Kader dalam Muhammadiyah, sebagaimana termaktub dalam Pedoman MPK (2010) Pasal 1 ayat 4 ditegaskan bahwa, “Kader adalah anggota inti yang terlatih serta memiliki komitmen terhadap perjuangan dan cita-cita Persyarikatan.” Jadi, jelas bahwa orang-orang yang berkualitas itulah yang terpilih dan berpengalaman dalam berorganisasi, taas asas dan berinisiatif, yang dapat disebut sebagai kader.
Adapun kader merupakan bagian inti dari anggota, yakni anggota yang utama dan berperan sebagai anak panah gerakan Muhammadiyah. Apapun yang sulit dan tidak dapat dilakukan oleh anggota, semuanya dapat dilakukan oleh kader. Karena dia merupakan anggota yang terpilih atau anggota yang utama. (Tanfidz Muktamar ke-46, 2010: 198).
Kader Muhammadiyah sebagai hasil dari proses perkaderan adalah anggota inti yang diorganisir secara permanen dan berkemampuan dalam menjalankan tugas serta misi di lingkungan Persyarikatan, umat dan bangsa guna mencapai tujuan Muhammadiyah.
Karena itu, hakikat kader Muhammadiyah bersifat tunggal,dalam arti hanya ada satu profil kader Muhammadiyah. Sedangkan fungsi dan tugasnya bersifat majemuk dan berdimensi luas, baik ke dalam maupu ke luar, yakni sebagai kader Persyarikatan, umat dan bangsa.
Fungsi dan posisinya dalam suatu organisasi, termasuk di Persyarikatan Muhammadiyah, dengan demikian menjadi sangat penting karena dia dapat dikatakan sebagai inti pergerakan organisasi. Di samping itu, dia juga merupakan syarat penting bagi berlangsungnya regenerasi kepemimpinan.
Sebagai gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajid, Muhammadiyah sangat berkepentingan dengan proses pembinaan calon dan anggota untuk menghasilkan tenaga-tenaga inti penerus visi-misi Muhammadiyah yang dilaksanakan melalui berbagai upaya serta media, baik langsung maupun tidak langsung.
Perkaderan seperti itu yang telah dimulai oleh pendiri Muhammadiyah kemudian dilanjutkan oleh para pemimpin Muhammadiyah berikutnya dalam pola dan cara yang kadang berbeda satu dengan yang lainnya. Namun demikian, semangat yang dikandung tetap sama, yaitu agar lahir tenaga-tenaga pelopor, pelangsung dan penyempurna gerakan pembaharuan dan amal usaha Muhammadiyah dari generasi ke generasi secara berkesinambungan.
Terbentuknya anggota Muhammadiyah yang tangguh sebagai subjek dakwah semacam itu sesungguhnya memang dulu disiapkan secara khusus oleh KH Ahmad Dahlan. Usaha seperti itu dalam istilah sekarang sebenarnya termasuk sebagai upaya kaderisasi. Hal ini sebagaimana yang diperankan Muhammadiyah tampak lebih melekat dengan penampilan KH Ahmad Dahlan sendiri yang sangat serius dalam memikirkan kalangsungan gerak hidup Muhammadiyah.
Semasa KH Ahmad Dahlan, kegiatan yang dapat dikategorikan perkaderan adalah upaya beliau dalam membina kalangan muda untuk belajar mengembangkan misi gerakan Muhammadiyah ke dalam kehidupan masyarakat, khususnya umat Islam. Cara yang dipakai waktu itu berupa pembinaan secara langsung dengan membimbing dan sekaligus melibatkan orang muda dalam berbagai aktivitas Muhammadiyah.
Gaya pembinaan beliau termasuk tegas dan ketat, tetapi lentur dalam mempersiapkan para generasi penerus dari angkatan muda itu. Hasilnya dapat ditunjukkan dengan lahirnya tokoh-tokoh yang kelak menjadi Ketua Pimpinan Pusat (waktu itu namanya Hoofd Bestuur) Muhammadiyah seperti KH Ibrahim (1923-1933), KH Hisyam (1934-1936), Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953), dan KH Ahmad Badawi (1962-1968).
Tokoh Muhammadiyah lainnya yang menimba ilmu pengetahuan dari KH Ahmad Dahlan adalah KH Mas Mansur, yang dalam masa kepemimpinannya terkenal memiliki bobot keilmuan yang cemerlang dan semangat nasionalisme yang tinggi, yang dikenal luas baik dilingkungan Persyarikatan, umat Islam, maupun dalam percaturan bangsa. Sedangkan tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya —meski bukan sebagai ketua PB— seperti Haji Mukhtar, Haji Syuja’, Haji Fachrudin, dan RH Hadjid, mereka dulu berasal dari kaum muda yang semuanya sempat dibina oleh pendiri Muhammadiyah. (IM)
Sumber: Majalah SM Edisi 15 Tahun 2021