Strategi Kaderisasi Abad Kedua
Oleh : Sugeng Riyanto
Pimpinan cabang pemuda Muhammadiyah Pasar Minggu resmi dilantik pada Ahad tanggal 15 Januari 2023. Dilaksanakan di TK Aisyiyah 62 Pasar Minggu dan disambut gegap dembita serta suka cita oleh pimpinan cabang pasar minggu serta ortom-ortom yang aktif seperti Aisyiyah.
Dengan nafas legah pelantikan tersebut mulai dengan “akhirnya”. Pasalnya tidaklah mudah melakukan rekrutme anggota atau kader untuk dapat ikut serta aktif dalam kepengurusan. Pelantikan ini terjedan hampir terjeda satu tahun dalam proses penyusunan strukturalnya jika dihitung dari tanggal pelaksanaan muscab di tanggal 26 Maret 2022.
Proses penyusunan struktur memerlukan waktu panjang. Dari mulai mencari kader-kader yang ada di sekitar Pasar Minggu hingga mencari teman-teman pemuda yang mau dan bersedia untuk menjadi pengurus pemuda Muhammadiyah. Hingga pada akhirnya terbentuklah struktur yang sebagian besarnya berasal dari alumuni Ikatan Mahasiswa Muhmmadiyah.
Sebagai kader yang dibesarkan dalam lingkup Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Tentu banyak memiliki ingatan manis tentang proses berlangsunganya organisasi hingga pengkaderan baik sebagai kader ataupun sebagai pengurus organisasi. Kemudahan mengakses fasilitas yang diperlukan hingga tersedianya ribuan mahasiswa yang tertarik dan penasaran pada kegiatan IMM, membuah proses rekrutmen dan kaderisasi menjadi lebih mudah. Itulah yang pernah saya rasakan ketika aktif di lingkungan komisariat.
Masuk pada level yang lebih ditinggi di pimpinan cabang IMM juga tidak jauh beda. Walaupun dalam proses pendanaan para pengurus mulai harus lebih professional dan jeli dalam melihat cela serta peluang agar pendanaan kegiatan tetap berjalan lancar. Namun komunikasi dengan amal usaha tinggat universitas sering menjadi andalan dalam suplai dana.
Menarik pengalaman ber-IMM di lingkup PTM dan masuk sebagai pengurus pimpinan cabang pemuda Muhammadiyah adalah hal yang sangat jauh berbeda. Pada titik ini kini saya mengamini pada yang sampaikan oleh Buya Syafi’i sekitar tahun 2013 lalu, banyak orang yang tercatat sebagai warga Muhammadiyah namun sedikit yang menjadi kader Muhammadiyah.
Muhammadiyah sebagai organisasi tertua yang masih bertahan hingga sekarang tentu telah melalui berbagai peristiwa. Dari mulai merintisnya hingga kini bertebaran amal usahan Muhammadiyah di pelosok negeri membuat organisasi ini begitu megah, kuat, dan penuh daya tarik dari luar. Namun dalam proses perkaderan akar rumput seolah saya melihat kekosongan dan acaman besar yang dihadapi Muhammadiyah kedepan.
Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah dan kader tentu mengedepankan proses kaderisasi terbuka. Siapa saja bisa menjadi kader Muhammadiyah, tentu harus memenuhi syarat dan ketentuan. Misalnya harus melalui atau ikut dalam proses kaderisasi seperti darul arqom atau baitul arqom. Akan tetapi yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa masih banyak masyarakat yang enggan bergabung ke organisasi sebesar dan sesistematis Muhammadiyah? Hingga mengakibatkan sangat sulit melakukan proses regenerasi di tingkat akar rumput.
Ada beberapa hal yang dapat direnungkan dan patut untuk dikaji lebih dalam untuk mencari solusi dari permasalah tersebut diantaranya.
Proses organisasi berjenang
Muhammadiyah sebagai organisasi bisa dianggap sangat komplit dalam membina serta melakukan proses kaderisasi. Mulai dari fase remaja yang diwakili oleh para pelajar hingga tingkat pemuda dan pemudi yang diwakili oleh Pemudah Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah. Namun sayangnya proses rekrutmen dan pengkaderan masih berjalan masing-masing.
Andai dapat terjadi proses organisasi berjejang tentu pada fase akar rumput yang bukan berupakan basis warga Muhammadiyah tidak akan kelimpungan. Kita harus sadar, sumber kader terbanyak adalah amal usaha, mulai dari sekolah, universitas, hingga panti asuhan. Bila setiap pemegang kebijakan baik pimpinan wilayah dan pemimpinan alam usaha menjalin kerjasama dan komitmen proses organisasi berjejang tentu sumber kader akan terus tersedia.
