Selama Ramadhan, Masjid Hadirkan Keteduhan dan Keberkahan

Selama Ramadhan, Masjid Hadirkan Keteduhan dan Keberkahan

MALANG, Suara Muhammadiyah – Keberkahan ramadhan terlihat di masjid-masjid menjelang waktu buka puasa. Aktivitas menyiapkan takjil dan makanan buka puasa banyak dijumpai oleh takmir setempat.

Kesibukan ini seperti halnya terlihat di dapur umum Masjid Nurul Hidayah PCM Kepanjen, Jum’at (24/3/2023). Setidaknya, 6 (enam) perempuan terlihat tak berhenti menyiapkan apa saja, yang akan diberikan pada jamaah masjid setempat untuk berbuka puasa hari itu.

“Memasak di dapur umum ini sejak pagi sekitar pukul 9. Tetapi, kalau untuk bahannya membeli sehabis salat subuh. Biar dapat yang bagus dan segar,” kata Nurhayati, selaku juru masak utama di dapur Masjid Nurul Hidayah.

Menurutnya, selama Ramadhan lebih dari 50 porsi makanan buka puasa disiapkan untuk jamaah masjid atau musafir. Ketika hari libur, yang disiapkan bisa sejumlah 150 porsi. Menu yang disiapkan pun diusahakan tiap hari berganti-ganti.

Para perempuan ini memang bergabung dalam takmir Masjid Nurul Hidayah divisi Sosial dan Keputrian. Mereka mengaku kerap membantu saat ada kegiatan sosial keagamaan yang berada di lingkup masjid setempat.

“Ruangan dapur tersendiri di masjid ini memudahkan saat menyiapkan konsumsi, atau sajian makan buka bersama ini. Jadi, ibu-ibu ini tidak perlu repot bagi tugas membawa masakan apa dari rumah. Semua dikerjakan di dapur masjid ini, biar kompak lah,” tambah anggota keputrian takmir Nurul Hidayah, Nana Erki.

Meski harus menyiapkan makanan buka tiap hari, menurutnya untuk belanja bahan masakan dilakukan tiap tiga hari sekali. Bahan berupa sayur atau untuk ikan dan lauk, juga disimpan tersendiri dalam freezer.

Menurut Nana, setidaknya dana donasi jamaah sejumlah Rp 11 juta dikumpulkan untuk makanan buka puasa ini.

“Di simpan tiga hari saja (dalam pendingin), biar tetap segar. Saat disajikan, makanan buka juga tidak terlalu dingin, karena disiapkan langsung dari dapur masjid,” imbuh Nana.

Suasana damai penuh dengan saling sapa dan senyum jamaah tampak di lingkungan Masjid Teduh Kepanjen, sesaat sebelum dan usai salat tarawih berjamaah. Pemandangan ini didapati sejak tarawih pertama Ramadhan, Rabu (22/3/2023) malam.

Masjid Teduh ini terkesan penuh keramahan dan menyejukkan. Nama Teduh yang tak biasa, seperti umumnya nama-nama masjid lainnya yang berbahasa Arab.

Karuan saja, sesuai namanya masjid ini didirikan tidak hanya makmur dengan berbagai kegiatan jamaah, namun juga bisa menghadirkan keteduhan, fisik begitu pula relijius.

“Ya, kami memang namakan dengan Masjid Teduh. Masjid ini secara fisik harus senyaman mungkin, dan penuh keteduhan dalam hal apapun. Terlebih keteduhan rohani, jiwa dan hati orang yang masuk di dalamnya,” kata pembina Takmir Masjid Teduh Kepanjen, Wahyudi Siswanto, Rabu (22/3) malam.

Menurut Wahyudi, pemaknaan keteduhan rohani juga bisa diwujudkan dalam situasi menjaga hati dan hubungan sesama jamaah secara teduh, serta penuh rasa saling asih asuh.

“Semua penuh keteduhan, bahkan untuk ajakan amar ma’ruf nahi munkar juga harus (tersampaikan) dengan teduh. Tidak pakai otot atau ngotot, ya. Khutbah yang disampaikan pun menyejukkan, tidak membuat. Jadi, masuk dan keluar dari masjid ini mendapatkan keteduhan dan obat,” jelas pria yang juga Guru Besar di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang ini.

Masjid Teduh ini sendiri didirikan aktivis PRM Desa Jenggolo dan Sengguruh Kepanjen Kabupaten Malang, dengan lingkungan sekitar lebih banyak lahan persawahan. Awal pembangunannya, masjid ini hanya berdiri di atas lahan seluas 200 meter persegi, namun akhirnya berkembang tidak lebih menjadi 800 meter persegi.

“Alhamdulillah, banyak kami dapatkan kemudahan, dalam waktu setahun lahan yang dibebaskan tambah luas. Ke depan, di sini diharapkan juga tercipta miniatur aktivitas sosial-budaya yang bisa ditiru (inspirasinya),” imbuhnya.

Miniatur yang dimaksudkannya, dengan dilengkapi tempat kegiatan pendidikan, pelayanan kesehatan, serta ekonomi secara Islami.

“Jadi, masjid ini ke depan menjadi tempat yang meneduhkan dan ada miniatur (kehidupan) yang Islami,” ulang Wahyudi Siswanto. (Choirul Amin)

Exit mobile version