Mengajarkan Adab Bicara bagi Siswa

zakat

Ilustrasi

Mengajarkan Adab Bicara bagi Siswa

Oleh: Tito Yuwono

Kasus perkelahian dan pembully-an sesama siswa semakin marak. Kasus-kasus ini awalnya banyak dipicu oleh ucapan-ucapan lesan yang bernada menantang maupun merendahkan. Perkelahinan berdampak pada tersakitinya fisik dan mental, keselamatan jiwa, dan tidak kondusifnya proses belajar mengajar di sekolah. Begitupun dengan bullying akan berdampak pada mindernya anak yang terkena bullying, perasaan cemas dan merasa rendah diri, akibatnya adalah anak menjadi depresi dan tidak semangat belajar dan bersekolah serta putus asa untuk hidup.

Maka, adab bicara ini sangat urgen dan penting dimiliki oleh siswa, sehingga perlu diajarkan dan dilatihkan kepada siswa supaya mereka menjadi siswa yang shalih, penuh sopan santun, tidak berbicara yang menyakitkan sehingga  kondusif dalam proses menuntut ilmu.

Karena pentingnya berbicara baik ini Rasulullah mengingatkan kita bahwa jika tidak bisa bicara baik, maka lebih baik diam. Dan bicara baik ini dikaitkan dengan kesempurnaan keimanan seseorang. Sebagaimana hadis yang riwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim.

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah baik atau diamlah (jika tidak bisa berkata yang baik).

Berkata yang baik akan memberikan dampak positif bagi yang berkata dan juga kepada rekan bicara. Sebaliknya perkataan yang buruk akan berdampak negatif bagi yang berbicara dan rekan bicara juga. Sehingga Rasulullah sangat mewanti-wanti ini. Jika tidak bisa berkata dengan baik maka diam nya itu lebih baik.

Bagaimana melatihkan adab bicara pada siswa?

  1. Membiasakan dan tidak lelah untuk mengingatkan siswa bahwa setiap sebelum berbicara selalu dipikirkan, apakah yang akan keluar dari lesannya itu sesuatu yang benar atau tidak. Jika tidak benar maka ditahan dan tidak perlu diucapakan. Jika apa yang akan disampaikan itu sesuatu yang benar maka masih perlu dipertimbangkan ke no 2.
  2. Apakah yang akan diucapkan itu membawa manfaat atau madhorot. Jika membawa manfaat maka baru bisa diucapkan, namun jika membawa madhorot harus ditahan. Walaupun yang diucapkan itu sesuatu kenyataan namun ketika diungkapkan ke orang lain membuat hati sakit orang lain sakit hati, maka lebih baik tidak diucapkan. Contoh nya adalah ada teman yang punya kekurangan seperti pincang, kekurangan harta, maka kita tidak boleh memanggilnya hai si pincang, hai si miskin. Juga menyebut nyebut nya dihadapan kawannya dengan panggilan tersebut. Hal ini termasuk bullying yang membuat kawan menjadi sakit hati dan merasa rendah diri sehingga berbahaya bagi kesehatan mentalnya.
  3. Jika isi yang dibicarakan adalah yang benar dan disampaikan tidak madhorot maka langkah ketiga dilatihkan bagaimana mengucapkan dengan cara yang baik. Cara pengucapan ini juga menjadi faktor penting dalam komunikasi. Sehingga apa yang disampaikan nyaman didengar telinga dan enak dirasakan di hati. Serta mudah diterima dan dipahami, sehingga orang lain tertarik untuk mendengarkan dengan perhatian.
  4. Sekolah mendeklarasikan menjadi tempat belajar yang zero bullying (Tidak ada bullying sama sekali). Zero bullying ini harus senantiasa disampaikan di kelas dan diucapkan dikelas setiap hari. Seperti: Kami siswa Muhammadiyah mendukung penuh sekolah nyaman tanpa bullying dan siap berkata hanya dengan perkataan yang benar dan baik. Sehingga karena sering diucapkan menjadi terinternalisasi dalam hati dan menjadi kepribadian.
  5. Jika terdapat kasus pembullyan, langsung ditangani secara tepat dan cepat. Sehingga tidak berlarut-larut yang mengakibatkan adanya korban dan kasus bullying tidak membudaya.

Penutup

Pengajaran adab berbicara kepada siswa sudah menjadi suatu yang penting dan urgen saat ini. Kasus bullying di sekolah sudah sangat mengawatirkan. Banyak siswa yang telah menjadi korban dari aktivitas bullying ini. Tulisan di atas adalah sebuah alternative untuk melatih siswa berkata/berbicara dengan baik sehingga kasus-kasus bullying tidak terjadi. Hal ini berdampak pada kenyamanan dan kondusif dalam belajar menuju siswa bertaqwa, berprestasi, dan berkemajuan.

Wallahu a’lam bishshowwab.

Nashrun minallahi wa fathun qarib

 Tito Yuwono, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman, Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta

 

Exit mobile version