Hadits Menjaga Lisan
Oleh: Sukahar Ahmad Syafi’i
Pembahasan pentingya menjaga lisan serta dampak negatifnya banyak dibahas oleh para ulama, khususnya ulama akhlak dalam bab kejujuran (ash-shidqu). Sedang dalam Al-Qur’an, kata lisan digunakan di beberapa tempat dan menunjukan beragam makna, antara lain “bahasa” (Qs. An-Nahl: 103), “pujian” (Qs. Maryam: 50), dan “doa” (Qs. Al-Maidah: 78). Lisan adalah salah satu organ tubuh yang akan dimintai pertanggungjawabanya di hari akhir, selain hati, mata dan pendengaran.
Oleh karena itu, Nabi Saw. memberikan penekanan pada umatnya agar mengfungsikan lisan sesuai dengan maksud penciptaannya yang harus diiringi dengan adab yang baik. Rasul Saw. menganjurkan untuk berpikir dan menimbang lebih dulu sebelum mengatakan sesuatu, agar lisan tidak memberikan dampak buruk pada pemiliknya di dunia dan di hari akhir nanti. Sesuai dengan pepatah menjaga lisan, “mulutmu harimaumu”.
عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ : إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يَنْزِلُ بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ (رواه ابن حبان)
“Dari Isa bin Thalhah dari Abu Hurairah, ia mendengar sabda Rasulullah Saw.: “Sungguh (jika) seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikir terlebih dahulu, ia pun akan terlempar ke neraka (yang) jauhnya antara timur dan barat” (HR. Ibnu Hibban)
Hadits ini terekam dalam Shahih Ibn Hibban no. 287; Shahih Al-Bukhari no. 6477; Shahih Muslim no. 2987; dan Musnad Ahmad no. 8411. Pun Nabi Saw. memberi perhatian agar si pemilik lisan fokus pada esensi (inti) perkataan-ucapannya dengan tidak asal bunyi, sebab murka Allah ditamsilkan dengan hukuman neraka selama 70 tahun.
عَن أبي هُرَيرة ، قال : قال رَسُول اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وَسَلَّم :إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سُخْطِ اللَّهِ، لَا يَرَى بِهَا بَأْسًا، فَيَهْوِي بِهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ سَبْعِينَ خَرِيفًا (رواه أحمد)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : Bisa jadi seseorang mengatakan satu kalimat yang dimurkai Allah, suatu kalimat yang menurutnya tidak apa-apa. Akan tetapi, dengan sebab kalimat itu dia jatuh ke neraka selama tujuh puluh tahun.” (HR. Ahmad)
Hadits ini tersebut dalam Musnad Ahmad no. 1585; Sunan an-Nasa’iy al-Kubra no. 1176; dan Musnad al-Bazzar no. 8556; dan dishahihkan oleh Syu’aib al-Arnauth. Oleh karena itu menjaga lisan, menurut ulama adalah bagian pokok dari ajaran Islam yang dapat dijabarkan ke dalam beberapa hal:
Menjaga lisan adalah sendi utama keimanan
Keimanan di sini diibaratkan dengan lisan sebagai salah satu komandan organ-organ utama tubuh.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ ، قَالَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: تُصْبِحُ الأَعْضَاءُ تُكَفِّرُ اللِّسَانَ تَقُولُ :إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ: اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ، فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا (رواه النسائي)
“ Dari Abi Sa’id Rasulullah Saw. bersabda : Bila manusia berada di waktu pagi, seluruh anggota badan tunduk kepada lisan lalu berkata, “Takutlah kepada Allah untuk kami, kami bergantung padamu. Bila engkau lurus, kami pun lurus. Dan bila engkau bengkok, kami pun bengkok.” (HR. An-Nasa’iy)
Hadits ini terekam dalam Sunan an-Nasa’iy al-Kubra vol. 8: 165; Al-Muwattha’ no. 2841; Musnad Abu Ya’la no. 1185, dimana menurut Nashiruddin Al-Albani, dinilai hasan. Dalam Hadits lain gamblang dijelaskan bahwa menjaga lisan adalah salah satu pokok keimanan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda : Siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata-kata baik atau diam, dia tidak menyakiti tetangganya, (dan) memuliakan tamunya” (HR. Al-Bukhari)
Menjaga lisan adalah perwujudan pokok kebaikan
عَنْ أَبِي وَائِلٍ ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ ، قَالَ : كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ ، فَأَصْبَحْتُ يَوْمًا قَرِيبًا مِنْهُ وَنَحْنُ نَسِيرُ ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي عَنِ النَّارِ ، قَالَ : لَقَدْ سَأَلْتَنِى عَنْ عَظِيمٍ وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ تَعْبُدُ اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ وَتَحُجُّ الْبَيْتَ:ثُمَّ قَالَ : أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ. قُلْتُ بَلَى يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ : :كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ : ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ (رواه ابن ماجه)
“Dari Abi Wail, dari Mu’adz bin Jabal berkata: Aku bersama Nabi Saw. dalam satu perjalanan dimana suatu hari aku dekat dengan beliau lalu aku bertanya: Wahai Rasulullah beritahukan padaku amalan yang dapat memasukanku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka. Bersabda: “Sunguh engkau bertanya tentang sesuatu yang besar. Padahal sebenarnya ia mudah (dilakukan) bagi siapa saja yang di mudahkan oleh Allah. Yaitu, engkau beribadah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun, tunaikan shalat, zakat, puasa ramadhan dan berhaji ke baitullah.” Maukah engkau Aku kabarkan sesuatu yang menjadi kunci itu semua?”