Kader yang banyak menumpuk di amal usaha, baik sebagai pelajar, mahasiswa ataupun karyawan juga dapat didistribusikan ke cabang dan rating melalui kebijakan wajib aktif dan terlibat di ranting serta cabang terdekat. Dengan demikian kegiatan-kegiatan pengajian Muhammadiyah dapat berjalan dengan semarak hingga menarik perhatian masyakat umum.
Selain itu kebijakan tersebut dapat memberikan kesempatan bagi ranting dan cabang melakukan pendataan warga Muhammadiyah ada didaerahnya. Dengan adanya data tersebut maka ketika ada kegiatan lanjutan diharapakan mampu muncul komunikasi positif yang saling menguatkan.
Tentu konsep ini bukan hal baru pertama kali kita kenal. Sudah banyak para pengurus dan tokoh menyauarakan hal ini. Namun pada tingkatan aksi, belum ada pimpinan wilayah yang secara serius mengkaji, melakukan singkronisasi data kader-kader mereka dan melakukan konektifitas kegiatan dibasis akar rumput dengan ranting dan cabang. Hingga yang terlihat adalah ketika ada acara pengajian atau acara Muhammadiyah, orang-orang yang hadir adalah orang jauh, bukan warga sekitar tempat ranting dan cabang tersebut berada.
Mengorganisasikan keluarga (Dakwah terdekat)
Para pengurus Muhammadiyah tentu sadar betul peran keluarga pada kesuksesan hidup dunia dan akhirat. “Tak sedikit” tokoh yang mengajak keluarganya dalam kegiatan Muhammadiyah. Atau bertemu dan menjadi keluarga dalam kegiatan Muhammadiyah lalu berikrar untuk menghidup-hidupi Muhammadiyah. Namun kalimat “tak sedikit” bukan juga berarti banyak.
Masing sering dijumpai seorang pengurus Muhammadiyah aktif sendiri, sibuk sendiri, hingga keluarga seolah menjadi nomor dua. Anak dan istri dirumah kehilangan figur pemimpin yang sibuk mengurusi “umat”. Sementara “umat”nya di rumah juga perlu diperhatikan. Hal ini tentu tidaklah bagus dan akan menimbulakan dampat negatif kedepannya.
Tak sedikit saya berjumpa dengan kader-kader bilogis Muhammadiyah yang aktif. Namun yang disayangkan dari beberapa kader tersebut, jumlah mereka tidak dominan. Misalanya seorang bapak pengurus cabang atau daerah yang sangat aktif, memiliki empat anak, mungkin hanya dua, satu, atau bahkan tidak ada sama sekali yang juga aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Hal ini yang terjadi dilapangan, dimana karisma (aura) pengurus sangat berwibawah di luar rumah, namun tak cukup kuasa memberikan pengaruh untuk anak dan istri di rumah.
Hal tersebut menjadi tantangan sekaligus kenyataan bagi warga Muhammadiyah. Maka mengajak serta keluarga, mendorong untuk terlibat aktif menghidupi Muhammadiyah sangat perlu dilakukan sebagai bentuk dakwah terdekat.
Melihat fenomena tersebut ada dua hal yang mungkin menjadi penyebab. Penyebab pertama adalah sebagaimana diuraikan diatas dan penyebab kedua hadir dari dalam diri anak. Anak tidak mau dibayang-bayangi kesuksesan sang ayah atau orang tuanya. Hingga memilih untuk tidak aktif, karena jikapun aktif lingkungan masih menganggap ia hanya titipan orang tua. Sebuah padangan umum yang terjadi dimana sistem organisasi dinasti terjadi.
Namun yang perlu ditegaskan lagi Muhammadiyah bukanlah organisasi dinasti. Bahkan hingga hari ini keturuan (anak atau cucu) dari pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan belum tercatat sebagai ketua umum pimpinan pusat Muhammadiyah. Tentu hal tersebut menegaskan Muhammadiyah bukan organisasi dinasti yang turun temurun.
Untuk mengetaskan masalah tersebut perlu melibatkan anak dalam kegiatan muhamhammdiyah belumlah cukup. Kita perlu memberikan pemahaman penting dan manfaat pengembangan diri yang didapat ketika anak kita terlibat aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Maka menjadi keharus setiap pengurus Muhammadiyah memahami psikologi perkembang anak, agar dapat mencari celah, pola, dan waktu yang tepat untuk menggandeng anaknya.
Dua hal yang saya anggap menjadi solusi ini kiranya bisa dipertimbangkan dan dikaji lebih dalam bagaimana teknis pelaksanaan dan kebijakan yan harus diterapkan. Kita banyak tokoh dan pakar untuk serius mengkaji ini. Dan mensosialisasikan hasil diskusi dalam kegiatan pengajian internal Muhammadiyah sebagai stategi dakwa di abad kedua ini. Tentu kita tidak mau, semakin waktu semakin hari bangunan besar yang kita banggakan ini, makin keropos karena diskoneksi dan dekaderisasi organisasi.
Sugeng Riyanto, Sekretaris Umum PCPM Pasar Minggu