Sikap Bijak dalam Memilih

Materi Kuliah Ramadhan

Pemilu Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup

Ilustrasi Utusan Politik

Sikap Bijak dalam Memilih, Materi Kuliah Ramadhan

Oleh: Ahsan Jamet Hamidi

Ucapan syukur kepada ALLAH atas segala nikmat yang diberikan kepada kita semua, sehingga bisa menjalankan puasa dan sholat tarawih dengan sehat dan bahagia.

Puasa Ramadhan di tahun 2023 ini adalah menjelang pelaksanaan PEMILU di Indonesia. Pemilihan Umum adalah sarana kita, sebagai warga negara untuk memilih, menyatakan pendapat melalui suara, berpartisipasi untuk menentukan haluan negara. Melalui proses PEMILU tersebut, maka masa depan Negara ditentukan. Satu suara kita akan sangat berarti.

Meskipun saya membahas persoalan PEMILU, bukan berarti saya akan mengarahkan Ibu dan Bapak sekalian untuk memilih salah satu calon. Hal itu pasti tidak akan saya lakukan. Saya tidak akan “mengajari ikan berenang”. Saya harus menghormati kedalaman ilmu pengetahuan, dan kematangan lahir batin Ibu-Bapak sekalian, sebagai dasar dalam menentukan pilihan.

Mengapa memilih calon pemimpin yang akan mengatur masa depan kehidupan kita sebagai bangsa itu penting? Saya ingat sebuah pesan berbahasa Arab. Ada yang mengatakan ungkapan ini disampaikan oleh yang mulia Khalifah Ali Bin Abi Thalib, ada yang mengatakan bukan. Masing-masing memiliki argument.

Saya bertanya kepada seorang ahli dalam bidang itu, Kiai Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Ali bin Abi Thalib Surabaya untuk mengkonfirmasi bacaan saya. Beliau menyampaikan, betul bahwa pesan di atas disampaikan oleh Sayyidina Ali Bin Thalib.

Terlepas dari perbedaan pendapat, saya setuju dengan substansi pesan tersebut, yaitu:

اَلْحَقُّ بِلاَ نِظَامٍ يَغْلِبُهُ اْلبَاطِلُ بِالنِّظَامِ

“Kebenaran yang tidak diorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisir.”

Atas spirit dari pesan baik tersebut, mari kita teguhkan niat, bahwa keikutsertaan kita dalam proses PEMILU nanti, adalah untuk mencegah tumbuhnya kebatilan di Negeri ini. Syukur-syukur bisa menumbuhkan kemasalahatan dan kebaikan dalam kehidupan kita bersama-sama.

Sikap Bijak Sebagai Pemilih

Pada saat memasuki proses Pemilu nanti, para kontestan akan berlomba untuk mendapatkan simpati kita dengan berbagai cara. Mungkin ada yang akan menggunakan politik uang, atau menciptakan dan menyebarkan berita bohong, untuk menyerang lawan politiknya. Cara-cara seperti itu, pasti akan sangat merugikan kita semua.

Mari kita belajar lebih cermat, bijaksana dan berhati-hati dalam mensikapi semua informasi yang tersebar di media sosial. Tidak semua informasi terkait profil seseorang itu benar adanya. Rekayasa melalui gambar dan video sangatlah mudah dilakukan. Mari kita selalu berusaha melakukan cross check, mencari sumber berita lain, untuk menguji kebenarannya. Jika kita telah bersikap atas dasar informasi bohong hasil dari sebuah rekayasa, atau mudah menyebarkan informasi bohong, maka itu akan menjadi fitnah yang keji.

Kemenangan yang diraih melalui cara-cara itu, dijamin tidak akan mampu mewujudkan kemaslahatan hidup kita bersama menjadi lebih baik. Setelah berhasil memenangkan kontestasi, mereka selama ini bermain uang, pastinya akan berupaya keras dengan segala cara, untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan sebelumnya. Korupsi, akan menjadi salah satu pilihan.

Kita bisa memetik pelajaran penting dari pengalaman yang telah kita lalui dalam Pemilu 2019. Pada satu sisi, tingkat partisipasi warga dalam memilih cukup tinggi. Mereka begitu antusias. Pada sisi lain, sikap fanatik dan mencintai calon pilihannya secara berlebihan. Sikap tersebut telah menutup mata mereka pada kelemahan yang tetap dimiliki oleh manusia. Dinamika dalam hajatan Pemilu 2019, juga telah menimbulkan keterbelahan di masyarakat. Ada perdebatan panjang, perseturuan sengit yang terjadi setiap hari di media sosial. Bahkan, ia telah menyebakan putusnya tali silaturahmi antar saudara. Apa yang sebenarnya dibela?

Atas pengelaman tersebut, sebagai pemilih, mari kita belajar untuk bisa bersikap lebih bijaksana, berlaku adil sejak dalam pikiran. Ada pesan berbahasa Arab yang diriwayatkan oleh Baehaqi dalam Hadistnya nomer 7056 –

(، وَخَيْرُ الأُمُورِ أَوْسَطُهَا) .

“sebaik-baik perkara itu berada di tengah-tengah”

Menurut Kiai Mubarak Bamualim, meski hadist tersebut diriwayatkan oleh Baehaqi, namun levelnya lemah. Namun demikian, saya setuju dengan pesan yang disampaikan. Bahwa sikap berlebihan dalam mencintai manusia atau benda apapun, akan berpotensi merugikan. Ia akan menuntun seseorang pada sikap tidak adil, menutup diri pada perbedaan dan masukan orang lain, yang mungkin berbeda dengan dirinya.

Ibu dan Bapak sekalian yang saya hormati

Mengapa saya mengajak kita semua agar tidak terlalu bersikap berlebihan terhadap orang yang kita sangat cintai sekalipun. Karena saya keyakini, bahwa tingkat pengetahuan manusia terhadap fenomena dunia ini sangat terbatas. Apa yang bisa kita lihat dan saksikan dengan nyata, hanyalah tampilan permukaan. Ia belum tentu mencerminkan kebenaran yang sesungguhnya.

Allah berfriman dalam Surat Al Baqarah Ayat 216

كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.

Saya menukil ayat tersebut untuk menyampaikan sebuah pesan, bahwa kita harus selalu bersikap rendah hati, selalu berhati-hati dengan memohon petunjuk dari ALLAH, karena sesungguhnnya pengetahuan kita terbatas. Setinggi dan sepintar apapun seorang manusia, ia tetap tidak akan mampu memahami semua hal yang ada di hadapannya secara benar dan utuh. Bisa jadi sesuatu yang sangat kita benci, itu adalah kebaikan buat kita. Juga sebaliknya.

Sebagai penutup, izinkan saya menyampaikan pesan. Setelah kita menentukan pilihan kepada seseorang, pastikan bahwa kita tidak menaruh harapan terlalu besar kepada orang lain. Setinggi apapun pangkatnya, sebesar apapun kuasanya.

Sayidina Ali Bin Thalib juga pernah memberikan pesan yang sangat bagus sebagai berikut:

“Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia”.

Mari kita terus berusaha untuk hanya meletakkan harapan tertinggi kita hanya kepada ALLAH semata. Semoga ALLAH selalu menuntun kita pada kebajikan dan kebijaksaan dalam bersikap. Amin.

Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Pimpinan Ranting Legoso, Ciputat Timur

Exit mobile version