SURABAYA, Suara Muhammadiyah – Materi Pandangan Muhammadiyah terhadap Kehidupan secara Pribadi (aqidah, akhlak, ibadah, dan muamalah duniawiyah) dibahas Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti Med dalam Baitul Arqam Guru dan Tenaga Kependidikan PCM Ngagel Kota Surabaya, Sabtu (8/4/2023).
Kegiatan diikuti 470 peserta di Hall Smamda Tower SMA Muhammadiyah 2 Surabaya ini bertajuk Peneguhan Ideologi dan Peningkatan Profesionalisme. Materi tersebut menjadi materi pertama yang dibawakan oleh Prof Mu’ti.
Disampaikan bahwa iman, islam, dan ihsan merupakan satu kesatuan yang saling berkesinambungan. Ketiganya direpresentasikan dengan aqidah, ibadah, dan muamalah.
“Pertama aqidah. Ia menyebutkan bahwa kata aqidah diambil dari kata ‘aqada yang berarti akad atau ikatan. Maka orang yang kokoh aqidah pasti ada keterikatan antara manusia dengan Allah dan juga dengan sesama manusia,” terangnya.
Saat ditanya tentang mengapa masih ada yang lisannya menyakiti dan perbuatannya meresahkan padahal ia khusyuk ibadahnya, Prof Mu’ti pun mengaitkan dengan kesinambungan 3 hal di atas. Yakni, aqidah, ibadah, dan muamalah.
“Artinya orang yang demikian hanya memandang ibadah dari sisi syariatnya. Tapi meninggalkan nilai ihsannya,” tandas tokoh pemikir Muhammadiyah moderat ini.
Ia pun memberi contoh lainnya. Sama seperti orang yang sedang haji/ umroh membayar joki dan sodok kanan sodok kiri demi mengejar fadhilah mencium hajar aswad. Atau orang yang shalat berjamaah di kereta dengan berdiri. “Jangan menganggap shalat sambil berdiri lebih afdhal dibanding shalat sambil duduk. Padahal Allah jelas memberi rukhshoh,” jelasnya.
Dicontohkan sempat viral pula sekelompok santri berjejer di pinggiran jalan Malioboro mengaji bersama dengan tujuan syi’ar. “Padahal perintah membaca Quran itu dengan khusyu’ dan mengharap ridha Allah. Sehingga pemahaman kita terhadap agama harus senantiasa kita refresh,” sarannya.
Seorang peserta Baitul Arqam juga mengeluhkan perihal Nyepi yang dihargai masyarakat Bali. Sedangkan umat Islam berpuasa tidak dihargai dengan tetap bukanya warung makan. Prof. Mu’ti pun berpesan untuk tidak iri dengan orang Bali. Karena ajaran Islam adalah saling menghargai. Agama ada dalam ranah pribadi.
Prof. Mu’ti di akhir materinya menyampaikan agar GTK, AMM, dan PRM cabang Ngagel agar tidak mencari ibadah yang berat jika yang ringan diperbolehkan. Namun juga jangan mencari-cari yang ringan jika tidak ada keringanan. Karena agama yang paling baik di sisi Allah adalah alhanafiyatus samhah. Yaitu yang lurus dan tidak mengurangi dan melebih-lebihkan. “Maka, mari beragama dengan gembira dan menyenangkan,” tandasnya. (Erfin/Mul)