Penguatan Ideologi dan Organisasi di Tengah Tarikan Politik Praktis
SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Kondisi kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan politik yang serba tidak pasti seperti itu juga mengindikasikan runtuhnya nilai-nilai keagamaan dan ideologi bangsa. Karena itu, bagi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dakwah Islam amar makruf nahi mungkar dan tajdid, krisis multidimensi tersebut menjadi tantangan tersendiri yang membutuhkan upaya serius dan sistematis untuk ambil bagian dalam menyelesaikannya, baik di level nasional maupun wilayah dan daerah.
Dalam menghadapi aneka persoalan yang semakin kompleks tersebut, upaya untuk memperkuat basis ideologis dan keorganisasian Muhammadiyah perlu dilakukan dari berbagai sisi. Pemetaan ideologi politik dan ekonomi yang saat ini berkembang dan membangun budaya organisasi melalui penguatan tata kelola organisasi setidaknya menjadi prasyarat bagi Pimpinan Muhammadiyah agar dapat menemukan kembali strategi gerakan Muhammadiyah yang autentik dalam menghadapi ragam persoalan bangsa yang berkembang baik pada skala nasional, regional maupun lokal. Berbagai masalah dan persoalan yang tengah dihadapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegar tersebut. Kiranya Muhammadiyah dapat mengambil peran dan memberikan solusi melalui pimpinan organisasi.
Agama akan rusak jika dipengaruhi 3 hal; 1) Ahli agama yang Maksiat; 2) Pemimpin ang semena-mena; 3) Orang yang berijtihad tapi Jahil. Maka dari itu Dalam acara ideopolitor ini berupaya mencari pimpinan Muhammadiyah yang mantap secara agama dan ideologi. Hal ini disampaikan oleh Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sleman, Harjaka, S.Ag., MA dalam dialog Ideopolitor yang di adakan oleh MPK PDM Sleman di Pendopo Rumah Dinas Bupati Sleman, Sabtu (07/01/2023).
Sri Purnomo dalam sambutannya menjelaskan bahwa tahun 2023 ini akan berjalan lebih cepat karena pesta demokrasi akan dimulai tahun 2024. Oleh karena itu perlu kiranya pimpinan Persyarikan diberikan penguatan ulang dalam komitmen Bermuhammadiyah, peneguhan kembali ideologi gerakan, pengayaan wawasan keislaman, dan pemberdayaan organisasi serta aktualisasinya berupa strategi dan taktik. Semua itu merupakan bagian dari modal cultural berorganisasi untuk merespons beragam masalah dan tantangan tersebut. Dalam konteks inilah, maka pelaksanaan Dialog Ideopolitor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sleman ini menjadi urgen dan strategis untuk dilaksanakan.
Kegiatan ini dibagi menjadi 2 sesi, sesi 1 dengan tema Ideologi dan Faham Agama Cabang Ranting di Tengah Gerakan Dakwah Lain dengan menghadirkan 2 narasumber, yaitu : Ikhwan Akhada, S.Ag., M.A (Ketua LPCR PWM DIY) dan Akhmad Afandi, S.Ag., M.S.I., (Sekretaris PDM Sleman) sedangkan sesi 2 dengan tema Dinamika Politik Muhammadiyah (Penguatan Organisasi dan AUM) dengan narasumber Prof. Tasman Hamami, MA., (Wakil Ketua PWM DIY) dan Dr. Phil. Ridho Alhamadi, MA., P(Wakil Ketua LHKP PP Muhammadiyah).
Ikhwan Akhada dalam materinya menyampaikan jika warga Muhammadiyah melaksanakan inti agama yaitu perintah, larangan, petunjuk dengan baik, maka ideologi Muhammadiyah akan selalu terjaga dengan baik. Ia juga menyampaaikan bahwa Warga Muhammadiyah boleh bergabung dengan partai apapun akan tetapi tetap membawa kepribadian Muhammadiyah dalam kegiatan politiknya. Selain itu warga Muhammadiyah harus bisa melaksanakan prinsip-hidup islami seperti yang telah diputuskan oleh Muhammadiyah seperti harus paham dan punya PHIWM, MKCH, HPT dan lainnya.
Sementara itu Akhmad Afandi dalam materinya menjelaskan pergeseren orientasi ber Muhammadiyah sebelum tahun 19500-an sebagai ladang dakwah, namun setelah tahun 1950-an beorintasi karena bekerja di AUM atau sebagai batu pijakan pada posisi tertentu. Selanjutnya ia berpesan kepada PCM se-Sleman agar memantapkan fikiran dan hati bahwa Bermuhammadiyah itu juga berislam, istiqomah dalam menjalankan tuntunan ibadah, berakhlaqul karimah, berkehidupan secara ikhsan, dan tunduk pada aturan Muhammadiyah. (zal)