Shalat untuk Menjemput Rahmat (3)
Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Nif’an Nazudi
Sebagai pengingat, perlu dikemukakan kembali bahwa di dalam HPT 3, pada Bab Keempat (hlm. 521-594), dijelaskan Tuntunan Shalat Lima Waktu. Ada 20 topik yang diuraikan, yakni (1) berdiri tegak menghadap kiblat dan berniat karena Allah; (2) mengarahkan pandangan ke tempat sujud saat berdiri; (3) melakukan takbiratul ihram dengan mengucapkan Allahu akbar; (4) bersedekap dengan meletakkan tangan di atas dada, (5) membaca doa iftitah secara sir (lirih); (6) membaca ta’awuz (istiazah) secara sir; (7) membaca basmalah secara jahar atau sir pada shalat dengan bacaan jahar dan secara sir pada shalat dengan bacaan sir; (8) membaca surat al-Fatihah dan membaca “Aamiin”; (9) membaca surat atau ayat al-Qur’an; (10) mengangkat kedua tangan sambil membaca takbir seperti dalam takbiratul ihram.
Lalu, rukuk (membungkukkan badan) seraya meluruskan punggung dengan tengkuk dan telapak tangan kanan memegang lutut kanan dan telapak tangan kiri memegang lutut kiri dengan jari-jari tangan agak direnggangkan sambil membaca doa; (11) bangun dari rukuk seraya mengangkat kedua tangan seperti pada takbiratul ihram dengan membaca (sami ‘allahu liman hamidah) dan apabila telah berdiri tegak (iktidal) kedua tangan diluruskan ke bawah, lalu membaca doa; (12) membaca takbir (tanpa mengangkat tangan) lalu sujud; (13) bangun dari sujud untuk duduk iftiraj sambil membaca takbir (tanpa mengangkat tangan) dan ketika duduk iftiraj membaca doa; (14) bangun dari sujud seraya membaca takbir (tanpa mengangkat tangan) dan duduk―seperti duduk iftiraj―sebentar, lalu berdiri untuk rakaat yang kedua dengan menekankan telapak tangan pada tempat sujud; (15) melaksanakan rakaat kedua; (16) duduk tasyahud akhir untuk mengakhiri shalat; (17) mengakhiri shalat; (18) melaksanakan shalat rakaat ketiga dan keempat; (19) berdiri untuk mengerjakan rakaat ketiga, dan (2) mengerjakan rakaat keempat bagi shalat wajib empat rakaat.
Pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (2), Suara Muhammadiyah edisi 2023/03/16, telah diuraikan topik Berdiri Tegak Menghadap Kiblat dan Berniat Ikhlas karena Allah.
Berkenaan dengan topik itu diuraikan (a) suasana hati harus dikondisikan sudah aman tenteram karena suasana hati yang tenteram dapat berpengaruh terhadap ketenangan sikap tibuh dan anggota tubuhnya, (b) berdiri jika tidak ada alangan untuk berdiri, (c) menghadap kiblat, dan (d) niat.
Hal yang perlu diberi penekanan dalam hubungannya dengan berdiri adalah renggangnya kaki. Di dalam HPT 3 (hlm. 530) dijelaskan bahwa shalat pada dasarnya dilakukan dengan berdiri. Posisi kaki sejajar dengan bahu, kecuali apabila ada alangan sehingga tidak dapat berdiri, misalnya karena sakit, dalam perjalanan atau dalam keadaan takut yang tidak memungkinkan melakukannya berdiri.
Berdasarkan penjelasan itu, renggangnya kaki kanan dan kiri tidak melampaui lebarnya bahu. Posisi kaki yang demikian kiranya sangat kuat menjadi tumpuan tubuh. Jika renggangnya kaki melampaui lebarnya bahu, kiranya dapat mengurangi keseimbangan tubuh.
Dari sisi kerapian pada shalat berjamaah, posisi kaki yang tidak melampaui bahu dapat membentuk saf yang lebih rapi. Lagi pula, tempat dapat dimanfaatkan lebih efisien.
Pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (3) ini disajikan uraian tentang topik kedua, yakni mengarahkan pandangan ke tempat sujud saat berdiri dan topik ketiga, yaitu melakukan takbiratul ihram.
- mengarahkan pandangan ke tempat sujud saat berdiri
Shalat harus kita lakukan dengan khusyuk. Memang demikianlah perintah Allah Subhnahu
wa Ta’aala sebagaimana terdapat di dalam al-Qur’an, di antaranya surat al-Baqarah (2): 328, yang artinya, “Peliharalah segala shalat (-mu) dan (peliharalah) shalat wusta. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.”
