DAM PC IMM Kulon Progo, Komitmen Lahirkan Kader Sang Suluh Peradaban
KULON PROGO, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kulon Progo menyelenggarakan kegiatan Darul Arqam Madya (DAM). Kegiatan ini dilaksanakan Rabu-Minggu (8-12/3/2023) bertempat di Aula Lantai 3 Kampus VI Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Triharjo, Wates, Kulon Progo, DIY. Adapun tema dari kegiatan DAM ini mengusung “Manifestasi Gerakan Intelektual Profetik Ciptakan Kader Suluh Peradaban”.
Turut hadir Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah (DPD) IMM DIY, Muhammad Akmal Ahsan, SPd, Ketua Umum PC IMM Kulon Progo, Rahmat Sukriyanto, Anggota IMM Kulon Progo, dan beberapa tamu undangan lainnya.
Selaku Ketua Panitia, Lefone Shiflana Habiba mengatakan dirinya bersyukur bahwa kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar. Sebab, pada awal mulanya, pihaknya tidak ada keinginan untuk menyelenggarakan kegiatan DAM. Menurutnya, kegiatan ini nantinya akan melahirkan kader madya. Dan kader madya memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat besar dalam menjalankan amanah sebagai kader unggul dan berkemajuan di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah.
“Perlu saya sampaikan, awalnya kami tidak ingin mengambil langkah ini terlebih dahulu. Karena tanggung jawab sebagai kader madya itu jauh lebih besar dan lebih berat daripada kader-kader dasar. Tapi berbekal dengan keyakinan yang kuat dari melihat kondisi kebutuhan baik itu dari Wilayah Kulonprogo maupun DIY, maka kami berani untuk mengadakan DAM ini,” ujarnya.
Seturut yang disampaikan Lefone, Sukri mengatakan DAM ini menjadi kegiatan perdana yang diselenggarakan oleh IMM Kulon Progo. Dirinya mengatakan historis kelahiran IMM Kulonprogo pada tahun 2007 di mana masih menjadi induk dari IMM Ar Fachrudin. Kemudian berlanjut pada tahun 2008 IMM Kulonprogo resmi berdiri sendiri dengan memiliki 1 komisariat dan 1 cabang bernama Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Wates lalu bergabung di Kampus UAD.
“Secara administratif, mungkin bisa dikatakan kurang karena harus memiliki 3 komisariat. Namun pada saat itu, senior-senior IMM memberanikan diri untuk bisa mendirikan PC IMM Kulon Progo. Sejak dari tahun 2008 sampai 2023 ini, baru kali ini PC IMM Kulon Progo menyelenggarakan DAM,” ucapnya.
Kiprah IMM Kulon Progo dengan adanya DAM ini, Sukri berharap para kader-kader dapat memacu diri di dalam melahirkan karya-karya progresif dan berkeunggulan. Tidak hanya label semata, tetapi harus dibuktikan dengan tindakan sejalan dengan kata.
“Adanya kegiatan DAM ini, memberi semangat bagi kita semua untuk makin progresif dan mendorong kita semua untuk lebih inklusif dan berani melahirkan karya. Sebab, sebenarnya kita memiliki jatidiri, kemampuan, kapasitas, dan kapabilitas yang luar biasa. Namun, terkadang kita minder terlebih dahulu untuk memulai lompatan itu. Sehingga DAM ini menjadi manifestasi dari lompatan kader IMM Kulon Progo makin unggul dan berkemajuan,” terangnya.
Sukri berharap dengan DAM ini pihaknya berkomitmen untuk membangun dan menempa para kader IMM Kulonprogo agar dapat lahir sebagai kader suluh peradaban. Yakni kader yang mampu memberikan keteladanan bagi warga masyarakat, wabilkhusus warga Persyarikatan Muhammadiyah sehingga kehidupan dapat tercerahkan.
“Besar harapan kami, dari kegiatan DAM ini nantinya akan lahir kader-kader suluh peradaban. Kader-kader yang bisa menjadi lilin di mana mampu menerangi orang-orang yang ada disekitarnya,” tuturnya.
Di sisi lain, Akmal mengatakan Kiai Dahlan telah menempatkan landasan pemikiran profetik jauh sebelum dipergunakan oleh sejarawan terkemuka, Prof Dr Kuntowijoyo, MA. Menurutnya, para kader-kader harus menjalankan perintah kenabian (nubuwat) dengan menampilkan perilaku luhur berjalin-berkelindan perilaku Nabi Muhammad Saw. Hal ini sebagai misi membangun peradaban yang mencerahkan.
“Pesan Kiai Dahlan dalam konteks profetik ini mengandung semangat profetisme yang sangat kuat. Hari ini fungsi kita adalah menjalankan perintah anjuran dan keteladanan yang diberikan oleh Nabi Muhammad Saw,” ujarnya.
Potret kehidupan kebangsaan era kontemporer tengah terbalut oleh kegelapan. Karena banyak sekali tumpukan permasalahan yang terus berdatangan. Salah satunya masalah kecenderungan materialistik, hedonistik, pragmatik, dan oportunistik yang menjangkiti atau mempengaruhi perilaku orang dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian situasi kebangsaan yang mengalami dehumanisasi. Yakni perbuatan menghilangkan martabat manusia dan perbuatan memperlakukan seseorang sebagai bukan layaknya manusia. Banyak perilaku warga masyarakat saling menjatuhkan dengan menista, mencemooh, membenci, bahkan bengisnya membunuh tanpa rasah bersalah dan penyesalan.
“Kita yang dulu dianggap sebagai bangsa yang ramah. Sekarang itu hobinya kebudayaan kita bergeser ke arah kebudayaan baku hantam. Kekerasan sudah menjadi budaya dan melekat di dalam keluarga dan negara,” jelasnya.
Kemudian, masalah lain tak kalah pelik ialah banyak manusia meninggalkan agama. Bahwa agama sebagai basis moral dan spiritual yang mengatur sistem dan kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Akibatnya, manusia menjadi personalia yang sekuler dengan maksud bahwa manusia beraktivitas secara bebas tanpa pegangan dan fondasi nilai-nilai ajaran agama yang kuat.
“Masalah itulah yang kemudian perlu dijadikan dasar untuk menciptakan manifesto gerakan intelektual profetik,” ujarnya.
Dalam perspektif ilmu sosial profetik, setidaknya ada tiga variabel utama yang melindasi berjalannya gerakan intelektual profetik. Pertama, humanisasi. Yakni memanusiakan manusia dari penjara duniawi yang selama ini manusia terbelenggu oleh pesona sarat duniawi. “Fungsi humanisasi meletakkan kembali manusia sebagai subyek kehidupan,” jelasnya.
Kedua, liberalisasi. Yakni membebaskan manusia dari ketertindasan, kemiskinan, dan kegelapan. Ketiga, transendensi. Yakni memberikan arah perjuangan sebuah gerakan.
Akmal berpesan kepada kader-kader IMM Kulon Progo pascakegiatan DAM dapat melahirkan watak seorang kader madya yang sesungguhnya. “Dia tidak destruktif, lebih matang, dewasa, dan moderat. Bukan lagi kader yang reaksioner di mana mampu menemukan kritik di satu sisi, tetapi melahirkan karya di sisi lain,” tukasnya. (Cris)