Jawabku: “Ya, Nabiyallah”. Lalu beliau memegang lisannya dan bersabda: “Tahanlah (lidahmu) ini.”Aku bertanya, “Wahai Nabiyallah, (apakah) kita akan disiksa sebab perkataan yang kita ucapkan?” Jawab Beliau: “(Celakalah kamu), ibumu kehilanganmu wahai Mu’adz! Tidaklah manusia itu disungkurkan ke dalam neraka di atas muka atau hidung mereka, melainkan karena hasil ucapan lisan mereka.” (HR. Ibnu Majah)
Hadits ini termaktub dalam Sunan Ibn Majah no. 3973 dan Sunan at-Tirmidzi no. 2616 serta dinilai oleh At-Tirmidzi sebagai hasan shahih.
Menjaga lisan adalah pokok keselamatan dan jalan ke surga
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ,قَالَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-:أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ (رواه الترمذي)
“Dari Abi Umamah, dari Uqbah bin Amir al-Juhaniy bertanya kepada Rasulullah Saw.: Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu? Sabda Rasulullah Saw.: “Jaga lisanmu, hendaklah rumahmu membuatmu merasa lapang (betah tinggal di rumah), dan menangislah karena dosa-dosamu” (HR. At-Tirmidzi)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَقَاهُ اللَّهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ، وَشَرَّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ دَخَلَ الجَنَّةَ (رواه الترمذي)
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda: Siapa yang dijaga oleh Allah dari kejahatan sesuatu yang ada di antara kedua jambangnya (lisan) dan kejahatan di antara kedua kakinya (kemaluan), ia masuk surga” (HR. At-Tirmidzi)
Menjaga lisan adalah pokok penghargaan bagi orang lain
Menjaga lisan berdampak sosial sebagai wujud penghormatan antar sesama insan, dimana tutur kata yang baik, santun dan proporsional akan menimbulkan sikap saling menyayangi sesama. Terkait menjaga lisan ini suatu saat Nabi menegur Aisyah ra. yang jika digambarkan mencela fisik istri Nabi lain, Shafiyah, karena cemburu.
عَنْ أَبِي حُذَيْفَةَ ، عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : قُلْتُ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: ﻗُﻠْﺖُ ﻟِﻠﻨَّﺒِﻲِّ ﺣَﺴْﺒُﻚَ ﻣِﻦْ ﺻَﻔِﻴَّﺔ ﻛَﺬَﺍ ﻭَ ﻛَﺬَﺍ ﻭَ ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟﺮُّﻭَﺍﺓُ : ﺗَﻌْﻨِﻲْ ﻗَﺼِﻴْﺮَﺓٌ , ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻟَﻘَﺪْ ﻗُﻠْﺖِ ﻛَﻠِﻤَﺔً ﻟَﻮْ ﻣُﺰِﺟَﺖْ ﺑِﻤَﺎﺀِ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮِ ﻟَﻤَﺰَﺟَﺘْﻪُ (رواه ابو داود)
“Dari Abu Hudzaifah, dari ‘Aisyah berkata: Kukatakan pada Nabi Saw.: “Cukup bagimu dari Shafiyah “ini dan itu”. Sebagian rawi berkata :”’Aisyah mengatakan Shafiyah pendek” Nabi Saw pun bersabda:”Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat, yang seandainya kalimat tersebut dicampur dengan air laut niscaya akan merubahnya (karena sangat kotor dan bau sehingga bisa merubah air laut)” (HR. Abu Dawud).
Sumber: Majalah SM No 1 Tahun 2020 dengan judul Menjaga Lisan