Tingkatkan Publikasi Jurnal, UM Bandung Hadirkan Rektor IAIN Salatiga
BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Rektor Universitas Muhammadiyah Bandung Herry Suhardiyanto meminta para dosen rajin menulis paper. Selain untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, menulis paper juga merupakan tugas harian insan akademik di lingkungan UM Bandung.
Pernyataan pimpinan kampus swasta ternama di Kota Bandung itu disampaikan di hadapan para dosen UM Bandung saat membuka kegiatan Pelatihan dan Pendampingan Academic Writing.
Acara tersebut berlangsung di Auditorium KH Ahmad Dahlan UM Bandung, Kamis 12 Januari 2022. Adapun pematerinya adalah Rektor UIN Salatiga Prof Dr Zakiyuddin Baidhawy MAg dan tiga orang dosen Pascasarjana UIN Salatiga.
Sempurna dengan publikasi karya
Menurut Herry, sebuah kampus akan tampak sempurna bila para dosen konsisten mempublikasikan karya. “Bagi dosen, diskusi dan publikasi itu sesuatu yang biasa. Oleh karena itu, tak lengkap bila mereka tak membuat karya,” ungkap Herry.
Dengan berkarya, sambung Herry, memicu para dosen untuk selalu membaca dan menemukan hal-hal baru. “Mahasiswa pasti semangat kalau dosennya memberikan ilmu baru dari hasil bacaan atau penelitian dosen yang bersangkutan,” papar Herry yang murah senyum itu.
Bila terbiasa meneliti dan mempublikasikan karya, kata Herry, maka para peneliti tidak tergoda untuk mencomot karya orang lain. “Senang meneliti, artinya senang juga membaca. Ini juga salah satu untuk menghindari dari plagiarisme,” ucap Herry.
Herry berharap publikasi karya ilmiah dari para dosen UM Bandung merupakan ikhtiar untuk memajukan kampus. “Itu bentuk kontribusi nyata demi kebaikan universitas, terutama UM Bandung,” tutup Herry.
Tips menulis artikel ilmiah untuk jurnal
Salah satu indikator untuk menjadi perguruan tinggi terbaik adalah aktif melakukan riset dan mempublikasikan artikel di jurnal yang terakreditasi. Untuk mewujudkan itu, para dosen UM Bandung mendapatkan pelatihan dan pendampingan menulis artikel ilmiah untuk jurnal dari akademisi UIN Salatiga.
Pengelola jurnal IJIMS yang juga rektor UIN Salatiga, Zakiyuddin Baidhawy, mengatakan tak sedikit penulis yang belum memahami hal ihwal menulis di jurnal. “Sebelum menulis artikel untuk jurnal, sebaiknya baca dan pahami dulu isi jurnal yang akan kita tuju supaya dapat gambaran, baik tema dan gayanya,” kata Editor in Chief IJIMS itu.
Bila penulis tidak mempelajari gaya selingkung di sebuah jurnal, justru ia akan kesulitan untuk menulis dan mempublikasikan karyanya di jurnal tersebut. “Salah satu alasan reviewer jurnal menolak artikel seorang peneliti karena tulisannya tak sesuai dengan kaidah jurnal yang dikehendaki,” terang kader Muhammadiyah itu.
Tak hanya itu, Zakiyuddin meminta para dosen UM Bandung mengetahui segala hal teknis yang berkaitan dengan penulisan jurnal. Sebab, lanjut penulis buku ”Agama dan Budaya Lokal” itu, bahkan masih banyak penulis tak bisa membedakan abstrak dengan simpulan.
“Bikin abstrak ya jangan abstrak betulan. Di dalam abstrak itu, si penulis lebih banyak memaparkan temuannya, bukan simpulan,” ucap Zakiyuddin.
Sementara itu pada simpulan, kata Zakiyuddin, peneliti harus mengutarakan tentang hasil penemuan juga rekomendasi bagi peneliti selanjutnya.
Tantangan penulis
Menurut Zakiyuddin, menulis artikel untuk jurnal memang tidak mudah. Namun, bila dikerjakan dengan tekun akan mendapatkan hasil yang memuaskan. “Menulis artikel untuk jurnal, rujukannya 60-80 persen adalah dari jurnal juga, tentu yang bagus-bagus dari jurnal internasional,” ungkap Zakiyuddin.
Zakiyuddin bercerita, dirinya pernah mempublikasikan artikel untuk jurnal yang ia kelola dari hasil disertasi. “Penulis disertasi bilang artikelnya di jurnal, kok bahasanya bagus dibandingkan dengan disertasinya,” cerita Zakiyuddin.
Zakiyuddin mengakui banyak penulis artikel untuk jurnal belum memahami tata bahasa Indonesia dengan baik. Akibatnya, saat tulisan itu diterjemahkan ke bahasa Inggris, maka hasilnya kacau. “Jangan pernah menerjemahkan artikel di google translate! Lebih baik, supaya hasilnya bagus gunakan penerjemah yang paham tentang tema yang diulas,” pinta Zakiyuddin.
Selain itu, Zakiyuddin menyarankan para dosen UM Bandung untuk bergaul dengan para pengelola jurnal. “Harus banyak kenal dengan editor jurnal, sebab mereka paham, misalnya mengenai apa yang harus ditulis dan jangan ditulis oleh penulis,” tutur Zakiyuddin.
Tak hanya itu, Zakiyuddin pun menyampaikan bahwa seorang penulis hebat tidak dilihat dari penelitiannya, tetapi cara menganalisis sebuah masalah. “Kecendekiaan penulis dipertaruhkan lewat analisisnya; apakah tajam atau tidak,” katanya.
Bagaimana pun, kata Zakiyuddin, tiap jurnal yang dikelola oleh suatu lembaga, baik yang bertaraf nasional maupun internasional memiliki aturan yang berbeda-beda. “Itu penting supaya dipahami. Punya karya itu jangan dibaca sendiri. Supaya orang tahu, nah artikel itu perlu dipublikasikan,” tutup Zakiyuddin. (CH)