Menjadikan Seni dan Budaya Lokal, Kekuatan Dakwah Kultural

Catatan Kecil Musywil ke-13

Menjadikan Seni dan Budaya Lokal, Kekuatan Dakwah Kultural

Menjadikan Seni dan Budaya Lokal, Kekuatan Dakwah Kultural

Oleh: Syaiful Hadi JL, Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PWM Sumatera Utara

PERHELATAN Musyawarah Wilayah KE-13 Muhammadiyah dan Aisyiyah Sumatera Utara berlangsung sukses. Pembukaan yang dilakukan di Alaman Bolak, satu pusat niaga di Kota Salak, Padangsidimpuan mampu menghadirkan sekitar 10 ribu warga persyarikatan dan simpatisan. Warga hadir dari berbagai pelosok Sumatera Utara. Mereka datang dengan rasa ghirah yang tinggi. Ada yang bermalam dipenginapan yang disediakan panitia tapi banyak juga mereka yang bermalam di rumah keluarganya.

Alaman Bolak tumpah ruah. Panitia menggunakan sisi kiri dan kanan jalan untuk menampung peserta dan penggembira Musywil ke-13. Apa yang menarik dari perhelatan pembukaan Musywil ke-13. Pertama ada puisi reliji yang disampaikan seorang pelajar sekolah Muhammadiyah dan satu lagi, tampilnya GORDANG SAMBILAN, satu kesenian tradisi masyarakat di Tapanuli Selatan.

Gordang Sambilan menjadi kesenian kebanggaan masyarakat Mandailing yang biasa tampilk pada proses pernikahan atau acara-acara besar.  Gordang artinya gendang sedangkan sambilan artinya sembilan. Gordang Sambilan terdiri dari sembilan gendang yang mempunyai panjang dan diameter yang berbeda sehingga menghasilkan nada yang berbeda pula. Gordang Sambilan biasa dimainkan oleh enam orang dengan nada gendang yang paling kecil 1, 2 sebagai taba-taba, gendang 3 tepe-tepe, gendang 4 kudong-kudong,gendang 5 kudong-kudong nabalik, gendang 6 pasilion, gendang 7, 8, 9 sebagai jangat.

Dahulu gordang sambilan hanya dimainkan pada acara-acara yang sakral, seiring dengan berkembangya kultur sosial masyarakat saat ini gordang sambilan sudah sering diperdengarkan baik dalam acara pernikahan, penyambutan tamu, hari besar. Sebagai salah satu warisan budaya Indonesia Gordang sambilan sudah pernah dimainkan di istana presiden.

Kali ini panitia menghadirkan GORDANG KONTEMPORER TAPRAMAJU, yang beralamat Desa Hutabangun Malintang, Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Gordang Sambilan Tapramaju dipimpin oleh Ali Fikri, Anggota Pemuda Muhammadiyah Hutabangun. Menurut Ketua Panitia Lokal, Ahmad Yarham Soritua Batubara, Gordang Sambilan yang dihadirkan pada pembukaan adalah kelolompok kesenian warga Muhammadiyah. Jadi tujuh pemukul gordang dan suling adalah warga Muhammadiyah, jelas Yarham.

Pantaslah, Tim Gordang Sambilan ini dapat dengan pasih memainkan instrumetalia ‘Sang Surya”. Terasa seperti merinding badan ini, saat gordang sambilan memainkan lagu Sang Surya dengan khas gordang. Tepuk apluse dari ribuan hadirin yang memadati Alaman Bolak.

Kehadiran Gordang Sambilan mengingatkan kita pada dakwah kultural yang menjadi program Muhammadiyah.  Perlu dicatat, kebudayaan memang jadi karakter Muhammadiyah yang kurang mendapat perhatian. Banyak kesenian lokal ( kearifan lokal ) yang mengakar di daerah kurang mendapat perhatian.

