Serambi Buya Syafii: Kunci Mengenal Pemikiran dan Kehidupan Guru Bangsa
YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sebagai guru bangsa yang sangat bersahaja, Buya Ahmad Syafii Maarif adalah tokoh intelektual yang sangat dihormati karena berbagai macam gagasannya yang brilian dan tajam. Hal itu ia lakukan semata hanya demi kebaikan hidup bersama dan untuk kemajuan bangsa yang sangat dicintainya.
Intelektualitasnya sebagai tokoh bangsa tentu sudah banyak diakui, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sapaan orang-orang dengan sebutan “Buya” tentu bukan tanpa alasan, selain beliau adalah orang Minang, namun juga karena kedalaman ilmu dan wawasannya pada urusan keumatan dan kebangsaan. Pada tanggal 27 Mei 2022, Buya Syafii berpulang. Banyak orang merasa kehilangan. Kehilangan akan sosok teladan kehidupan. Sosoknya membumi, wawasannya melangit namun tetap mengakar kuat di jantung kehidupan bangsa dan negara.
Sepeninggal beliau sebagai Pimpinan Umum Suara Muhammadiyah, SM berinisiatif menjaga warisan intelektualnya dengan mendirikan Serambi Buya Syafii (SBS). Serambi Buya Syafii adalah ikhtiar dari pusdalitbang Suara Muhammadiyah untuk melestarikan warisan pemikiran Buya Ahmad Syafii Maarif. Maka bertepatan dengan Hari Pahlawan 2022, Serambi Buya Syafii pun diresmikan dan selanjutnya akan dibuka untuk umum. Serambi Buya Syafii berisikan berbagai macam warisan intelektual Buya Syafii yang hingga saat ini terjaga dan terpelihara dengan baik, mulai dari buku, artefak seperti sepeda yang sering beliau gunakan, hingga barang lain yang lekat dengan kehidupan Buya Syafii.
“Serambi ini, serambi yang berarti dan berisi. Yang masuk ke dalamnya akan memberikan inspirasi. Mudahan-mudahan di masa mendatang ada generasi pelanjut perjuangan Buya Syafii. Memberikan arti yang sangat kita harapankan di kemudian hari,” ujar Muchlas Abror saat memberikan testimoninya dalam peresmian yang berlangsung di Kompleks Perumahan Nogotirto, Gamping, Sleman pada Kamis (10/11/2022).
Turut Hadir Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Keluarga Buya Syafii Maarif, pembina Suara Muhammadiyah HM Muchlas Abror, Penasehat Muhammadiyah Sleman Sri Purnomo, Direktur PT Syarikat Cahaya Media/Suara Muhammadiyah Deni Asy’ari, Direktur Maarif Institut Abd Rohim Ghozali, serta tamu undangan lainnya.
Haedar Nashir dalam sambutannya menyampaikan ucapan terimakasihnya kepada keluarga Buya Syafi’i Ma’arif yang telah mengikhlaskan rumahnya untuk dijadikan sebagai jembatan bagi kaum muda dalam membuka wawasan dan pemikiran Buya Syafii.
Ia mengaku, sebelum Buya Syafii berpulang, Buya selalu membawa kunci rumahnya ke mana pun beliau berada. Saat ini, setelah kepergiannya, kunci rumah tersebut berubah menjadi kunci pembuka ilmu dan cakrawala kehidupan melalui berdirinya Serambi Buya Syafii.
“Meski Buya telah tiada saya sangat yakin banyak sekali anak-anak bangsa yang mengenang Buya dari berbagai latar belakang,” ujarnya mengenang.
Dalam momen tersebut Haedar mengajak anak muda untuk tidak melupakan sejarah serta mau belajar dari para tokoh bangsa. Menurutnya, sejarah adalah perjalanan hidup, dan dari situ setiap orang bisa belajar. Kita perlu belajar dari Buya yang mengajarkan itu semua kepada kita. “Saya pertama kali mengenal Buya tahun 1982, dan mengenal Buya lebih dalam pada tahun 1984 saat saya di IPM. Kehidupan Buya bertumpuk dengan rumus kehidupan. Oleh karena itu kita perlu belajar dari perjalanan hidup Buya. Tentang bagaimana beliau merayap dari bawah dan memulai semuanya dari nol,” tegasnya.
Haedar menambahkan, di tengah arus informasi dan teknologi yang berkembang sangat pesat, anak muda harus bisa memanfaatkan itu. Memanfaatkan apa yang untuk melampaui pencapaian hidup Buya yang dipenuhi dengan keterbatasan. Walau belakangan kehidupan Buya berada pada puncaknya. Tapi kehidupan Buya tetap mudah dijangkau oleh siapa pun. Membumi. Tak canggung bergaul dengan siapa pun.
Meski beliau sangat menggandrungi demokrasi, dengan keteladanan, beliau mempraktekkan demokrasi melalu cara yang sangat egalitar. Hal itu Buya tunjukkan dengan tidak pernah marah ketika dikritik, walau kadang si pengkritik berlebihan.
Selain itu, hal lain yang perlu diteladani adalah kecintaannya kepada ilmu. Konsistensinya dalam membaca dan menulis tak jarang membuat anak muda malu. Di sebabkan ketekunan serta kedisiplinannya yang sangat tinggi terhadap literasi. “Buya adalah orang yang telaten dan rigid dalam urusan ini,” ujar Isngadi Marwah Atmaja, Direktur Pusdalitbang Suara Muhammadiyah pada kesempatan yang sama.
Haedar melanjutkan, Buya juga mengajarkan kita tentang bagaimana mencintai bangsa secara tulus. Tanpa canggung Buya bergaul dengan siapa pun tanpa membeda-bedakan agama, suku, ataupun golongan. Pada titik ini Buya pandai meempatkan segala hal secara proporsional.
Sebagai tokoh Muhammadiyah yang pernah menjadi orang nomor wahid di Muhammmadiyah. Buya selalu mengajarkan kepada kita bagaimana berjuang di Muhammadiyah dengan ketulusan. Ungkapannya yang sangat khas dan sering kita dengar “Jangan pernah takut miskin di Muhammadiyah.” Tegasnya yang diiringi dengan penekanan pada beberapa hal.
Di akhir sambutannya Haedar mengatakan, Serambi Buya Syafii adalah kunci pembuka ilmu dan dunia. Selain itu juga berfungsi sebagai ruang publik untuk mengenal pemikiran serta kehidupan Buya secara lebih dalam.” Generasi muda perlu belajar dari para tokoh bangsa. Agar generasi ini tidak tercerabut dari akarnya,” pesannya mengakhiri. (diko)