Berharap pada Ahmad Dahlan
Oleh: Yandi
Perhelatan Musywil PWM Jabar ke-21 telah usai dengan terpilihnya Ahmad Dahlan sebagai ketua PWM Jabar periode 2022-2027. Acara yang berlangsung dari tanggal 25 -26 Pebruari 2023 itu berjalan lancar dan sukses. Musyawirin semuanya khidmat mengikuti persidangan, tidak ada riak kegaduhan. Dalam terminologi Muhammadiyah yang demikian itu dikenal dengan ungkapan elegan dan berkeadaban.
Dari Musyawirin ada hal menarik dalam penyelenggaran Musywil ke 21 ini. Mereka para kader yang datang dari berbagai daerah dan cabang secara psikologis memiliki “resonansi” yang sama : menginginkan sebuah perubahan.
Dan ini dibuktikan dengan komposisi 13 formatur terpilih yang didominasi figur figur pimpinan baru yang jumlahnya 8 orang dan menyisakan 5 orang pimpinan lama.
Secara organisasi ini merupakan bentuk implementasi sekaligus afirmasi, bahwa forum permusyawaratan di berbagai level sejatinya harus mencerminkan “panggung” regenerasi dan sirkulasi kader.
Sebagai pimpinan baru di PWM Jabar, tidak semua warga Muhammadiyah Jabar mengenal sosok Prof Ahmad Dahlan. Dari penuturan seorang kader Muhammadiyah Cirebon, Ahmad Dahlan, nama yang persis sama dengan pendiri Muhammadiyah. Merupakan tipikal “man of action” tidak suka banyak wacana dan diskusi tapi lebih mengedepankan implementasi program kerja dan amaliah nyata.
Menjabat dua periode sebagai ketua PDM kabupaten Cirebon, berbagai terobosan dilakukan. Diantaranya adalah membangun Sistem Management Keuangan Terpadu Muhammadiyah (SIMKAT MUH). Di mana semua AUM keuangannya disimpan dan dikelola secara terpadu oleh lembaga BTM milik PDM. Untuk keperluan operasional, AUM mengajukan RAB yang diajukan kepada PDM per tahun.
Berikutnya, disaat banyak tokoh sepuh di tingkat akar rumput pendiri cabang dan ranting merasa “dilupakan”, karena faktor usia dan kesehatan sudah jarang atau tidak sanggup lagi hadir ke pengajian. Oleh Ahmad Dahlan Cirebon para tokoh itu justru dimuliakan dengan diberi santunan sebesar 750 ribu perbulan.
Masalah Internal
Ketua PWM yang baru dan jajarannya memiliki tugas berat untuk menuntaskan berbagai persoalan internal yang membuat roda organisasi tidak bisa berjalan optimal.
Masalah laten bernama “kubu kubuan” harus dituntaskan, ini membuat kinerja PWM tidak efektif, karena tidak ada sinergi. Primordialisme kedaerahan dan supremasi latar belakang alumni tertentu harus diputus. Selain itu kecenderungan kepada politik praktis yang membuat fokus dan perhatian kepada Persyarikatan menjadi terabaikan harus dievaluasi. “Kultur” yang kontraproduktif diatas semuanya menjadi beban bagi PWM selama ini.
Dibutuhkan sosok yang memiliki “strong leadership” yang mampu menciptakan kemistri dan membangun sinergi untuk menggerakan roda organisasi PWM, mulai dari para wakil pimpinan dan unsur pembantu pimpinan PWM di semua lini.
Muhammadiyah kekuatannya terletak pada sistem bukan pada orang perorang. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa figur kepemimpinan juga menjadi faktor penting untuk men-drive organisasi.
Dengan komitmen dan spirit perjuangan yang tulus dan ikhlas untuk Muhammadiyah, dibantu dengan semua jajarannya , penulis mempunyai harapan ketua PWM baru Prof. Ahmad Dahlan bisa menjadi problem solver atau setidaknya mengurai benang kusut semua persoalan yang dihadapi oleh Muhammadiyah Jabar.
Tapi ada prerequisite-nya, sebagaimana ditegaskan oleh ketua Umum PP. Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, yaitu para kader harus memposisikan dan memerankan diri sebagai pimpinan yang mengurus Muhammadiyah secara semestinya. Dengan mengacu kepada kepribadian, khittah, serta prinsip prinsip dalam bingkai koridor Persyarikatan sebagai organisasi.
Wallahu ‘alam bishawab
Yandi, ketua PCM Ciawi Tasikmalaya