Sesungguhnya Muhammadiyah punya Lembaga Seni Budaya dan Olaharaga (LSBO). Sayangnya peran LSBO kurang dirasakan. Tak jelas kenala pembinaan kesenian ( dibanding olahraga ) kurang mendapat perhatian. Padahal, kesenian dapat menjadi bagian dari dakwah, yakni Dakwah Kultural.

Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Biyanto, sejatinya organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu merupakan gerakan kebudayaan. Selama ini, pemerhati dari dalam dan luar memosisikan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, nasional, dakwah, dan tajdid. Selain itu juga ada yang memosisikan sebagai gerakan yang sukses mengembangkan amal usaha, terutama pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial.

Dari konteks itu, perhatian terhadap Muhammadiyah sebagai gerakan kebudayaan perlu dikedepankan. Maka itu, sebagian mencanangkan pentingnya implementasi konsep dakwah kultural. Wacana ini sudah dibicarakan sejak Tanwir di Bali 2002, Makassar 2003, dan Mataram 2004. Bahkan, dalam Muktamar ke-45 di Malang pada 2005 soal dakwah kultural kala itu sempat menjadi perbincangan yang cukup se­rius. Bagi Biyanto, keputusan agar Muhammadiyah memakai strategi dakwah kultural, ini penting untuk perkembangan persyarikatan.

Sebab, selama ini dakwah Muhammadiyah kurang meng­akomodasi budaya lokal. “Juru dakwah Muhammadiyah tampak kurang terampil menjadikan adat istiadat dan budaya lokal sebagai media dakwah, bahkan dalam tingkat tertentu juru dakwah sering menghantam adat istiadat dan budaya lokal,” ujarnya.

Kondisi itu yang membuat dakwah Muhammadiyah terasa ku­rang akomodatif terhadap adat istiadat dan budaya lokal. Dampaknya, belum semua kalangan masyarakat tersentuh dengan dakwah pencerahan Muhammadiyah. Jika mengikuti ijtihad Muhammadiyah generasi awal, maka organisasi ini harus kembali meneguhkan semangat dakwah dengan mengakomodasi budaya lokal.

Dakwah kultural berciri dinamis, kreatif, dan inovatif. Itu berarti, dakwah kultural menuntut juru dakwah mencoba memahami ide-ide, adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, norma, sistem aktivitas, simbol, dan lain-lain. ‘’Yang memiliki makna tertentu dan hidup subur dalam kehidupan masyarakat,” kata Biyanto. Ia mengingatkan, dakwah kultural Muhammadiyah dimaksudkan agar dakwah lebih lentur dan fleksibel. Untuk itu, Muhammadiyah harus terus melakukan pembinaan ke juru dakwah lewat wawasan agar mampu melihat budaya lokal dari sisi dalam. Dengan perspektif ini, bisa saja bermunculan juru dakwah yang menjadi­kan kearifan lokal sebagai media dakwah.

Gordang Sambilan Membangun Isu Positif

Untuk itulah kehadiran Gordang Sambilan yang memukau itu memberi angin segar. Pehelatan besar yang diisi dengan kesenian khas daerah membangun isu bahwa Muhammadiyah bukan sebuah organisasi yang kaku tapi cukup akomodatif terhadap kesenian daerah. Seandainya Muhammadiyah di kawasan Tabagsel (Tapanuli Bagian Selatan) mampu mengembangkan Gordang Sambilan atau jenis kesenian lainya sebagai medium dakwah, maka dapat dipastikan Muhamnmadiyah akan memiliki daya magis yang lebih kuat.’

Di berbagai daerah, banyak kesenian lokal yang sarat nilai relejius. Sebutlah Sikambang di kawasan pesisir, yang lirik pantunnya bermakna ilahiyah/ketuhanan.

Kehadiran Gordang Sambilan pada pembukaan Musywil ke-13 diharapkan dapat menginspirasi PW Muhamnmnadiyah periode 2022-2027 dan Pimpinan Daerah terpilih nantinya dapat membangun Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) yang kuat yang mampu membangun dakwah kulktural di tengah masyarakat. Terima kasih tim TAPRAMAJU yang telah menginspirasi.

 

Exit mobile version