KAMBOJA, Suara Muhammadiyah – Agenda internasionalisasi gerakan Muhammadiyah merupakan blue print yang memerlukan kerjasama antar segenap Pimpinan maupun Anggota masyarakat Muhammadiyah. Melalui pengabdian yang dilakukan oleh Pondok Hajjah Nuriyah Shabran Universitas Muhammadiyah Surakata, dengan menerjunkan mahasantrinya yang bernama Jajang Nurzaman dan Sidik Saiful Anwar selama satu tahun kedepan.
Setidaknya dapat membantu Muhammadiyah dalam menyebarluaskan nilai-nilai Islam secara universal serta merupakan bagian dari investasi Muhammadiyah dalam memperluas sayap dakwah untuk jangka panjang. Pengabdian yang dilakukan bertempat pada Sekolah Bersepadu Musa Asiah (SEPAMA) kampung Svey Khleang, Tboung Khmum, Kamboja.
Pengabdian di SEPAMA yang telah dilakukan selama kurang lebih tiga bulan tersebut banyak memberikan pengalaman. Awal mula perjalanan dimulai dari tanggal 5 Agustus jam 16.10 WIB dan sampai pada tanggal 6 Agustus malam hari kurang lebih jam 01.00 waktu setempat. Perjalanan dilakukan melalui stasiun kereta api Purwosari, Solo dan berhenti pada stasiun Jatinegara, Jakarta. Kemudian dilanjutkan menaiki taxi online ke Bandara Internasional Soekarno Hatta sampai dengan melewati batas negara Malaysia dan akhirnya mendarat di Bandara Internasional Phnom Penh, Kamboja.
Kami dijemput di Bandara oleh perwakilan guru dari SEPAMA, sedikit mengobrol tentang kabar dan perjalanan menggunakan bahasa Melayu. Adapun kosa kata bahasa Khmer yang pertamakali saya dengar adalah “cong” yang bermakna “sendok”, mengingat bahasa Khmer sangat asing bagi kami, kata “cong” kami pikir mereka mengucapkan “cok”, sebenarnya merasa menggelitik ketika mendengar kata baru apalagi kata tersebut berbeda makna bila dipakai di Indonesia.
Sedikit informasi, posisi supir mobil yang ada di Kamboja di sebelah sisi kiri, bukan sisi kanan seperti layaknya di Indonesia. Itupun barang tentu menjadi suatu hal yang membingungkan ketika awal mula melihat kultur yang berbeda dengan negara asal, rasanya seperti linglung dan merasa real dunia terbalik.
Perjalanan dari Phnom Penh ke lokasi pengabdian kurang lebih memakan waktu 4-6 jam, selama perjalanan di pusat ibukota negara senantiasa dlihatkan oleh hal-hal menakjubkan, mulai banyaknya Wat (tempat ibadah orang-orang Budha Khmer) juga pada cantiknya gemerlap cahaya kota. Kamboja merupakan negara berbentuk kerajaan yang mayoritas penduduknya beragama Budha, Islam Cham menjadi minoritas di tengah-tengah lingkungan masyarakat Khmer Budha.
Meskipun minoritas, kami salut dengan kehidupan masyarakat Islam Cham yang masih terawat akan persatuan serta budaya Islam masih kental. Selang keluar dari pusat ibukota, perjalanan dengan suasana ramai kota tidak ada lagi, kecuali melihat sisi kanan-kiri gelap dan hanya ada satu dua cahaya yang menemani perjalanan malam disertai hujan, syahdu serta menenangkan.
Sesampainya dilokasi tempat mukim untuk setahun kedepan, tepat di ruang kantor tertulis “Hidup-hidupilah YASMA, dan Jangan Mencari Penghidupan di YASMA (berikut juga bertuliskan dalam bahasa Khmer)” bagi orang Muhammadiyah, kata-kata tersebut sudah tidak asing apabila kata “YASMA” digantikan dengan “Muhammadiyah” bahkan bagi kader persyarikatan, kata-kata tersebut sudah terpatri di dalam sanubari.
Awal mula kami tidak melihat tulisan kecil di bawah kalimat tersebut, setelah dilihat secara seksama ternyata terdapat tulisan kecil yang bertuliskan “Ilham daripada Kiayi Haji Ahmad Dahlan”. Barang tentu, kata-kata tersebut sangat melegakan karena di Kamboja nilai-nilai Muhammadiyah tertuliskan tepat di kantor Sekolah Bersepadu Musa Asiah.
Di SEPAMA kami mengajar mata pelajaran pendidikan agama Islam, tahfidz, Qur’an, bahasa Arab, bahasa Indonesia, bahasa Melayu (Arab Jawi), komputer, kukurikulum (penjas) dari jam 7 pagi s/d 5 sore setiap hari senin sampai dengan jum’at dan pula mengaji bersama ibu-ibu pada malam harinya. Memang dalam kurikulum di SEPAMA tidak diajarkan mengenai mata pelajaran Kemuhammadiyahan, akan tetapi nilai-nilai tentang spirit Islam dan Kemuhammadiyah dapat kita transfer pada anak didik dan goalnya dapat kita ajak belajar di PTM.
Dengan berlangsung beberapa bulan, beberapa murid senantiasa kami ajak berbicara dengan bahasa Indonesia, cukup menggembirakan mereka sudah lumayan lancar dalam berbahasa Indonesia. Meskipun mereka masih berbicara dengan struktur bahasa yang kurang tepat, akan tetapi dapat kita fahami apa yang mereka katakan, begitupun sebaliknya.
Pernah kami tanyakan pada anak murid kelas 8, ada beberapa anak yang memiliki ketertarikan untuk belajar di Indonesia, bahkan paska lulus SMP ingin langsung ke Indonesia, terbang bersama kami. Harapan besar semoga mereka semakin lancar berbicara Indonesia dan pada masa kuliah nanti, anak-anak murid mampu melanjutkan pendidikan di Indonesia pada umumnya dan di Lembaga Muhammadiyah khususnya. (JN)