Khidmat Kemanusiaan Gerakan Perempuan Muda
Oleh: Nurlia Dian Paramita, Ketua Bidang Organisasi dan Kerjasama Nasyiatul Aisyiyah 2016-2022
Nasyiatul Aisyiyah (NA) sebagai organisasi perempuan muda muhammadiyah mempunyai peran sangat signifikan. Gerakan ini beranggotakan perempuan usia 17-40 tahun. Usia emas yang sangat produktif dalam mendukung pembangunan, mengembangkan kepemimpinan dan memperkuat pilar keluarga yang menjadi fondasi keberhasilan generasi mendatang. Jika menilik sejarah berdirinya gerakan ini yang digagas oleh Sumodirdjo pada 1919 bertujuan untuk mengembangkan pendidikan melalui pengetahuan agama, menanamkan rasa persatuan dan memperbaiki akhlak.
Didalamnya terdapat penguatan kapasitas perempuan dengan rutin mengadakan pengajian, berpidato, jama’ah shubuh dan membunyikan kentongan umat islam di Kauman (Yogyakarta). Sungguh terobosan yang sangat progresif di kala itu dimana kultur patriarkhi masih sangat kuat tertanam pada masyarakat jawa yang menganut gaya feodalistik. Gerakan emansipasi perempuan mampu hidup berawal dari keprihatinan peradaban jawa kuno saat itu. Dalam platform ideologi muhammadiyah tentu segmentasi manfaat atas penyemaian ide, gagasan berdasarkan lapis struktur generasi usia perempuan menjadi prasyarat keberhasilan transformasi kader yang kaya pengetahuan dan terampil menganalisa problem berbasis tematik.
Cikal bakal NA
Sejak berdirinya NA pada 16 Mei 1931, organisasi perempuan muda ini mempunyai andil yang besar dalam memperjuangkan martabat perempuan agar diberikan akses keagamaan serta akses sosial lainnya seperti pendidikan. Dahulu bernama Siswa Proyo Wanito (SPW) berperan dalam kebangkitan nasional. Organisasi yang disebut oleh Siti Syamsiatun (2016) sebagai gerakan kesetiaan berlapis tiga, yakni terhadap agama, putri islam dan masyarakat Indonesia. Romantisme ini harus menjadi pendorong gerakan NA utk terus eksis meraih panggung nasional.
Gerakan kemanusiaan NA, sejak berdiri 1918, identik dengan art of giving, melakukan peran politik dengan gerakan memberi. Dalam tinjauan Mitsuo Nakamura (1983), Menyediakan lokasi pengungsian ketika terjadi letusan Gunung Kelud 1918, menggalang dana untuk memelihara anak yatim dan memberikan bantuan makanan. Hingga kini kegiatan seperti bakti sosial, pembagian sembako dan pengumpulan donasi masih khas dilakukan oleh NA. Namun demikian gerakan ini berkelindan dengan kesibukan domestik bersama keluarga yang akhirnya peran publik yang dilakukan mengalami keterbatasan.
Masih belum banyak terlihat anggota atau kader NA terlihat kapasitasnya pada penyelenggara pemilu, tokoh partai politik dan pemegang kebijakan ruang publik sebagaimana Ibu kandungnya, Aisyiyah. Sebagai organisasi otonom muhammadiyah, NA mempunyai kesempatan yang sama untuk terus mengakses dan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan negeri. Pasang surut kiprah NA sangat bergantung kepada kapasitas pimpinan yang sedang mengendalikan roda organisasi. Secara usia NA sedang dalam usia yang “tanggung” karena mengemban tanggung jawab pengasuhan anak, pergumulan dalam aktivitas pekerjaan dan mengejar derajat pendidikan.
Meskipun NA secara usia, terbilang relatif muda, namun pergerakannya tidak lebih jauh progresif dari Aisyiyah. Dimana dalam 104 tahun mengembangkan cita dan dakwah, Aisyiyah jauh lebih dikenal dan mempunyai amal usaha yang mendukung perjalanan anak bangsa dalam meraih jalur pendidikan.
Sementara NA terus mendorong harkat dan perkembangan para ibu muda dengan jalan “senyap” dan minim pemberitaan. NA turut mencegah terjadinya stunting dengan mendesak komisi VIII, IX, X DPR RI untuk menjadikannya sebagai program prioritas nasional, selain itu NA mendapatkan penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah melalui Kantor Staf Kepresidenan (KSP) pada tahun 2019 sebagai organisasi perempuan yang melakukan peningkatan literasi gizi dengan tujuan merubah perilaku khususnya remaja putri agar melek stunting sejak dini.
Berkaitan dengan potensi kenaikan angka stunting di masa pandemi, NA juga gencar mencegah perkawinan anak. Kedua hal tersebut jika tidak dicegah, berpotensi menghambat kualitas pembangunan SDM dan penguasaan Iptek pada 2030 hingga 2035 dimana bonus 52 persen penduduk didominasi usia produktif.
Khidmat kemanusiaan masa pandemi
Dalam refleksi gebyar peringatan Milad 90 tahun yang akan digelar pada 7 Agustus 2021 mendatang, dengan mengambil tema khidmat perempuan dalam dakwah kemanusiaan. Dengan capaian mengembalikan khittah gerakan untuk menguatkan sendi-sendi keluarga muda Indonesia, NA sangat mendukung kebijakan pemerintah yang mendukung penyelamatan anak bangsa dari pandemi covid 19 dengan terus menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Menurut data BPS per September 2020, angka masyarakat miskin naik menjadi 27, 55 juta orang atau setara dengan 10,19 persen (dari jumlah penduduk).
Tentu ini juga menimpa para keluarga muda, dimana perempuan menjadi kepala keluarga. Nasyiah terus memberikan gerakan pencerahan bagi perempuan muda untuk mengembalikan fungsi sumber pangan lokal dengan gerakan memanam kebun keluarga, mengembangkan perikanan ala rumahan, menginisasi usaha berbasis rumah tangga agar mempunyai izin edar dari pihak yang berwenang dan layanan posyandu remaja (PASHMINA).
Arah khidmat kemanusiaan ini menjadi peran krusial Nasyiah yang sangat kuat bagi perkembangan kualitas sumber daya perempuan. Bahkan Nasyiah memilih jalan sunyi untuk terus berkhidmat demi terwujudnya perempuan muda yang terdidik tiap hari dengan senantiasa melakukan pelayanan sosial dalam masa pandemi. Meskipun kiprahnya nyaris tak terdengar, Nasyiah tetap melakukan rotasi ketahanan kemanusiaan demi terwujudnya kemajuan bangsa yang adil, makmur dan berdaulat.
Sumber: Majalah SM Edisi 14 Tahun 2021