Perintah shalat agar kita kerjakan dengan khusyuk terdapat juga pada surat al-Mukminun (23): 2,
الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ
“(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya”,
Mengapa shalat harus kita kerjakan dengan khusyuk? Shalat yang khusyuk menjadi bagian tanda orang beriman dan orang berimanlah yang memperoleh ketenteraman di dalam hatinya.
Allah Subhanahu wa Ta’aala berfirman di dalam surat surat Fath (48): 4,
هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِيْ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ لِيَزْدَادُوْٓا اِيْمَانًا مَّعَ اِيْمَانِهِمْ
“Dia (Allah) menurunkan ketenteraman ke dalam hati orang beriman supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanannya yang telah ada.”
Mengarahkan pandangan ke tempat sujud saat bediri ketika shalat merupakan salah satu cara mengondisikan shalat dengan khusyuk. Dengan pandangan terarah pada tempat sujud, konsentrasi dapat dikondisikan.
Berbeda halnya jika pandangan lurus ke depan. Boleh jadi, di depan kita ada benda, gambar, atau tulisan yang mengganggu konsentrasi. Apalagi, jika dalam shalat jamaah ada jamaah yang berada pada saf depan mengenakan pakaian yang di punggungnya terdapat gambar atau tulisan, hal itu tentu memungkinkan terpecahnya konsentrasi jamaah yang berada saf di belakangnya.
Di sisi lain, dapat juga terjadi masalah dalam hubungannya dengan mengarahkan pandangan ke tempat sujud ketika berdiri. Hal itu terjadi misalnya jika tempat sujud beralaskan sajadah yang bergambar. Konsentrasi pun dapat terpecah.
Dalam kaitannya dengan sajadah, kita harus waspada, baik yang kita beli untuk kita sendiri maupun untuk orang lain. Jangan-jangan ada sajadah yang bergambar mirip salib pada titik pusat pandangan.
Untuk keberhati-hatian, perlu ada penelitian oleh Majelis Ulama Indonesia. Jika ada temuan gambar yang demikian, harus ada tindakan tegas.
Perintah mengarahkan pandangan ke tempat sujud saat berdiri, terdapat di dalam berbagai hadis misalnya di dalam HR a-Hakim, yang artinya,
“Dari Abu Hurairah raḍiyallahu ‘anhu (diriwayatkan) bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melaksanakan shalat matanya memandang ke langit, maka turunlah ayat (artinya) yaitu orang yang khusyuk dalam shalatnya, kemudian Nabi menundukkan kepala.”
Berdasarkan hadis tersebut, ketika shalat, pandangan kita tidak boleh mengarah ke atas. Hal itu dijelaskan di dalam HR Muslim, yang artinya,
“Dari Anas bin Malik (diriwiyatkan) bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, mengapa beberapa kamu menghadapkan pandangan ke langit dalam shalat mereka, maka beliau berkata dengan keras dalam hal itu sehingga beliau berkata, hentikanlah dari yang seperti itu atau tunggu akan dicabut pandangannya.” (HR jamaah ahli hadis, kecuali Muslim dan Tirmizi)
Cara lain untuk mengondisikan shalat dengan khusyuk adalah memahami benar makna filosofis gerakan shalat dan manfaat gerakan shalat bagi kesehatan. Di samping itu, kita memahami makna zikir, doa, dan ayat atau surat dari al-Qur’an yang kita baca di dalam shalat.
Jika kita pahami secara utuh sejak bersuci hingga mengarahkan pandangan ke tempat sujud, sesungguhnya kita sudah dikondisikan untuk khusyuk. Berwudu misalnya, baik kaifiat untuk yang wajib maupun untuk yang sunah telah mengondisi tubuh dan jiwa kita dalam keadaan suci dan penuh kesadaran untuk menghadap Allah Subhanahu wa Ta’aala Yang Mahasuci.
Suasana hati tenteram dan sikap tubuh tenang karena sadar menghadap-Nya pun mengondisikan kekhusyukan. Lebih-lebih lagi, tempat sujud dapat mengondisikan konsentrasi sepenuhnya terarah pada shalat. Berkenaan dengan itu, mungkin dapat kita pertimbangkan penggunaan alas shalat (baik sajadah maupun karpet) yang tidak bergambar apa pun.
