Sinar Sang Surya di Dusun Benda
BANJARNEGARA, Suara Muhammadiyah – Kala itu penulis bersama tim medis dari Klinik Utama PKU Muhammadiyah Merden tengah berkolaborasi dengan MI Muhammadiyah Benda Lebakwangi (MIMUNDA) untuk menyelenggarakan Bakti Sosial berupa pengobatan gratis. Kolaborasi ini dilaksanakan dalam rangka Milad MIMUNDA ke-44, usia yang sama dengan tempat penulis bekerja.
Saat acara berlangsung, mata dan telinga penulis tertuju pada salah seorang yang berada di atas panggung, seorang bapak bertopi putih yang bercerita tentang perjuangannya di Lebakwangi, di mana beliau telah mengajar di MIMUNDA selama 23 tahun.
Dalam kesempatan istirahat makan siang, penulis mendekati pria tersebut untuk mendengar cerita darinya secara empat mata. Beliau adalah Muhlas, sosok yang gemar mengajar sekaligus mensyiarkan Islam di Lebakwangi.
“Dulu, ya, mas. orang-orang di sini memang kebanyakan Islam, tapi belum ngerti Bismillah,” tutur Muhlas.
Dengan antusias, Muhlas bercerita kepada penulis bahwa kala itu dirinya sering membantu kakaknya(Suja’ni) menyelenggarakan pengajian di rumah salah satu pemuka masyarakat (tokoh masyarakat).
“Saya pilih di rumah tokoh masyarakat agar masyarakat di lebakwangi mau datang, karena beliau orang yang disegani oleh masyarakat, kalau pengajiannya di rumah saya, belum tentu masyarakat pada datang.” Ujar Muhlas sembari menyantap nasi kuning lauk ikan goreng.
Di sela makan siang tersebut, penulis dan Muhlas semakin tenggelam dalam kisah perjuangan dalam memajukan pendidikan khususnya di MIMUNDA.
“Awal tahun 2000an, MIMUNDA ini cuma ada murid berjumlah 29 dari kelas 1 sampai kelas 6. Dengan tenaga 1 guru dan 1 kepala sekolah” Ujar Muhlas.
Mendengar cerita tersebut, ingatan penulis langgsung tertuju pada SD Muhammadiyah Gantong yang menjadi setting dari Novel karya Andrea Hirata “Laskar Pelangi”.
Muhlas bercerita kepada penulis bahwa dulu, tidak ada siswi MIMUNDA yang berjilbab ketika datang ke sekolah, mengetahui hal tersebut Muhlas mencari jilbab bekas yang masih layak pakai untuk kemudian dijadikan hadiah kepada murid yang mendapatkan nilai bagus ketika ulangan.
Untuk menambah jumlah murid di MIMUNDA, Muhlas tidak segan untuk mendatangi rumah warga secara door to door, dirinya mencari keluarga yang memiliki anak usia TK untuk kemudian mengajak anaknya untuk bersekolah di MIMUNDA.
“Dulu saya datangi rumah ke rumah, mas. sampai akhirnya saya jadi mirip seperti surveior kesejahteraan masyarakat,” Ucap Muhlas dengan tawa kecilnya.
Muhlas mengaku bahwa tindakan mempromosikan MIMUNDA kepada masyarakat tersebut dia lakukan tanpa bayaran.
Pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Madrasah selama 2 periode tersebut ternyata tidak hanya pernah menjadi guru kelas, dirinya juga mengajar ngaji serta mengajari murid-muridnya untuk pandai dalam hal berkesenian, salah satu kesenian yang Muhlas ajarkan kepada murid-muridnya adalah kesenian angklung banyumasan.
Mendengar hal tersebut tetiba penulis jadi ingat film Sang Pencerah, di mana KH Ahmad Dahlan tidak hanya mengajarkan muridnya ilmu agama, tetapi juga mengajari muridnya memahami not balok dengan instrumen biola.
“Salah satu hal yang membuat saya bahagia itu ya kalau saya bisa melihat orang yang dulunya jadi murid saya, sekarang sudah bisa nyari uang sendiri” ungkap Muhlas.
Dari obrolan di waktu makan siang tersebut, penulis menyadari bahwa Muhlas adalah sosok yang multitalenta, di mana dirinya tidak hanya mengajar ilmu pengetahuan dan agama saja tetapi juga mengajarkan kesenian kepada murid-muridnya.
Di akhir obrolan penulis dengan Muhlas, penulis mendengar sayup-sayup suara angklung banyumasan yang beradu rancak dengan beragam instrumen ritmis seperti tamborine dan cymbal. Mata penulis mencuri pandang sebentar di luar ruangan, tampak siswa siswi MIMUNDA memainkan instrumen tersebut dengan membawakan lagu mars Sang Surya.
Muhlas-pun mohon izin kepada penulis untuk memantau anak didiknya, sesekali dirinya terlihat membetulkan mic agar suara angklung menjadi lebih nyaring terdengar. Mata Muhlas begitu awas ketika melihat murid-murid MIMUNDA menunjukkan kepiawaiannya dalam membawakan mars tersebut.
Bagi penulis, Muhlas adalah sosok pribadi yang telah terpatri dengan semangat dakwah yang mencerahkan. Semangat beliau layak dijadikan panutan bagi siapapun khususnya insan Muhammadiyah.
Salah satu semangatnya yang patut menjadi inspirasi adalah ketika Muhlas melanjutkan studinya pada tahun 2011, di mana dirinya harus berjalan kaki sepanjang 8,7 Km melewati jalan menanjak dan berkelok demi mendapatkan gelar sarjana. Saat langit mulai gelap, Muhlas mengaku dirinya berjalan dengan membawa obor sebagai penerangan.
Tak hanya mencerahkan, Muhlas juga menyemai spirit Islam berkemajuan di Dusun Benda Desa Lebakwangi Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara. Hal tersebut terbukti dengan semakin banyaknya anak-anak di dusun Benda yang memilih MIMUNDA sebagai tempat mencari ilmu. (dhimas)