Pendekatan Bayani, Burhani, dan Irfani Memperkokoh Risalah Islam Berkemajuan

Bayani, Burhani, dan Irfani

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam memahami ajaran agama, digunakan tiga pendekatan yaitu bayani (menggunakan teks), burhani (menggunakan akal), dan irfani (menggunakan hati). Tiga pendekatan ini turut menjadi manhaj (cara) yang diperlukan untuk memahami dan memaknai ajaran agama termasuk memperkokoh Risalah Islam Berkemajuan.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Syamsul Anwar, MA dalam Pengajian Ramadhan 1444 H PP Muhammadiyah menyebut sistem pengetahuan yang menjadikan nas (teks) sebagai sumber pokok pengetahuan dalam peradaban Islam disebut sistem pengetahuan bayani. “Dalam sistem pengetahuan ini dikembangkan sejumlah cabang ilmu yang seperti kalam, fikih, usul fikih, Quranologi, ilmu hadis, ilmu bahasa (nahwu, sarfu, balaghah), adab dan dan Tarikh,” ungkapnya saat menjadi narasumber sesi “Islam Berkemajuan: Pendekatan Bayani, Burhani, dan Irfani” di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (25/3/2023).

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah terlama itu mengingatkan kembali tentang definisi agama Islam menurut Himpunan Putusan Tarjih. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, adalah apa yang diturunkan Allah di dalam Al-Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang sahih (maksudnya maqbulah), berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat.

Oleh karena itu seperti tertuang dalam naskah Risalah Islam Berkemajuan hasil Muktamar ke-48, pendekatan bayani digunakan untuk memahami agama yang didasarkan atas petunjuk teks atau bahasa dari Al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan pendekatan paling dasar dalam memahami agama.

Sementara itu, pendekatan burhani menggunakan rasio, argument, penelitian ilmiah, ilmu pengetahuan, dan pengalaman empiris untuk memahami ajaran agama dan menghubungkannya dengan persoalan baru yang belum dijelaskan dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Kemudian, pendekatan irfani menekankan kedalaman spiritual, kepekaan nurani, serta ketajaman intuisi dan cita kearifan.

Prof Syamsul Anwar memaparkan terkait pandangan dunia sebagaimana dalam Tafsir At-Tanwir dalam Ayat QS Al-Baqarah : 29 yang mengandung suatu pandangan teologis penting, yaitu sikap yang afirmatif terhadap kehidupan dunia. Dunia ini diciptakan dan dianugerahkan oleh Tuhan untuk manusia guna dikelola dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Dunia bukan suatu yang terkutuk dan terbuang dari rahmat Tuhan. Ia adalah suatu yang baik karena merupakan anugerah Ilahi.

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga tersebut melanjutkan bahwa Islam tidak mengajarkan faham meninggalkan kehidupan dunia. Justru sebaliknya sangat menekankan beramal salih dan berkarya kreatif dalam kehidupan dunia karena hasil karya dalam kehidupan dunia itu kelak akan menjadi ukuran keberhasilannya di akhirat.

Oleh karena itu etika Islam tidak mengajarkan pelarian dari dunia atas anggapan bahwa dunia adalah kotor. Etika Islam adalah “etika terlibat”, etika amal salih, dengan satu tugas kosmik yang pokok memakmurkan alam di bawah petunjuk Ilahi.

Menurut Prof Syamsul Anwar apa yang diingatkan agama Islam adalah agar jangan kehidupan dunia itu melalaikannya dari mengingat Allah. Adalah suatu kewajiban umat Islam untuk membangun kehidupan dunianya yang bermartabat dan berkemajuan. Namun hal itu tidak mungkin dicapai kecuali dengan menguasai dan mengembangkan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang relevan dan perlu untuk itu.

Al-Quran dan as-Sunnah sangat mendorong untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang berguna dan orang berilmu itu dan beriman ditinggikan kedudukannya (QS. Al-Mujadalah [58]: 11) dan dinyatakan pula bahwa hanya orang berilmu saja yang takut kepada Allah (QS. Fatir [35]: 28).  “Ini semua dan banyak ayat lain merupakan dorongan agar umat Islam menguasai dan mengembangkan berbagai cabang ilmu yang perlu dalam membangun kehidupan dunia yang bermartabat dan berkemajuan,” ungkap Prof Syamsul Anwar.

Selain itu, Prof Syamsul Anwar mencontohkan penggunaan tiga pendekatan itu seperti disebut organisasi penting untuk mencapai kemajuan. Untuk itu diperlukan fikih tatas Kelola. Dalam Putusan Tarjih prinsip tata Kelola itu meliputi prinsip-prinsip umum tata kelola yang menyangkut Sumber Daya Insani adalah amanah, tanggung jawab, uswatun hasanah dan visioner. Sedangkan prinsip-prinsip umum tata kelola yang menyangkut sistem adalah akuntabilitas, transparansi, pengawasan, syura, menghindari yang tidak perlu, keadilan (reward and punishment), persamaan dan rekrutmen yang sehat. (Riz)

Exit mobile version