TANGSEL, Suara Muhammadiyah – Fascho Institute menghelat kegiatan “Cakap Buku” secara luring di Aula Fastabiqul Khairat, Ciputat, Tangerang Selatan pada Senin (13/3/2023). Dalam kegiatan ini, buku yang diangkat sebagai bahan diskusi adalah salah satu karya terbaru Sudarnoto Abdul Hakim yang bertajuk “Indonesia Raya: Esai-Esai Agama dan Politik Kebangsaan” yang diterbitkan oleh penerbit Suara Muhammadiyah.
Adapun pembicara yang hadir dalam kegiatan ini adalah Sudarnoto Abdul Hakim (Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional sekaligus sebagai penulis buku) dan Farid Hamzens (Antropolog dan pengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Dalam pengantarnya, Ivansyah selaku perwakilan Fascho Institute menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pembicara dan audiens yang telah berkenan hadir pada program perdana Fascho Institute ini. Fascho Institute, ujar pria yang akrab disapa Ivan ini, mengusung tagline “Muda Berkemajuan” yang dapat dimaknai sebagai sebuah spirit bahwa anak-anak muda mesti bersemangat untuk memasuki alam kemajuan, salah satunya dengan menggalakkan kegiatan literasi.
“Semoga Fascho Institute bisa konsisten dan memberikan terobosan-terobosan yang baik,” harapnya.
Sebagai pembicara pertama dan penulis buku, Sudarnoto Abdul Hakim memberikan ulasan tentang bagian-bagian yang tertuang dalam karya terbarunya tersebut. Salah satu bagian yang cukup disorotinya ialah terkait Islam Wasathiyah dan paham transnasionalisme yang tidak menutup kemungkinan dapat mengancam Pancasila.
Menurutnya, Indonesia dapat dikatakan sebagai pusat Islam Wasathiyah dan hal ini diperkuat dengan lahir “Pesan Bogor” yang substanisnya adalah menekankan perlunya paradigma Islam yang tengahan. Akan tetapi, sambungnya, Islam Wasathiyah juga menghadapi berbagai tantangan yang tidak kecil.
“Menurut saya, Wasathiyatul Islam itu masih memghadapi tantangan berupa ketidakadilan, diskriminasi, dan termasuk islamopobia,” tuturnya.
Lebih lanjut, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional ini menilai bahwa Indonesia raya itu adalah sebuah cita-cita yang ongoing process, suatu proses terus-menerus. Maka dari itu, ia menekankan pentingnya merawat Indonesia dengan aksi nyata sebagai bentuk rasa cinta terhadap Tanah Air.
“Jika tidak dirawat, kerayaan kita akan tergerogoti,” tegasnya.
Sementara itu, apresiasi yang tinggi terhadap karya terbaru Sudarnoto ini disampaikan oleh Farid Hamzens. Menurutnya, negara-bangsa menjadi kata kunci dalam konteks hubungan antara agama dan negara sebagaimana yang diulas dalam buku tersebut.
“Pak Noto barangkali sudah seperti Bennedict Anderson yang memiliki wawasan kesejarahan yang mendalam. Ini bentuk apresiasi saya kepada beliau,” ungkapnya.
Selain itu, Farid menilai bahwa Muhammadiyah justru dapat memainkan peran di tengah berbagai musibah yang menimpa bangsa ini. Dengan AUM yang dimiliki, lanjutnya, Muhammadiyah memiliki potensi besar untuk tampil sebagai problem solver atas berbagai masalah kebangsaan.
“Muhammadiyah harusnya bisa menjadi solusi atas musibah yang menimpa bangsa ini,” pungkasnya.
Di tengah-tengah diskusi, Din Wahid yang merupakan kader Muhammadiyah dan baru saja dilantik sebagai Wakil Rektor IV UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga menyempatkan hadir dalam kegiatan ini. Alumni Ikatan Mahaiswa Muhammadiyah (IMM) Ciputat ini juga memberikan sepatah kata sekaligus motivasi kepada para audiens yang sebagian besar adalah mahasiswa dan anak-anak muda.
Penting untuk diketahui, Fascho Institute adalah sebuah komunitas yang digerakkan oleh anak-anak muda dan tidak memiliki hubungan struktural dengan IMM, khususnya cabang Ciputat meskipun para penggeraknya aktif di ortom Muhammadiyah tersebut. (ykk)