Bentuk Rasa Syukur yang Sebenarnya

Bentuk Rasa Syukur yang Sebenarnya

Muhammad Sayuti Foto IC UAD/SM

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Aisyah pernah komplain kepada Rasulullah saw. “Wahai Nabi, engkau itu Maksum (dipelihara oleh Allah dari segala dosa). Dihindarkan oleh Allah dari perbuatan dosa tapi mengapa engkau shalat lail sampai kaki-kakimu bengkak?”

Kemudian Rasulullah saw menjawab terhadap protes istri yang dicintainya itu. “Wahai Aisyah apakah aku tidak boleh bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah kepadaku, sehingga aku menjadikan ibadahku yang kau sebut serius itu sebagai bentuk syukur kepada Allah swt.”

Dalam prolog ceramah tarawih Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Sayuti, Senin (10/04) menukil firman Allah swt:

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. An-Nahl: 18)

Muhammad Sayuti mengajak para jamaah untuk bersyukur dengan sebenar-benarnya, merenunginya, mengakuinya dan yang terpenting adalah mengamalkannya. Bahkan disebutkan bahwa Rasulullah ketika sholat kakinya sampai bengkak untuk mewujudkan bentuk rasa syukur dan ikhtiarnya yang sangat kuat. Adapun cara untuk membangkitkan rasa syukur seorang hamba yaitu, melihat kepada saudara-saudaranya  yang sudah terlebih dahulu meninggalkan .

Suatu amalan itu yang dilihat adalah akhirnya dan pasti akan diuji sampai akhir. Oleh karena itu apakah diakhir bulan ramadhan ini kita masih bersemangat atau tidak dalam beribadah? Hal ini adalah merupakan tantangan bagi kita apakah diri kita semakin dekat dengan Allah atau semakin dekat dengan pusat perbelanjaan? Oleh karena itu kita perlu menyadari bahwa kesempatan yang telah diberikan oleh Allah ini begitu berharga. Dalam Al-Qur’an banyak disebutkan bagaimana bentuk kekecewaan dan menyesalnya orang-orang yang sudah wafat. Tegasnya.

Ada sebuah cerita dari sahabat Rasulullah ketika ajalnya tiba dia menyesali tiga hal, yaitu rumahnya tidak lebih jauh jaraknya dari masjid tempat dia beribadah. Kemudian, mengapa dia tidak memberikan sesuatu yang lebih baik dan shadaqahnya lebih banyak.

“Kematian itu tidak melihat umur. Orang tua, muda, bahkan anak-anak pasti mendapatkannya. Oleh karena itu mari kita mengencangkan ikat pinggang kita untuk beribadah di akhir-akhir ramadhan ini dan untuk bersedekah sebanyak mungkin,” tutupnya. (Sakila)

Exit mobile version