- Melakukan Takbiratul Ihram dengan Mengucapkan “Allahu Akbar”
Hal yang perlu mendapat pemahaman lebih baik lagi adalah cara mengangkat tangan ketika mengucapkan takbir. Dijelaskan di dalam HPT 3 (hlm. 535) bahwa setelah berdiri tegak dengan pandangan mata ke tempat sujud, kita melakukan takbir seraya mengangkat kedua belah tangan sejajar dengan bahu dan menyejajarkan ibu jari tangan dengan daun telinga bagian bawah dan jari-jari tangan sedikit direnggangkan serta telapak tangan menghadap kiblat.
Di dalam HPT 3 (hlm. 535-537) disajikan kutipan hadis-hadis yang berisi penjelasan tentang cara mengangkat tangan ketika mengucapkan takbir. Karena pertimbangan teknis, pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (3) ini disajikan makna hadis-hadis yang dikutip oleh Majelis Tarjih dan Tajdid sebagai berikut.
HR al-Bukhari
“Dari Salim Ibn ‘Abdulllah dari ayahnya (diriwayatkan) bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangannya sejajar dengan kedua bahunya ketika memulai shalat.”
HR al-Bukhari
“Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memulai takbir dalam shalat mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir sehingga kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya. “
Dari kedua hadis tersebut kita ketahui bahwa takbir dilakukan dengan nengangkat tangan sejajar dengan bahu.
HR Muslim
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila berdiri untuk shalat mengangkat kedua tangannya sehingga keduanya sejajar dengan kedua bahunya kemudian bertakbir. Apabila hendak rukuk, beliau melakukan hal seperti itu (mengangkat kedua tangan) dan apabila mengangkat (kepala) dari rukuk, beliau melakukan hal seperti itu (pula) dan beliau tidak melakukannya ketika mengangkat kepala dari sujud.
Berdasarkan hadis tersebut, kita ketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu, kemudian mengucapkan takbir Allahu akbar.
HR Muslim
“Dari Malik Ibn al-Huwairis (diriwayatkan) bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika bertakbir mengangkat kedua tangannya sehingga sejajar keduanya dengan kedua telinganya dan jika rukuk mengangkat kedua tangannya sehingga sejajar keduanya dengan kedua telinganya dan apabila mengangkat kepalanya dari rukuk, maka beliau mengucapkan sami’allahu liman hamidah.”
Di samping keempat hadis tersebut, dua kutipan hadis, yang artinya berikut ini, disajikan juga.
HR Abu Dawud
“Dari ‘Abdul Jabbar Ibn Wail dari ayahnya (diriwayatkan) bahwa ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika berdiri untuk mengerjakan shalat beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kedua tangan itu setentang dengan kedua bahunya dan menyejajarkan dua ibu jarinya dengan kedua telinganya, kemudian bertakbir.”
HR at-Tarmizi
“Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) bahwa beliau berkata, Adalah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam jika bertakbir membuka jari-jarinya.”
Berdasarkan hadis-hadis yang dikutipnya, disimpulkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid bahwa bertakbir di dalam shalat dilakukan bersamaan dengan mengangkat kedua tangan sampai dengan ibu jari sejajar dengan daun telinga serta jari-jari tangan dibuka dalam arti tidak dikepalkan. Simpulannya itu diikuti dengan sikap tidak menafikan hadis yang menyebutkan mengangkat kedua tangan terlebih dahulu, kemudian bertakbir.
Dalam kenyataan ada empat cara mengangkat tangan ketika bertakbir, yaitu: (1) sampai dengan ibu jari sejajar dengan daun telinga sebagaimana disimpulkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid, (2) sampai melampaui daun telinga bagian atas, (3) sampai dada, dan (4) sampai perut saja. Jika kita pahami dengan baik hadis-hadis tersebut, tidak ada satu pun hadis yang berisi penjelasan bahwa mengangkat tangan ketika bertakbir dalam shalat melampaui daun telinga bagian atas, sampai di dada, apalagi hanya sampai di perut.
Ada juga orang shalat yang mengangkat tangannya ketika bertakbir dengan membuka jari cukup lebar. Orang yang tidak menghadapkan telapak tangannya ke kiblat juga ada. Bahkan, kedua tangannya diposisikan di depan wajah.
Jika shalat dikerjakan tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bagaimana mungkin shalat dapat menjadi penjemput rahmat? Di dalam HR al-Bukhari dan Muslim dijelaskan, artinya, “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak.”
Allahu a’lam
Mohammad Fakhrudin, warga Muhammadiyah, tinggal di Magelang Kota
Nif’an Nazudi, Dosen al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Purworejo