Puasa sebagai Pendidikan Menahan Ghibah

Ghibah

Sumber Foto Unsplash

Puasa sebagai Pendidikan Menahan Ghibah

Oleh: Tito Yuwono

 Puasa, pendidikan pengendalian diri

Ghibah kita hindari dan jauhi

Karena bagaikan memakan bangkai saudara sendiri

Kehormatan orang lain sangat berarti

Alhamdulillah kita telah mendapatkan separoh lebih dalam menjalankan puasa ramadhan pada tahun ini. Semoga puasa kita berdampak pada diri kita menjadi lebih baik. Menahan lapar dan dahaga serta tidak berhubungan badan suami istri saat puasa adalah hal yang ringan. Zaman sekarang, anak-anak kecil setingkat SD kelas bawah sudah melakukan puasa, tentu bagi orang dewasa lebih ringan lagi. Walaupun masih dijumpai orang dewasa yang beragama Islam tidak berpuasa tanpa udzur.

Hal yang lebih berat daripada sekedar menahan lapar dan dahaga adalah mengendalikan lesan untuk berkata yang baik-baik saja. Menahan lesan dari mengumpat, membicarakan kejelekan orang lain/ghibah dan juga melakukan namimah atau adu domba.

Ghibah merupakan aktivtias menggunjing orang lain sementara orang lain yang digunjing tersebut tidak ada atau tidak hadir dalam forum pembicaraan tersebut. Bentuk ghibah bukan sekedar membicarakan kejelekan saja, tapi apa saja yang membuat tidak suka bagi yang dighibahi. Sebagaimana hadis Rasulullah ﷺ  yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah bertanya: “Tahukah kamu, apakah ghibah itu?” Para sahabat menjawab; ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.’ Seseorang bertanya; ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan? ‘  Beliau berkata: ‘Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya” (HR Imam Muslim)

Kita mesti hati-hati dengan ghibah ini. Agama kita yang mulia sangat perhatian dengan ghibah ini. Agar kehormatan orang lain terjaga serta hubungan antar manusia atau antar kelompok masyarakat dalam keadaam damai.

Dalam Quran Surat Al-Hujurat ayat 12, Allah Ta’ala melarang ghibah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Allah Ta’ala mengumpamakan bagi pelaku ghibah bagaikan memakan daging saudaranya sendiri yang telah mati, yang tentu sangat menjijikkan.

Islam sangat menjaga kehormatan orang lain. Bagi yang suka mengganggu kehormatan orang lain maka akan menjadi tanggungan di akhirat kelak ketika tidak meminta kekhalalan dari yang dighibai selama di dunia. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori:

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

Artinya:” Siapa yang pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan (seperti ghibah. pent) atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukiran kezaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudia dibebankan kepadanya.”

Maka puasa ini menjadi momentum untuk membiasakan diri berkata baik, berkata yang tidak mengandung unsur ghibah. Ghibah termasuk dalam perkataan yang keji dan kotor.  Dan puasa adalah perisai dari perkataan keji dan kotor. Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

إِنَّ الصِّيَامَ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ

Puasa itu adalah perisai. Maka jika seorang dari kalian tengah berpuasa, janganlah ia berkata-kata kotor dan berlaku tidak terpuji. Dan jika ada seorang yang mencela atau mengajaknya bertengkar, maka hendaklah ia berkata kepada orang itu, ‘Sesungguhnya saya tengah berpuasa. (HR Imam Ahmad).

Sebelum mengatakan sesuatu hendaknya dibiasakan diperitmbangakn dan dipikirkan apakah termasuk ghibah atau tidak. Jika sesuatu yang disampaikan adalah bentuk ghibah maka ditahan dan tidak jadi disampaikan. Karena memang bentuk dan motivasi ghibah berbagai macam, begitulah syaitan mengemas sesuatu yang nampaknya bukan ghibah namun sejatinya ghibah. Bisa motivasi untuk menyegarkan suasana dengan menggunjing orang lain. Walaupun suasana nampak gayeng dan segar, tapi ingat ada kehormatan saudara yang dikorbankan.

Ataupun dengan motivasi untuk mengangkat dirinya namun dengan merendahkan orang lain, sebagai contoh “dia tadi tidak bisa jawab, kemudian saya bantu”. Juga bisa berbentuk candaan, sehingga membuat orang lain tertawa dengan disebutkannya keburukan orang lain, sebagai contoh “eh itu lho dia itu kalau jalan lucu sekali.” Dapat juga dalam bentuk pura-pura sebagai rasa keheranan kemudian memunculkan ghibah, sebagai contoh “Dia itu kok dijelaskan Bapak Ibu guru nggak paham-paham yaa, padahal Bapak Guru kita jelas sekali dalam menjelaskannya, memang lemot orangnya.”

Maka hendaknya kita mewaspadai berbagai bentuk macam ghibah ini. Selama 1 bulan penuh kita kendalikan hati dan lesan kita untuk tidak melakukan ghibah dalam bentuk apapun, insyaa Allah, semoga setelah Ramadhan lesan kita akan bersih dari ghibah.

Demikian tulisan ringan berkaitan dengan puasa sebagai pendidikan untuk pengendalian diri penggunaan lesan terutama masalah ghibah. Semoga Allah Ta’ala bersihkan hati dan lesan kita serta menjadikan kita sebagai orang bertaqwa.

Wallahu a’lamu bishshowab. Nashrun minallahi wa fathun qarib.

Tito Yuwono, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman, Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta

Exit mobile version