Isyarat Akhiri Darurat Literasi
Oleh: Rizki Putra Dewantoro
Hasil Asesmen Nasional (AN) 2021 menunjukkan bahwa Indonesia mengalami darurat literasi. Yaitu 1 dari 2 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi. Kompetensi minimun adalah peserta didik mampu memahami informasi tersurat maupun tersirat yang bersumber dari teks. Hal ini menjadi hasil yang sangat memprihatinkan bagi negeri yang dalam beberapa waktu ke depan akan mendapatkan bonus demografi. Saat terjadinya surplus generasi muda namun tidak diimbangi dengan kemampuan literasi yang cukup hanya akan menjadikan generasi kurang cakap dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Hasil AN 2021 tersebut konsisten dengan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 20 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa skor literasi membaca peserta didik di Indonesia masih rendah dan belum berubah secara signifikan. Kemampuan literasi peserta didik Indonesia masih berada di bawah rata-rata kemampuan literasi peserta didik di negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Selain itu, fakta lain yang ditunjukkan dari hasil AN adalah terdapat kesenjangan pada kompetensi literasi. Masih cukup banyak sekolah, terutama yang berada di kawasan daerah terdepan, tertinggal, dan terpencil (3T) dengan peringkat literasi dan numerasi berada pada level satu atau sangat rendah. Kondisi geografis dan kendala minimnya akses menjadi beberapa faktor sulitnya pemerataan bacaan berkualitas bagi masyarakat, utamanya pelajar di daerah-daerah.
Dari hasil paparan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), beberapa daerah seperti di pedalaman Jambi, pedalaman Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Papua berada di Level 1. Yaitu terdapat sekolah-sekolah dengan nilai literasi dan numerasi merah.
Upaya Kemendikbudristek melengkapi berbagai program penguatan literasi baru-baru ini perlu mendapatkan dukungan berbagai pihak. Yaitu kebijakan Merdeka Belajar Episode Ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia. Program tersebut berfokus pada pengiriman buku bacaan bermutu untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD) yang disertai dengan pelatihan bagi guru.
Tercatat Kemendikbudristek pada tahun 2022 menyediakan lebih dari 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu disertai dengan pelatihan dan pendampingan untuk lebih dari 20 ribu PAUD dan SD yang paling membutuhkan di Indonesia. Terlebih bagi kawasan 3T membutuhkan intervensi khusus, sehingga perlu menjadi prioritas satuan pendidikan penerima buku bacaan bermutu pada program pengiriman buku ini.
Peningkatan kompetensi literasi tidak dapat dilakukan hanya dengan mengirimkan buku ke sekolah tanpa pendampingan. Program kali ini perlu memfasilitasi sekolah dengan pelatihan dan pendampingan agar buku yang dikirimkan dapat dimanfaatkan secara tepat. Pendekatan ini diharapkan mampu meningkatkan kompetensi literasi peserta didik.
Hal tersebut dikarenakan berdasar data Kemendikbudristek dilakukan dengan responden siswa kelas 1 sampai dengan 3 SD, pelatihan yang menyertai pengiriman buku bacaan meningkatkan nilai literasi siswa sebanyak 8 persen pada kemampuan membaca dan 9 persen pada kemampuan mendengar. Lebih dari itu, salah satu fokus utama dalam meningkatkan literasi adalah pemilahan buku yang tepat. Untuk meningkatkan kompetensi literasi, diperlukan kualitas pembelajaran yang baik serta difasilitasi dengan ketersediaan dan pemanfaatan buku bacaan secara tepat. Buku berperan penting dalam peningkatan kompetensi literasi dan penumbuhan minat baca.
Terdapat tiga pilar utama yang menjadi acuan dalam implementasi program “Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia”, yaitu 1) pemilihan dan perjenjangan, 2) cetak dan distribusi, serta 3) pelatihan dan pendampingan. Pilar pertama yaitu pemilihan dan perjenjangan. Kemendikbudristek memilih buku berdasarkan kriteria buku bacaan bermutu, yaitu buku yang sesuai dengan minat dan kemampuan baca anak. Kemudian, terpilihlah 560 judul buku dari pelatihan penulis/ilustrator lokal, terjemahan bahasa daerah ke bahasa Indonesia dan bahasa asing ke bahasa Indonesia, serta modul literasi numerasi siswa kelas 1—6 SD.
Pilar kedua yakni cetak dan distribusi. Kemendikbudristek menyediakan dan mendistribusikan sebanyak 560 judul buku bacaan bermutu dengan total 15.356.486 eksemplar ke daerah 3T yang terdiri atas 5.963 PAUD dan 14.595 SD, serta daerah lainnya yang memiliki nilai kompetensi literasi/numerasi tergolong rendah.
Pilar ketiga adalah pelatihan dan pendampingan. Menurut Mendikbudristek, kunci keberhasilan penggunaan buku bacaan terletak pada kemampuan kepala sekolah, guru, dan pustakawan dalam mengelola buku bacaan dan memanfaatkan buku bacaan untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi siswa.
Upaya pelatihan dalam pengelolaan buku bacaan telah disampaikan kepada kepala sekolah, guru, dan pustakawan agar mereka dapat memajang, merawat, serta merotasi/menyimpan buku secara baik. Selain itu, mereka juga dilatih untuk dapat mempraktikkan langkah-langkah pemanfaatan buku bacaan dengan cara 1) membaca nyaring, 2) membaca bersama, 3) meminjamkan buku, 4) menggunakan buku untuk kegiatan ekstrakurikuler, serta 5) menggunakan buku untuk melatih guru/sekolah lain.
Upaya besar ini ibaratkan sebuah isyarat untuk mengakhiri darurat literasi di negeri besar dan penuh dengan tokoh pendiri bangsa yang terdidik dan berliterasi tinggi. Oleh karena itu tempat membaca jangan lagi disebut dengan “pojok baca” yang hanya ada di pojokkan kelas atau di lorong ruangan nan gelap dan sunyi. Membaca mesti menjadi mainstream dan budaya siswa termasuk para guru dan pendidiknya.
Selain itu, menyebarkan kegembiraan membaca membutuhkan kerja sama dan gotong royong berbagai pihak, di antaranya pemerintah, sekolah, komunitas, keluarga, dan orang tua. Sentuhan dan pembiasaan membaca di rumah perlu lagi digalakkan. Membaca dongeng, membaca cerita dan kisah menggugah dapat melalui kampanye gerakan keluarga cerdas membaca. Kemudian bisa juga dalam sosialisasi gemar membaca dalam rangka peningkatan minat baca, dan penyediaan dan pemanfaatan taman baca.
Rizki Putra Dewantoro, Pegiat Literasi Iqro Movement