YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam urusan fiqih, sangat wajar bila terdapat perbedaan pendapat dikarenakan adanya keragaman (diversitas) mazhab yang dianut oleh umat Islam. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara lain seperti Malaysia. Untuk itu, sangat penting bagi seorang muslim untuk memahami diversitas fiqih tersebut, agar ia tidak fanatik terhadap salah satu mazhab tertentu.
Isu inilah yang diangkat dalam seminar internasional yang bertajuk 2nd International Seminar on Regional Tajdid “Keluasan Fiqih” dengan menghadirkan pembicara utama salah satunya adalah Mufti Negeri Perlis, Malaysia. Seminar yang berlangsung pada Kamis (2/3) ini diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan bertempat di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang bertindak sebagai tuan rumah.
Mufti Negeri Perlis, Malaysia yaitu Prof. Dato’ Arif Perkasa Dr. Mohd Asri bin Zainul Abidin menyampaikan betapa luas dan beragamnya ilmu fiqih yang esensial untuk dipahami oleh umat Islam agar tidak hanya terpaku terhadap satu mazhab fiqih.
“Untuk bisa memahami hukum dari suatu amal perbuatan, memerlukan dalil-dalil yang sudah dikaji oleh fuqaha atau ahli fiqih. Karena Rasulullah tidak hidup di zaman kita, maka para ulama ataupun fuqaha harus ber-ijtihad untuk memahami sumber dalil secara terperinci dan detail. Karena saya rasa semua umat Islam sudah tahu sumber dalil namun belum dapat memahami sepenuhnya,” ujar beliau.
Menurut sang Mufti, Perlis memiliki Jawatankuasa atau komite bernama Jawatankuasa Fatwa yang bertugas untuk men-tarjihkan pandangan-pandangan hukum yang tidak terikat dengan hanya satu mazhab. Namun, membahas seluruh pandangan fiqih yang ada dalam empat mazhab utama. “Jika belum ada fatwa terhadap isu-isu terbaru, Jawatankuasa Fatwa akan melihat kaidah dan dalil yang digunakan sebelumnya, kemudian membandingkannya dengan isu yang berkaitan,” jelas beliau.
Maka dari itu, sang Mufti menekankan kepada masyarakat untuk memperluas kerangka pemikiran dalam ilmu fiqih. Karena beliau merasa, banyak umat Islam yang masih beranggapan bahwa mazhab fiqih hanya ada empat, dan menurutnya itu anggapan yang salah. “Mazhab fiqih itu ada banyak, namun yang terkenal dan banyak pengikutnya memang hanya empat. Ini disebabkan adanya kekurangan dalam periwayatan yang tidak sempurna dalam mazhab-mazhab lain,” terang beliau yang juga memaparkan bahaya fanatisme terhadap suatu mazhab.
“Fanatik itu bukanlah seseorang yang hanya mengikuti satu mazhab. Namun, fanatik adalah ketidakmauan seseorang untuk menerima pandangan mazhab lain sekalipun pandangan mazhab yang dianutnya terhadap isu tertentu sudah tidak tepat. Maka, keluasan terhadap ilmu fiqih menjadi penting bagi umat Islam,” pungkas beliau.
Selain dari Mufi Negeri Parlis, seminar internasional ini juga diisi oleh pembicara lain seperti Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A. dari PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Muhammad Rozaimi Ramle selaku Rektor Kolej Universiti Islam Perlis, dan Prof. Dr. Khaeruddin Hamsin, Lc., LL.M., Ph.D. selaku Kepala Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) UMY. (ID)