MAGELANG, Suara Muhammadiyah – Perguruan Muhammadiyah Gunungpring memfokuskan pembangunan pendidikan pada aspek spiritualitas. Selain kemajuan teknologi, model pembelajaran selama pandemi dirasa mengikis karakter pendidikan Muhammadiyah yang menggunakan pendekatan jiwa, hati, dan rohani.
Mengingat hal itu, 145 karyawan dan guru mengikuti kegiatan Kajian Ideopolitor. Kegiatan itu berupaya untuk membangun semangat guru agar berorientasi pada pendidikan spiritual siswa. Dengan mengusung tema “Meneguhkan Nilai-Nilai Spiritual di Lingkungan Perguruan Muhammadiyah Gunungpring” pendidik dituntut menggunakan pendekatan rohani dalam mengajar.
Hadir sebagai narasumber Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Fathurrahman Kamal mengungkapkan, manusia akan mengalami berbagai macam paradoks dalam kehidupannya. Yang paling dahsyat adalah krisis spiritualitas.
“Persoalan itu sudah dirumuskan dalam satu dokumen pada Muktamar ke-45 di Malang jelang satu abad. Sebuah pandangan futurolog mengenai persoalan maanusia saat ini dan masa depan,” katanya usai kajian di Aula SD Muhammadiyah Gunungpring, Sabtu (4/3).
Menurutnya, kegiatan ini penting bagi para pendidik untuk tidak hanya fokus pada tugas dan fungsi mereka. Meskipun lembaga pendidikan Muhammadiyah menghaadapi berbagai macam regulasi yang tidak semua regulasi itu menopang ekosistem spiritualitas yang di bangun.
“Harus dikuatkan juga bahwa kita memiliki fundamen spiritualitas yang sangat kuat,” imbuhnya.
Ia berharap, kegiatan ini menjadi perhatian para guru dalam membersamai muridnya. Menurutnya, guru bukan sebatas apa yang di ucapkan. Namun bagaimana siswa memiliki perasaan yang positif yang dipancarkan oleh aura positif dari guru. “Itu lebih mendalam daripada puluhan dalil yang disampaikan di kelas,” pungkasnya
Direktur Perguruan Muhammadiyah Gunungpring Hima Sugiyarto memandang perlunya membangun spiritualitas baik guru maupun peserta didik. Sebab, pandemi sebelumnya menyisakan beberapa masalah bagi dunia pendidikan.
“Guru dan murid dituntut menggunakan teknologi, namun pendidikan seperti itu justru menghilangkan aspek rohani,” jelasnya.
Kepala SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring itu menyebutkan, peserta 145 guru dan karyawan di semua jenjang pendidikan. Di mana mereka menjadi ujung tombak sebagai pendidik. Sehingga harus memiliki modal kuat mengenai keilmuan dan pengetahuan terutama spiritualitas yang cukup.
“Di perguruan kami, punya standarisasi mengenai nilai-nilai spiritualitas al Islam dan kemuhammadiyahan,” tandasnya. (Arf)