BANDUNG, Suara Muhammadiyah — Lupa tidak bawa block note dan pena, Alhamdulillah melalui HP yang baterenya kurang dari 20% ini mampu merekam beberapa catatan khutbah nikahnya mas Izzat dan neng Rahmi. Disampaikan oleh Ayahanda Drs. H. Fahmi Muqoddas, M.Hum., anggota MTT PP Muhammadiyah dan Ketua BPH Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) di Gedung Resko Nugraha 1, Ujungberung, Bandung, Ahad (4/12).
Meski usianya sudah tidak lagi muda, bisa ditunjukkan dengan keriput di wajah beliau dan rambut yang memutih, namun nampak bahwa jiwanya masih muda, beliau gesit dan energik, ramah dan wibawa. Wajahnya khusyuk dan teduh, memandangnya membuat iman yang futur kembali subur, insyaallah.
Dalam salah satu akun media sosial, dilengkapi dengan beberapa foto berharga bersama isteri tercinta di teras rumah, serta foto duduk di kereta bersama temannya yang sedang mengangkat telephone, tertanggal Sabtu, 3 Desember 2022 beliau menulis…
“Bismillahi majraaha wa mursaahaa, anak polah bapak pradah. Mohon doa ke para fesbukian agar saya bersama Pak Santo sehat selamat sampai di Bandung untuk memenuhi amanah harapan dari anak ideologis saya. Alumni PUTM yang insya Allah Ahad besuk pagi akan akad nikah dengan sesama alumni PUTM seangkatan di Kota Bandung. Ananda Rahmi dan Izzad minta saya untuk menyampaikan khutbah nikah pada acara ijab qabulnya. Alhamdulillah isteri saya mengizinkan dan mendoakan bahkan mengantar saya di depan teras rumah dengan salaman dan doa Bismillahi majraaha wa mursaahaa, ngati2 fii amanillah. Salamku nggo Rahmi yo.,”
Izzat Ziauddin Abdullah dan Rahmi Nurmawaddah, keduanya merupakan alumni Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM), maka tidak heran jika Ust. Fahmi memanggil keduanya dengan sebutan anak ideologis. Setelah bertahmid dan bersalawat, lalu menjelaskan secara ringkas hakikat pernikahan, antara lain begini pesan dan nasehat dari khutbah nikah tersebut,
- Anda tidak akan meraih ketenangan, manakala hubungan pernikahan dibangun atas dasar suudzan, saling mencurigai dan justru tidak memunculkan rasa saling percaya satu sama lain.
- Bahwasanya pondasi cinta antara lain terdiri dari dua hal, yakni ta’awun atau sikap saling menolong, kemudian tasamuh atau sikap saling pengertian dan saling menghargai, yang dilandasi dengan kesadaran bahwa tidak ada insan yang sempurna. Masing-masing orang mempunyai sisi kesempurnaan, pun juga kekurangan.
- Pesan untuk suami: pergauli istri dengan baik, terima ia dengan sepenuh hati, sempurnakan dirinya dengan cara mendidiknya menjadi perempuan yang shalihah, yang patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Ingat ingatlah pesan Allah Swt:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا …
… Pergaulilah mereka dengan baik (tidak menyakiti mereka, dan berbuat baiklah kepada mereka). Jika kalian tidak menyukai mereka (karena sesuatu hal yang sifatnya duniawi, maka bersabarlah terhadap mereka). Karena boleh jadi di balik sesuatu yang tidak kalian sukai itu, Allah menjadikan banyak kebaikan (di dalam kehidupan dunia dan Akhirat) (QS. An-Nisa: 19).
Jika suatu hari terbesit dalam suami, sesuatu yang kurang baik terhadap istri, ingatlah sabda Rasulullah tentang satu hal ini, bahwa perlakuan suami terhadap istri merupakan cermin dan kadar keimanan seorang beriman.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ : أَكْمَل الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ (رواه الترمذي)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-sebaik kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya”
- Pesan untuk istri: jadilah engkau amanah. Sesungguhnya engkau akan diprtanggungjawabkan di hari akhir kelak, maka dari itu bantulah suami. Luruskanlah niat. Sambutlah ia sebagai suami dan pemimpinmu, jadilah ketaatan kepada suami sebagai wasilah beribadah kepada Allah SwT. Terima dan sambutlah ia dengan sepenuh cinta dan ketaatan. Layani ia dengan belaian dan kehangatan. Manjakan ia dengan kelembutan dan kecerdasan. Bantulah dengan kesabaran dan doa. Hiburlah dengan nasihat yang baik, bangkitkan dengan keceriaanmu dan ketegaranmu, serta tutuplah kekurangannya dengan kemuliaan ahlakmu. Maka, jika engkau telah melakukan yang demikian itu, tidak ada gelar lain yang layak bagimu selain al-mar’atu al-shalihah.
Beliau juga mengutip sebagian khutbah Rasulullah SAW saat haji wada’ tentang perempuan, yang kurang lebih isinya sebagai berikut:
Wahai manusia, sebagaimana kamu (suami) mempunyai hak atas istrimu, mereka juga mempunyai hak atasmu. Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka atasmu, maka mereka juga mempunyai hak atas nafkahmu secara lahir maupun batin.
Berlaku lemah lembut terhadap mereka, karena sesungguhnya mereka adalah teman dan sahabatmu yang setia, serta halal hubungan suami-istri atas kalian. Dan kamu berhak melarang mereka memasukkan orang yang tidak kamu sukai ke dalam rumahmu.
Jika istri-istri kalian mengerjakan hal-hal tersebut, Allah mengizinkan kalian untuk mendiamkan mereka di tempat tidur dan memukul mereka, namun jangan sampai melukai mereka.
Jika mereka telah sadar dan bertaubat, mereka berhak mendapatkan nafkah dan pakaian dengan cara yang baik. Berbuat baiklah kepada para istri kalian…
Sebelum menutup khutbah, beliau mendoakan mempelai, semoga ananda dapat mewujudkan keluarga yang harmonis dan bahagia, sakinah mawaddah warohmah. Senantiasa takwa, senantiasa berbakti kepada orang tua, untuk agama nusa dan bangsa, dan Allah segera memberi anak-anak turunan yang shalih shalihah, sehat, cerdas, takwa, unggul, serta mampu memberi pencerahan terhadap peradaban manusia. (Diyan)