104 Tahun Madrasah Mu’allimin, Lahirkan Ulama, Pemimpin dan Pendidik Berkualitas

104 Tahun Madrasah Mu’allimin, Lahirkan Ulama, Pemimpin dan Pendidik Berkualitas

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai cikal bakal sekolah para kader Persyarikatan menyelenggarakan resepsi miladnya yang ke-104 tahun sejak awal berdirinya pada tahun 1918. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Kampus Terpadu yang berada di Sedayu, Bantul, Yogyakarta, Kamis (8/12).

Kegiatan resepsi milad ini turut dihadiri langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi, Direktur Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah, H Aly Aulia, Lc., MHum, Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta sekaligus Anggota PP Muhammadiyah, Dr H Agung Danarto, MAg.

Selain hadir pula jajaran direksi, pengurus, pendidik Madrasah Mu’allimin, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY, Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Pengurus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta, dan beberapa tamu undangan lainnya.

Dalam sambutannya, Prof Haedar memberikan ucapan selamat atas milad yang telah dicapai oleh Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah. Menurutnya, Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah lahir menjadi titik awal perjalanan panjang yang telah berusia 1 abad lebih dari rahim Pendidikan Islam modern. Sekolah bercorak pondok pesantren itu lahir dari gagasan dan buah pemikiran Kiai Haji Ahmad Dahlan sang pendiri Persyarikatan Muhammadiyah.

Pada awal berdirinya, nama dari madrasah ini bernama Qismul Arqa. Kemudian berubah nama pada tahun 1924 menjadi Kweekschool Muhammadijah. Dan dipakemkan pada tahun 1930 menjadi Madrasah Mu’allimin Mu’allimat Muhammadiyah.

“Atas nama PP Muhammadiyah kami menyampaikan tahniah atas milad ini. Tentu milad bukan sekadar untuk kita ritual menyelenggarakan acara, tetapi sebagai refleksi sekaligus proyeksi dari madrasah ini untuk hadir semakin kokoh, semakin maju, menjadi lembaga pendidikan kader unggul dan berkemajuan. Kami menyampaikan terima kasih atas segala pengkhidmatan dari para pimpinan, guru, dan keluarga besar Madrasah Mu’allimin yang telah membawa Mu’allimin ini menjadi madrasah yang membanggakan,” ujarnya.

Capaian yang telah diraih oleh Madrasah Mu’allimin menjadi manifestasi dari pergerakan dan pengkhidmatan seluruh pihak. Hal itu tampak dari rekam jejak kelahirannya di mana madrasah ini mendidik para pendidik. Tidak sampai disitu, pada saat bersamaan, juga ingin melahirkan ulama (mu’alim) dan zuama (pemimpin atau pendidik). Dari tiga hal inti itulah kemudian menjadi satu-kesatuan di dalam tujuan pendidikan dari Madrasah Mu’allimin, begitu pula Madrasah Mu’allimat.

“Menghasilkan ulama, menghasilkan mu’alim, dan menghasilkan zuama yang berkualitas untuk kepentingan pergerakan Persyarikatan memajukan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta,” ungkapnya.

Prof Haedar mengungkapkan semua hal yang telah digerakan oleh Madrasah Mu’allimin harus senantiasa ditumbuhkembangkan jika ingin ke depan madrasah ini makin berkualitas. Dan dibarengi dengan sebuah lompatan-lompatan besar dan berani untuk mendendangkan Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat pada tangga kemajuan yang bersifat superlative.

Semua itu tentu diperlukan motivasi nilai (value). Sebab agama Islam sendiri telah mengajarkan tentang nilai utama (al-qimah al-fadhilat). Lewat Al-Qur’an, terbentang luas bagaimana pembumian nilai-nilai utama diberlakukan. Semua ini menjadi titik temu dari kehadiran Islam sebagai sumber inspiriasi, motivasi, dan nilai utama itu sendiri yang dirakit kuat di dalam kitab suci nan adiluhung tersebut.

Tetapi dimensi Islam yang memiliki nilai-nilai utama itu kerap diolengkan oleh segelintir orang. Mereka berusaha ingin menyempitkan dan membonsai (mengerdilkan) dimensi nan luas makna dan pengajarannya itu. Sehingga, Prof Haedar berharap kepada seluruh peserta didik lulusan Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat bahkan guru dan anggota Persyarikatan tidak ada yang memiliki pikiran seperti zaman Kiai Haji Ahmad Dahlan yang menolak gagasan pembaharuan dan pendirian Persyarikatan Muhammadiyah.

“Kalau ingin menjadi the greatherst, kita harus reformulasi value (nilai), alam pikiran (minda), dan state of main tentang Islam. Yang dalam rujukan perspektif Muhammadiyah sebagai Islam Berkemajuan. Dan di Muktamar kemarin (Surakarta) sudah diproduk satu lagi yang bernama Risalah Islam Berkemajuan. Baca dan jadikan rujukan. Poin pentingnya adalah tanamkan nilai-nilai Islam itu yang maju, yang membangun peradaban, dan bermula dari tradisi Iqra (membaca) di Mu’allimin dan Mu’allimat,” tegasnya. (Cris)

Exit mobile version