YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah — Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr H Muhadjir Effendy, MAP didapuk menjadi pembicara dalam rangka kegiatan Pengajian Ramadhan 1444 H. Kegiatan tersebut dilaksanakan Ahad (26/3/2023) bertempat di Gedung Ar Fachrudin Unit B Lantai 5 Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Dalam tausiyahnya, Muhadjir mengupas mengenai Islam Berkemajuan. Mengutip pandangan Ar Fachrudin sebagaimana juga dikutip oleh Prof Malik Fadjar, mengatakan bahwa Islam Berkemajuan merupakan Islam yang gagah, nyah-nyoh, dan tidak dremis. Ketiga hal ini memiliki kandungan sangat kaya pengajaran bagi kehidupan sehari-hari.
“Ini kalau untuk orang yang paham dengan budaya Jawa, 3 kata itu mempunyai makna dan rasa bahasa yang sangat kompleks. Jadi tidak bisa diartikan secara tunggal,” jelasnya.
Sebagian dari kompleksitas itu, terdeskrepsikan dalam bagian Risalah Islam Berkemajuan. Mengutip pandangan Dr Agung Danarto, MAg, Islam berkemajuan diartikan sebagai transformasi gerakan Al-Maun untuk menghadirkan dakwah dan tajdid dalam pergulatan kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan. Selain itu, juga Agama Islam menjadi salah satu agama yang bercorak maju dan mencerahkan sebagai manifestasi dari pandangan keagamaan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Sunah. Tentu tetap dengan mengembangkan ijtihad di tengah kehidupan modern abad 21 yang kompleks.
Muhadjir yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia ini, mengungkapkan untuk merumuskan Islam berkemajuan itu sangat sukar. Karena setiap orang punya pendapatnya masing-masing. Sekalipun Islam berkemajuan telah menjadi tagline Muhammadiyah.
“Menurut hemat saya, Islam berkemajuan sebagai aktualisasi Islam yang menyemai benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia. Islam berkemajuan harus menjadi orientasi strategi dan redefinisi, reorientasi, serta reaktualisasi terhadap apa yang digagas oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan,” tuturnya.
Gagasan pendiri Persyarikatan Muhammadiyah mengatakan tiga variabel utama dari Islam berkemajuan-redefinisi, reorientasi, serta reaktualisasi-menjadi akar tunjang di dalam mengaktualisasikan Islam berkemajuan di dalam kehidupan berbangsa. Redefinisi sebagai alam pikiran, reorientasi sebagai sikap, dan reaktualisasi menjadi tindakan.
“Manusia dalam kehidupan selalu terikat dengan ketiga hal tersebut. Sehingga secara prinsipnya ini harus saling terintegrasi,” tuturnya.
Pada saat yang bersamaan, Muhadjir mengatakan untuk mengaktualisasikan Islam berkemajuan, maka harus menggunakan triple-x yaitu merangkaikan pengalaman (experience) di masa lalu sebagai dasar untuk melakukan uji coba (experiment) di masa kini untuk meraih secercah harapan di masa depan. Selain itu, ekspektasi yang di ikhtiarkan oleh Muhammadiyah ialah mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagai perwujudan aktualisasi ajaran Islam dalam struktur kehidupan kolektif manusia yang memiliki corak masyarakat berkeunggulan (ummatan wasatha).
“Unggul baik dalam wujud sistem nilai sosial-budaya, sistem sosial, dan lingkungan fisik yang dibangunnya. Hidup adaptif dalam perubahan, berkelanjutan, dan keseimbangan (equilibrium, sustanable, and change) dalam hidup,” jelasnya mengutip Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad kedua alenia 4. (Cris)