Krisis Tanda Jasa bagi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Krisis Tanda Jasa bagi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Guru Muhammadiyah Dok FGM Lamongan

Krisis Tanda Jasa bagi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Oleh: Bobi Hidayat, Dosen FKIP UM Metro

Potret perjalanan guru di masyarakat kian hari semakin dinamis. Istilah guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa mulai pudar tergerus waktu akibat dari kemajuan zaman. Kemajuan zaman menghantarkan kepada kebutuhan hidup para guru secara ekonomi yang semakin tinggi, sehingga mendorong guru dengan berbagai cara untuk terus berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tidak sedikit dijumpai guru yang kurang fokus dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Bahkan ada juga guru yang memutarbalikkan pekerjaan dimana pekerjaan sebagai guru sebagai pekerjaan sampingan, dan pekerjaan sampingan menjadi pekerjaan yang utamanya. Hal ini jelas akan mempengaruhi tugas menjadi seorang guru yang sangat mulia, tugas guru untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa.

Melihat kondisi di atas, pemerintah merespon dengan mengeluarkan undang-undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang harapannya dapat membantu mensejahterakan para guru sehingga guru dapat menjalankan tugasnya secara profesional, bentuk upaya pemerintah dalam memberikan penghargaan terhadap guru.

Pekerjaan guru menuntut kerja keras, kreatif dan cerdas, sehingga dapat menciptakan generasi bangsa yang handal dan kuat sebagai generasi penerus bangsa ini menuju generasi emas yang digadang-gadang pada tahun 2045. Namun, perlu waktu untuk merealisasikan tuntutan undang-undang ini yang berkorelasi pada perolehan kesejahteraan bagi guru berupa tunjangan profesi guru.

Berbeda dengan kenyataan dilapangan, dimana realisasi undang-undang tersebut belum sepenuhnya membawa angin segar bagi kesejahteraan para guru. Meski banyak guru yang telah merasakan dampak kesejahteraan dari adanya undang-undang ini namun banyak juga guru yang belum merasakan dampak kesejahteraan dari undang-undang ini meski sudah bergulir hampir lebih dari 17 tahun lamanya. Disisi lain ada juga yang memandang dengan adanya undang-undang ini malah memunculkan kesenjangan sosial antar sesama guru.

Kesenjangan yang terjadi misalnya terdapat guru yang sudah mendapat pengakuan profesional oleh pemerintah dan mendapat tunjangan profesi, namun memiliki kinerja yang sama dengan guru yang belum mendapat pengakuan profesional oleh pemerintah.

Waktu mengajar dan kualitas guru dalam mengelola proses pembelajaran juga dinilai masih sama, namun kesejahteraan yang diperoleh sangatlah berbeda. Hal ini selayaknya menjadi evaluasi pihak terkait untuk memperbaiki kinerja guru dengan mengelola proses pembentukan karakter guru baik oleh LPTK maupun oleh pemerintah sebagai penentu kebijakan.

Krisis penghargaan lain yang sering muncul dikalangan masyarakat terhadap guru adalah banyaknyanya guru yang diadukan ke pihak polisi dengan tuntutan pidana terhadap anak didiknya. Padahal tindakan guru merupakan bentuk mendidik siswa dengan caranya agar peserta didik menjadi lebih baik.

Hal ini membuat para guru lebih memilih mendidik dengan cara yang dipandang lebih nyaman meski terkadang guru merasa belum puas dengan hasilnya. Guru merasa tidak hanya menghantarkan siswa untuk menguasai materi pelajaran, namun guru berkewajiban juga untuk mendidik dengan menanamkan nilai-nilai pada diri siswa.

Selain itu, sering beredar di masyarakat rekaman atau video siswa yang melecehkan guru. Tidak adanya penghormatan terhadap guru. Siswa lupa bahwa kelak dari guru itulah dapat menghantarkan kesuksesan. Kondisi seperti ini sangatlah menyayat hati para guru. Guru yang seharusnya mendapat perlakuan yang terhormat, namun sebaliknya. Hal ini memang juga tidak serta merta berasal dari siswa.

Perilaku Sebagian guru yang seharusnya dapat menjadi contoh siswanya belum menampakkan akan hal itu. Sebagai contoh misalnya, di sekolah siswa dilarang merokok namun gurunya tidak memberikan contoh untuk tidak merokok. Bentuk contoh kecil sebagai guru yang belum menunjukkan perilaku yang baik sehingga belum menjadi contoh siswa yang baik dalam hal ini.

Oleh karenanya, kita semua tentu berharap bahwa guru tetaplah sosok orang penting bagi generasi penerus bangsa ini. Apapun statusnya, perjuanganya seharusnya perlu diapresiasi dengan berbagai penghargaan. Namun kenyataanya belum semua kesejahteraan guru telah diperhatikan, terutama guru honorer dan guru yang berada di pelosok negeri ini. Pahlawan tanpa tanda jasa bukanlah tanpa adanya imbalan.

Guru juga perlu hidup layak di zaman ini. Zaman yang menuntut kehidupan dengan biaya hidup yang tinggi. Selain itu masyarakat juga perlu memiliki pemikiran yang lebih luas bahwa segala upaya yang dilakukan oleh guru sejatinya dalam rangka memberikan pendidikan kepada anaknya. Pendidikan yang belum tentu mampu diberikan oleh orang tuanya di rumah, sehingga tidak dengan mudah menyeret guru ke ranah pidana akibat tindakan mendidiknya.

Selamat Hari Guru Nasional…..

Exit mobile version