SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan berkolaborasi dengan 3 Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan Aisyiyah di Wilayah Ngemplak, Depok, dan Kalasan menyelenggarakan Pengajian Akbar sekaligus Pemeriksaan Katarak Gratis.
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan tersebut dalam rangka menyemarakkan Musyawarah Wilayah Muhammadiyah ke-13 dan Musyawarah Wilayah Aisyiyah ke-12. Kegiatan rohani ini digelar Ahad (5/2) di pelataran halaman RS UAD Jalan Cindelaras Raya, Karangsari, Wedomartani, Ngemplak, Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selaku pembicara datang dari Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Drs H Muhammad Jamaludin Ahmad, SPsi., Psikologi.
Dalam tausyiyahnya, Jamaludin menyampaikan bahwa Islam berkemajuan sebagai basis dari landasan Muhammadiyah. Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah telah memiliki cakrawala pemahaman kemajuan dan berkemajuan.
Dalam statuten (Anggaran Dasar) Muhammadiyah tahun 1912 sudah tertulis diksi “Memajukan hal igama kepada anggauta-anggautanya.” Bahkan pada tahun 2012 dan tahun 2014 makin dipertegas diksi kemajuan dan berkemajuan. Khusus statuten tahun 2014 tidak hanya diksi kemajuan dan berkemajuan, tetapi ditambah dengan diksi bergembira.
“Maju tapi gembira. Maju tapi bahagia. Maju kita itu adalah maju yang menghadirkan kebahagiaan. Humanisme yang dikembangkan oleh Persyarikatan Muhammadiyah bukan yang memusuhi Tuhan, seperti di barat. Kalau humanisme di barat itu yang semangatnya anti-Ketuhanan (ateisme), akan tetapi humanismenya di Muhammadiyah dikembangkan sebagai wujud rahmat Allah SWT,” ujarnya.
Menurutnya, Kiai Haji Ahmad Dahlan selaku pendiri Persyarikatan Muhammadiyah pascahaji menunaikan haji selama dua kali, dirinya melakukan kiprah pembaharuan di tanah air. Kiprahnya berupa menyebarkan pemahaman agama Islam yang memajukan dan menggembirakan.
“Inti dari ajaran agama Islam ialah memajukan, di samping tauhid dan sebagainya. Utamanya yang menggembirakan, ini yang penting. Dakwah Islam Amar Makruf Nahi Mungkar puncaknya menghadirkan kegembiraan dan kebahagiaan. Jadi orang Islam jika mengamalkan agama Islam, maka hidupnya akan gembira dan bahagia. Maka perjuangan dakwah akan melahirkan kebahagiaan,” katanya.
Jamaludin menitikberatkan Islam berkemajuan menjadi praktik beragama yang dapat memajukan kehidupan. Kuncinya terletak kesanggupan diri setiap umat mengimplementasikan nilai-nilai utama yang terkandung di dalam ajaran agama Islam. Sebab, basis dari Islam mencakup tauhid, konsisten mengamalkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah Maqbulah, dan mempraktikan Islam Wasathiyah.
“Ini menjadi penting. Intinya Islam berkemajuan ialah Islam yang memberikan solusi. Muhammadiyah dengan Islam yang berkemajuan mengetengahkan cara pandang terhadap Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang kemudian dipraktikan dalam kehidupan, menjawab pelbagai persoalan-persoalan hidup, dan menjadi solusi. Sehingga orang itu merasakan bahwa Islam itu adalah cara hidup, jalan hidup, penuntun hidup, petunjuk hidup, dan kebahagiaan hidup. Itu Islam yang memberikan solusi, yakni Islam berkemajuan,” ujarnya.
Jamaludin mengingatkan agar jangan sampai umat Islam terkuras energinya hanya untuk membahas hal ihwal Islam wacana (normatif). Yakni membicarakan agama Islam berikut beserta problem-problemnya, tetapi stagnan dan tidak berlanjut mencari solusi dari problem tersebut. Bahwa untuk melihat wajah Islam yang sesungguhnya terpancar dari kesungguhan nurani mempraktikan dan mengamalkan Islam secara totalitas. Alhasil dapat memberikan manfaat bagi orang banyak.
Islam berkemajuan sebagai agama pembawa solusi persoalan kehidupan. Contohnya ketika ada orang sakit, maka disitulah Muhammadiyah lewat dasar pembumian Islam berkemajuan hadir di garda terdepan dengan mendirikan rumah sakit.
Dengan adanya rumah sakit, maka akan memberikan kemanfaatan bagi orang sakit dengan dirawat dan diobati agar cepat pulih. Sehingga, umat dapat merasakan dampak besar dari eksistensi kehadiran agama Islam sebagai agama pembawa solusi di atas tumpuan persoalan kehidupan yang membelenggu.
“Itulah Islam berkemajuan. Tidak hanya berhenti di televisi, radio, koran, akan tetapi maju dalam mengatasi masalah dan persoalan kehidupan,” tuturnya.
Semua itu bersumbu pada pembumian tauhid. Sebab, Islam berkemajuan tidak bisa dilepaskan dari ideologi, khittah, mukaddimah, dan kepribadian Muhammadiyah. Fondasi dari mukaddimah Muhammadiyah sebagai hidup manusia bertauhid. Sehingga inilah yang juga menjadi fondasi utama dari Islam yang berkemajuan itu.
“Maka di dalam Islam berkemajuan fondasinya ialah hidup manusia berdasarkan tauhid atau Islam yang berlandaskan pada tauhid. Itulah Islam yang dapat membebaskan manusia dari belenggu-belenggu lainnya. Karena tauhid itu yang hebat hanya Allah, dan yang lainnya tidak boleh kita anggap hebat melebihi Tuhan. Islam dan kehidupan tidak akan pernah maju selama yang lain Tuhan menjadi dituhankan, yakni menuhankan politik, menuhankan kekuasaan, dan sebagainya,” ucapnya.
Sebab, hidup di negeri ini memiliki dasarnya yakni Pancasila. Bahkan di sila pertama secara eksplisit tertuang Ketuhanan Yang Maha Esa. Di sini titik temunya berupa dasar utamanya berupa tauhid di dalam proses pembangunan kehidudpan.
“Ini menjadi penting agar kemudian kita tidak menuhankan segala hal. Tauhid itu yang hebat hanya Allah. Maka kalau Indonesia mau maju—dalam istilah Muhammadiyah Islam berkemajuan—kembali kepada nilai-nilai dasar yang kita sepakati yakni Pancasila. Kalau nilai-nilai Pancasila ditinggalkan, tidak mungkin hidup akan maju. Ini bagian integral nilai Pancasila adalah praktik agar Indonesia maju,” pungkasnya.
Sama halnya dengan umat Islam berkemajuan. Di mana usaha umat Islam mengintegrasi secara komprehensif di dalam memandang agama Islam agar Islam menjadi agama pembawa solusi di setiap pernak-pernik persoalan di panggung kehidupan. “Di pahami dengan benar, kemudian di amalkan dengan cara yang benar, Insyaallah hasilnya akan baik. Islam yang memberikan solusi, itulah Islam yang berkemajuan,” tukasnya.
Terakhir, Jamaludin memberikan cara dalam mewujudkan Islam berkemajuan. Yakni dengan memahami inti agama Islam secara membumi. Buktinya ketika Kiai Haji Ahmad Dahlan mengajarkan kepada santrinya QS al-Maun selama tiga bulan lebih dan QS al-‘Ashr lebih dari 7 bulan. Sehingga proses memahami agama Islam itu sangat lama, belum lagi dalam mengamalkan.
“Cara pertama adalah bagaimana kita memahami Islam itu dengan benar. Memahami itu menjadi bagian yang penting. Baru setelahnya menyiapkan cara agar kemudian apa yang kita pahami dapat dipraktikkan bersama,” ungkapnya.
Cara yang di maksud itu lewat pengajaran dan pelajaran. Pengajaran sebagai metodologi, cara atau teknik dalam ruang lingkup bayani, burhani, dan irfani. Jika tidak menempuh ketiga cara ini, hanya salah satu, maka Islam menjadi agama ekstrem.
“Memahami agama Islam dengan benar, caranya yang betul dalam praktik amalannya yang sahih. Karena puncak dari Islam berkemajuan adalah di amalkan,” tutupnya. (Cris)