JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pendidikan Indonesia abad XXI menempatkan kembali pendidikan karakter sebagai ruh atau demensi terdalam pendidikan nasional, berdampingan intelektualitas yang dapat dilihat dari pencapaian kompetensi. Karakter yang kuat disertai kompetensi yang tinggi diharapkan akan mampu memenuhi berbagai kebutuhan, tantangan dan tuntutan. Oleh karena itu, selain pengembangan intelektualitas, pengembangan karakter peserta didik sangatlah utama dalam pendidikan.
Sebagai Jantung hati pendidikan karakter mengintegrasikan, memperdalam, memperluas dan menyelaraskan berbagai program yang ada di sekolah. Mengintegrasikan kegiatan kelas di luar kelas, sekolah di luar sekolah. Memadukan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Pelibatan seluruh warga sekolah, keluarga dan masyarakat. Penyelarasan tugas pokok guru, manajemen berbasis sekolah dan fungsi komite sekolah.
Sri Sayekti, Kepala Sekolah Penggerak Berkemajuan SD Muhammadiyah1 Ketelan Surakarta berbagi pengalaman, sharing praktik baik Side Event Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2022 Ruang Binakarna, Lantai 1 Hotel Bidakara Jakarta Bersama Wakil Kepala Sekolah bidang Humas Dwi Jatmiko.
“Sebagai salah satu Sekolah Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan Sekolah Penggerak merasa terpanggil untuk ikut serta menyukseskan pendidikan anti korupsi (PAK),” tutur Sayekti, Sabtu (10/11/2022).
Sayekti mengungkapkan Pendidikan Anti Korupsi di satuan pendidikan terutama di sekolah dasar merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi.
Dalam proses tersebut, maka Pendidikan Anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif) namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku korupsi.
“Pendidikan antikorupsi (PAK) merupakan upaya preventif yang dapat dilakukan untuk generasi muda sejak dini, dengan melalui tiga jalur,” ujar Sayekti.
Lebih lanjut dijelaskan Sayekti, Pendidikan di sekolah yang disebut dengan pendidikan formal, Pendidikan di lingkungan keluarga yang disebut dengan pendidikan informal dan Pendidikan di masyarakat yang disebut dengan pendidikan nonformal. Sekolah berfungsi sebagai pengembangan pendidikan intelektual dan juga bertujuan membangun karakter atau membangun nilai-nilai kemanusiaan siswa.
“Pendidikan antikorupsi dalam konteks ini termasuk dalam kategori pendidikan nilai, karena yang ingin dikejar oleh pendidikan antikorupsi tidak lain adalah membentengi anak-anak dari perilaku koruptif dengan membekali nilai-nilai luhur sebagaimana dikembangkan oleh pendidikan nilai karakter,” kata Sayekti.
Pendidikan anti korupsi tentunya harus mengintegrasikan domain pengetahuan (kognitif), sikap serta perilaku (afeksi), dan keterampilan (psikomotorik). Nilai-nilai PAK harus ditanamkan, dihayati, diamalkan setiap insan Indonesia sejak usia dini sampai perguruan tinggi, bila perlu long life education, artinya nilai-nilai PAK menjadi nafas di setiap waktu, setiap tempat semasa masih hidup.
“Maka yang dibutuhkan sekolah adalah model penyelenggaraan PAK terbaik dan model yang dapat dilakukan yaitu: Model Terintegrasi dalam Mata Pelajaran, Model di Luar Pembelajaran melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler dan Model Pembudayaan/Pembiasaan Nilai dalam seluruh aktivitas kehidupan siswa.,” kata Kepala SD Muh 1 Solo tersebut.
Sebagai sosok teladan yang terpilih menjadi kepala sekolah penggerak, Sayekti juga harus menyiapkan guru-guru yang unggul, memiliki kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial yang baik.
“Saya memilih guru dan tim work dengan kompetensi profesional artinya pendidk yang tidak gagap teknologi (gaptek) alias dia harus melek IT. Sehingga merealisasi kegiatan pembelajaran Penanaman Nilai-Nilai Antikorupsi pada diri siswa adalah melekatnya nilai-nilai kejujuran, tanggungjawab, kemandirian, kedisiplinan, keberanian, keadilan, kesederhanaan, kerja keras, kepedulian dan tidak korupsi,” tutur Sayekti. (Jatmiko)