BANTUL, Suara Muhammadiyah – Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah telah selesai diselenggarakan bertempat di Surakarta, Jawa Tengah dan berjalan sangat sukses. Dengan kesuksesan Muktamar itulah yang kemudian oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul diwujudkan dengan menyelenggarakan acara Pengajian Akbar Tasyakur Muktamar. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada Minggu (18/12) bertempat di Gedung Dakwah Muhammadiyah Kabupaten Bantul, D.I.Yogyakarta.
Kegiatan Pengajian Akbar ini dihadiri ratusan warga Persyarikatan yang ada di wilayah Kabupaten Bantul dan sekitarnya. Dan dihadiri secara langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi, Ketua PW Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta, Drs H Gita Danu Pranata, SE., MM, Ketua PDM Kabupetn Bantul, Drs H Sahari, Ketua PW Aisyiyah Bantul, Dra Hj Her Muryani, Sesepuh PDM Kabupaten Bantul, Drs H Syu’aib Musthofa, Pimpinan Organisasi, Majelis, Lembaga, dan seluruh tamu undangan lainnya.
Dalam tausyiyahnya, Prof Haedar mengatakan Muktamar di Surakarta menjadi contoh dari Muktamar yang bermartabat, di samping menjadi pantulan dari uswah Hasanah sebagaimana mutiara perilaku Nabi Muhammad Saw. Dan juga Muktamar berkemajuan yang melahirkan kemajuan-kemajuan di berbagai bidang kehidupan bangsa, negara, dan kemanusiaan semesta.
“Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah kemarin memang mencerminkan jati diri apa yang kita miliki. Kita bermuktamar di gedung edutorium termegah dan termahal di Surakarta, bahkan di Jawa Tengah. Dan itu dibangun dengan kekuatan dana kita sendiri,” ujarnya.
Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menyebut gedung yang dibangun bukan saja hanya dipandang dari segi fisiknya saja, tetapi disitu terdapat jiwa atau ruh yang hidup (ruhul harakah). Jiwa itu terus hidup di dalam tubuh Muhammadiyah dan Aisyiyah sejak awal berdirinya hingga melampaui usia satu abad sampai sekarang.
Dengan jiwa yang hidup itu, Muhammadiyah dan Aisyiyah telah hadir dalam berkiprah untuk mencerdaskan kehidupan umat. Manifestasinya dengan pendirian gedung-gedung pendidikan tinggi dan sekolah terbentang luas di seluruh persada negeri.
“Maka ini layak kita syukuri dengan cara berterima kasih kepada para pendiri, pelanjut, dan seluruh penggerak Muhammadiyah dan Aisyiyah sampai ke pelosok-pelosok terjauh,” tuturnya.
Kiprah dan peran yang telah dilakukan selama ini oleh kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu harus memancarkan rasa kesyukuran nan tinggi. Bahwa memiliki rasa syukur itu penting, sebab dengan kesyukuran itu akan mendorong Muhammadiyah dan Aisyiyah untuk tampil maju dan berkembang lebih baik bukan hanya pada hari ini, tetapi untuk kelanjutan hari-hari di masa yang akan mendatang.
“Tasyakur (bersyukurnya) bagaimana memanfaatkan anugerah dan keberhasilan ini untuk maju lebih jauh lagi agar kita bisa memberi maslahat (manfaat) untuk umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta,” katanya.
Semua itu bersumbu dari adanya ruh keihlasan di dalam jiwa pimpinan, kader, bahkan aktivis Muhammadiyah dan Aisyiyah. Dan pancaran keikhlasan berbuat untuk mengharap rida Ilahi. Sehingga dari seluruh kiprah-kiprah yang digerakan untuk kepentingan umat secara universal, harus memiliki ruh keikhlasan sebagai puncak tertinggi di dalam dimensi kehidupan.
“Ikhlas itu berada di puncak tertinggi. Posisinya seperti di sidratul muntaha, dari mereka yang berilmu dan beramal. Maka orang yang sudah bisa ikhlas dalam hidup, termasuk ketika dia menerima musibah, itu tandanya orang sudah masuk pada puncak keutamaan. Dan itu yang hidup di Muhammadiyah dan Aisyiyah,” katanya.
Prof Haedar mengajak warga Muhammadiyah dan Aisyiyah di Wilayah Bantul untuk merawat tasyakur lewat keikhlasan secara saksama sebagai manifestasi tasyaruf (memanfaatkan anugerah Allah dengan sebaik-baiknya). Selain itu, bentuk tasyakur lainnya pada dasar gerakan Persyarikatan yang memiliki nilai (value), fondasi, bingkai, dan orientasinya yang bernapaskan pada Islam dan bersumbu pada sumber primer Islam, yakni Al-Qur’an dan Al-Sunnah Al-Maqbulah.
Di sini, Prof Haedar menekankan kepada segenap warga Persyarikatan di wilayah Bantul, bahkan seluruh penjuru negeri agar senantiasa menjaga dan merawat Persyarikatan yang berjalan di bentangan sajadah panjang keislaman dalam rahim Al-Qur’an dan Al-Sunnah Al-Maqbulah hari ini dan tentunya hari-hari ke depan dalam menghadapi tantangan super kompleks.
Lebih lanjutnya, istri dari mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah dua periode itu menyebut jika Muhammadiyah dan Aisyiyah secara serempak mengajak kepada seluruh warga Persyarikatan untuk terlibat memahami agama Islam dan mengaktualisasikan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, bahkan dalam kemanusiaan global. Akan terasa berat jika dilakukan sorang diri, sehingga harus kolektif digerakan secara bersama-sama (al-jama’ah).
“Maka yang harus kita lakukan adalah gerakan tadayyunniyah. Yaitu menanamkan terus-menerus nilai-nilai agama dalam kehidupan. Kiai Dahlan dan pendiri awal Muhammadiyah dan Aisyiyah telah meletakan dasar kita menanamkan nilai-nilai agama, yakni agama yang al-ruju’ ila al-qur’an wa al-sunnah wa al-ijtihad lalu aktualisasinya dengan menjalankan misi dakwah dan tajdid,” pungkasnya.
Dari situlah, menunjukkan eksistensi kehadiran Muhammadiyah dan Aisyiyah yang bergerak melintasi zaman yang berkemajuan dan berkhidmat untuk menyebarluaskan ajaran Islam sebagai cita-cita utama dari misi pergerakan organisasi Islam tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. (Cris/Rief/Dhel)