GAMPING, Suara Muhammadiyah – Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Gamping Sleman menyelenggarakan kegiatan Tabligh Akbar, Selasa (14/2). Kegiatan tersebut digelar di Masjid KH Sudja’ (Komplek PKU Muhammadiyah Gamping). Tabligh Akbar digelar dalam rangka memeriahkan Milad 1 Abad kelahiran RS PKU Muhammadiyah Gamping dan digabung dengan Milad ke-14 PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Adapun selaku pembicara datang dari Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr H Abdul Mu’ti, MEd. Dihadiri oleh Direktur PKU Muhammadiyah Gamping, dr H Ahmad Faesol, SpRad., MKes., MMR, Direktur PKU Muhammadiyah Yogyakarta, dr H Mohammad Komarudin, SpA beserta direksi, Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman, Mustadi, SSos, MM, Ketua PWM DIY, Drs H Gita Danu Pranata, SE., MM, dan beberapa tamu undangan lainnya.
Dalam tausyiyahnya, Prof Mu’ti mengatakan bahwa eksistensi kehadiran PKU Muhammadiyah berawal dari buah pemikiran Kiai Haji Sudja’. Di mana pada waktu itu, Kiai Haji Sudja’ sempat ditertawakan dengan pemikiran mendirikan rumah sakit. Selain rumah sakit, Kiai Haji Sudja’ melahirkan pemikiran untuk mendirikan Rumah Miskin dan Panti Asuhan.
Setelah ditertawakan, Kiai Haji Sudja berbincang dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan. Dirinya mengatakan sangat kecewa dengan orang-orang yang menertawakan pemikirannya.
“Saya sangat kecewa dengan yang hadir (menetertawakan) karena tidak memahami apa yang menjadi pemikiran saya, kata Kiai Sudja’. Orang-orang pemeluk agama itu tidak memiliki tuntutan dalan kitab sucinya, tetapi memiliki usaha-usaha yang berbentuk rumah sakit, panti asuhan, dan tempat menampung orang gelandangan (rumah miskin). Sedangkan kita yang memiliki Al-Qur’an yang disitu ada tuntunan mengamalkan dan menolong sesama, ternyata kita tidak mengamalkan dan tidak memilikinya. Mereka bisa, kita pun bisa,” ujarnya mengutip kisah Kiai Haji Sudja’.
Landasan pemikiran Kiai Haji Sudja’ inilah yang kemudian berlanjut menjadi dasar dan spirit bagi Muhammadiyah di dalam menjalankan amal usahanya. Salah satu spirit yang dijalankan ialah spirit bernapaskan Al-Qur’an. Menurut Prof Mu’ti Al-Qur’an telah menjadikan sumber inspirasi dan referensi esensial bagi Muhammadiyah ketika hendak menjalankan amal usahanya.
“Al-Qur’an ditangan para pendiri Muhammadiyah dan tokoh Muhammadiyah tidak hanya sekadar untaian wahyu Ilahi yang kita baca untuk mendapat ketenangan spiritual. Tetapi menjadi inspirasi menggerakkan untuk umat mencapai kemajuan. Di sinilah yang menjadi pembeda antara Qur’an yang dibaca oleh orang yang punya visi dan pandangan yang maju dengan Qur’an yang dibaca oleh mereka yang hanya mendapatkan pahala atau mengharapkan berkah dari membaca Al-Qur’an,” ujarnya.
Dari situlah, kemudian berkembang yang menjadikan Muhammadiyah mampu mendirikan pertama kalinya unit rumah sakit sebagai manifestasi dari amal usaha yang dicetuskan oleh Kiai Haji Sudja’. “Rumah sakit adalah aktualisasi dari amal salih. Pendidikan Muhammadiyah sebagai aktualisasi amal salih. Sehingga disebut dengan amal karena memiliki dimensi ‘ubudhiyah atau dimensi di mana yang kita laksanakan tidak sekadar mencari profit (keuntungan), tetapi sesungguhnya kita beramal,” katanya.
Menurut Prof Mu’ti, kekuatan dari Al-Qur’an menjadi dasar dibalik layar kekuatan Muhammadiyah makin kokoh bergerak. Sebab gerakan Muhammadiyah bukan bagian dari gerakan mencari keuntungan, akan tetapi Muhammadiyah sebagai gerakan yang berkhidmat untuk menjalankan dengan tulis sebagai wujud dari implementasi amal yang menjadi bagian dari iman.
“Amal usaha dalam pandangan saya sebagai salah satu bentuk layanan sosial kemanusiaan yang merupakan bagian dari aktualisasi amal saleh, institusionalisasi amal saleh, konkretisasi amal saleh, dan objektivikasi amal saleh. Walaupun amal usaha diberi Muhammadiyah, tetapi kalau memiliki keunggulan dan kelebihan, maka betapapun orang itu dari belatarbelakang bukan dari Muhammadiyah, mereka objektif mengakui kelebihan Muhammadiyah dan objektif mau bersama-sama dengan Muhammadiyah,” tuturnya.
Spirit berikutnya Muhammadiyah dalam mendirikan amal usaha tidak ingin melemahkan lainnya, tetapi mengembangkan yang disebut Gantlemen Competition, bukan Rivarly Confrontation. Yakni Muhammadiyah mengembangkan persaingan yang kesatria dengan nilai dasarnya fastabiqul khairat.
“Inilah kunci dari spirit Muhammadiyah dalam menggerakkan amal usahanya yang tidak dengan nyatroni (memusuhi), nyalahi (menyalahkan), ngrusuhi (berbuat kerusuhan). Silakan yang lain mendirikan, tetapi semangatnya tetap fastabiqul khairat. Kiai Haji Ahmad Dahlan telah memberikan contoh berkompetisi dengan tidak saling bermusuhan. Tetapi pada suatu saat bisa bersama-sama, namun pada suatu saat bisa memiliki jalan dan langkah yang berbeda,” ucapnya.
“Inilah spirit yang menjadi kunci bagaimana amal usaha Muhammadiyah itu dapat berkembang,” ujarnya.
Kemudian spirit untuk mencapai apa yang dilakukan. Dengan berbagai upaya yang dicetuskan oleh Kiai Haji Sudja’, telah diwujudkan secara nyata oleh Muhammadiyah. Yakni pendirian rumah sakit dan klinik kesehatan, panti asuhan, dan rumah sakit. Sebab, Muhammadiyah itu sebagai organisasi Islam terbesar dengan kekuatan umat terbanyak, sehingga dapat menjalankan untuk mencapai apa yang dilakukan. Sampai sekarang, amal usaha yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah betul-betul dapat dirasakan secara totalitas oleh seluruh lintas masyarakat. (Cris)