Berlebih-lebihan dalam Beragama
Oleh: Tito Yuwono
Islam adalah karunia
Dien yang sempuna
Petunjuk bagi manusia
Agar tenang dan bahagia
Syariatnya indah dan mudah dilaksanakan
Pembuatnya, Dzat yang Rahman
Tidak berlebihan
Dan tidak menjadi beban
Mengikut tuntunan Nabi
Ringan dijalani dan dicintai Rabbi
Menyelisihi sunnah Nabi
Berat membebani, kelak akan rugi
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Ta’ala yang menurunkan agama Islam. Agama yang Kamil (sempurna) dan Syamil (menyeluruh). Karena sempurnanya, maka perkara agama telah disampaikan secara keseluruhan oleh Nabi ﷺ yang Mulia. Agama Islam juga bersifat menyeluruh, yakni ia meliputi semua aspek kehidupan.
Islam diturunkan oleh Allah Ta’ala, Dzat yang maha pengasih lagi penyayang. Sehingga agama ini menjadi rahmah, serta ringan menjalankannya dan penuh hikmah. Yang menjadikan berat dalam melaksanakan ajaran agama terkadang bahkan sering dikarenakan berlebihan dalam beragama, dalam bahasa agama dinamakan ghuluw. Dan sikap berlebihan ini bisa dalam bidang aqidah, ibadah maupun muamalah.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 77:
قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ لَا تَغْلُوا۟ فِى دِينِكُمْ غَيْرَ ٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوٓا۟ أَهْوَآءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا۟ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّوا۟ كَثِيرًا وَضَلُّوا۟ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ
Artinya: Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”.
Sikap ghuluw dalam aqidah dan ibadah para ahli kitab adalah ketika menjadikan Nabi ‘Isa ‘alahissalam dan Uzair sebagai Anak Allah dan lalu menyembah dan berdoa kepadanya. Karena berlebihan terhadap utusan Allah Ta’ala sampai melakukan yang demikian.
Maka sikap ghuluw dalam agama ini mebinasakan kaum-kaum terdahulu, sebagaimana Sabda Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ
Artinya: “Wahai manusia, Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian” (HR Imam Ibnu Majah)
Karena kawatirnya Rasulullah ﷺ kepada ummatnya jika ummatnya berlaku ghuluw kepada Rasulullah ﷺ, maka Rasulullah ﷺ mewanti-wanti dengan sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
Artinya: “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagai-mana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka kata-kanlah, hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR Imam Bukhori)
Begitulah Rasulullah ﷺ memperingatkan ummatnya agar tidak terjebak ke lubang yang sama dengan para ahlul kitab yang berlebihan kepada nabinya kemudian menyembahnya.
Maka sebagai ummat Islam kita wajib mengindahkan peringatan Rasulullah ﷺ ini. Terlarang bagi kita untuk berdoa kepada selain Allah Ta’ala, terlarang bagi kita untuk beribadah dan berdoa kepada Nabi ﷺ. Terlarang bagi kita untuk menyanjung Beliau dengan sanjungan yang berlebihan yang semestinya sanjungan itu adalah hak Allah semata.
Selain contoh di atas sikap ghuluw lain adalah membuat-buat peribadahan dan ritual sendiri, sehingga selain ini merupakan perbuatan yang mengada-adakan perkara baru dalam agama, juga akan memberatkan. Bahkan sering terjebak dalam kesyirikan. Menyembelih hewan sesembelihan yang tidak ditujukan karena Allah Ta’ala tapi ditujukan kepada “danyang” penunggu kampung. Padahal yang melakukan ini merasakan dia beramal dengan amalan agama. Padahal sebaliknya ini amalan yang mengandung kesyirikan dan termasuk ibadah yang diada-adakan.
Contoh lain adalah suatu saat ada tetangga yang mengeluh karena keberatan, dalam rangka menghadapi bulan-bulan tertentu harus membuat makanan yang banyak yang diberikan ke satu kampung. Mereka takut jika tidak membuat akan ada musibah yang menimpa atau malu karena seluruh warga kampung juga membuatnya. Tentu ini sebuah amalan ghuluw yang memberatkan yang tidak ada tuntunan dari Nabi ﷺ tercinta. Di agama ini ada konsep shodaqoh yang fadhilahnya sangat besar dan Allah Ta’ala melipatgandakan pahalanya. Namun dalam pelaksanaannya, shodaqoh ini tentu sesuai dengan kemampuan dan tidak ada paksaan. Dan wujud shodaqoh bisa dalam bentuk apapun yang bermanfaat, misalkan menyumbang panti asuhan, membantu pengadaan meja sekolah dan lain-lain.
Contoh lain bentuk ghuluw adalah melakukan ibadah secara berlebihan dengan meninggalkan kewajiban-kewajibannya. Misalkan dzikir seharian sampai meninggalkan kewajiban-kewajiban lain baik kewajiban di keluarga untuk mencari nafkah dan juga kewajiban kantor dan lain-lain.
Demikian tulisan ringkas ini, semoga kita terhidar dari sifat ghuluw ini yang akan memperberat beban hidup kita, disamping juga sangat potensi terjerumus kepada perbuatan syirik dan mengada-ada dalam urusan agama. Hanya kepada Allah Ta’ala kita mohon petunjuk.
Wallahu a’lamu bishshowab. Nashrun minallahi wa fathun qarib.
Tito Yuwono, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman, Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta