segar perlu terus-menerus disuarakan untuk menjemput cita-cita terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Jody Julian Putra Caesar, Ketua PD IPM Surakarta Bidang Advokasi