Ibadah Maksimal di 10 Malam Terakhir Ramadhan
Oleh: M. Rifqi Rosyidi, Lc., M.Ag.
Ramadhan mengajarkan banyak hal bagi kebaikan hidup kita terutama terkait dengan cara mengerjakan sesuatu dengan baik untuk mendapat nilai sempurna karena ramadhan memang sengaja didesign mempermudah pelaksanaan ibadah dengan baik.
Ada dua kata kunci penting kenapa Ramadhan menjadi bulan yang memberi kemudahan dalam beramal ibadah dengan maksimal, di samping itu Allah juga mengapresiasi dengan pahala yang berlipat, pertama persiapan dan kedua pengkondisian.
Kalau ditelaah dengan seksama, dalam rangka menyambut kebaikan 10 malam terakhir dengan ibadah yang maksimal sebenarnya sudah dipersiapkan jauh hari sebelum bulan ramadhan.
Kita tentunya sering beradu argumen tentang ibadah di bulan Rajab dan Sya’ban, khususnya puasa di bulan Rajab dan sya’ban serta amalan-amalan yang disebut dengan istilah raghāib di dua bulan tersebut.
Rasulullah memang memperbanyak puasa di bulan Rajab bukan atas nama puasa Rajab tetapi karena bulan Rajab merupakan salah satu bulan haram di mana semua amal baik dilipatgandakan pahalanya dengan demikian bukan hanya puasa saja yang dilakukan tetapi semua bentuk ibadah, baik sedekah, shalat sunnah dan lainnya juga maksimal.
Begitu pula kemaksiatan pada bulan-bulan itu juga diancam dengan imbalan siksa yang berlipat juga. Bahkan di bulan sya’ban rasulullah melakukannya lebih maksimal secara kualitas dan kuantitas.
Ketika rangkaian ibadah nabi ini dipahami secara utuh maka dapat disimpulkan bahwa untuk menyambut ramadhan ternyata rasulullah sudah menyiapkan diri dengan pembiasaan ibadah selama dua bulan sebelumnya dengan harapan ketika bulan Ramadhan tiba tidak “kaget” lagi untuk tancap gas beribadah maraton dengan maksimal.
Sehingga ketika masuk 10 malam terakhir secara tidak langsung sudah menyiapkan diri selama 2 bulan dan 20 hari pertama bulan ramadhan. Dengan persiapan yang matang, terstruktur dan terukur tersebut dipastikan pelaksanakan ibadah di hari-hari terakhir ramadhan ini bukan lagi menjadi beban berat karena sudah terbiasa sebelumnya.
Keteladanan nabi dalam menyiapkan diri seperti ini sebenarnya mengacu kepada satu prinsip syariat yaitu tadarruj artinya bahwa Allah ketika menurunkan syariat-Nya dilakukan secara bertahap untuk penyiapan mental dan spiritual hamba-Nya dalam melaksanakan ibadah dengan penerimaan hati yang lapang dan ikhlash.
Untuk mencapai hasil yang baik dan memiliki pengaruh yang berkelanjutan maka persiapan dan penyiapan diri menjadi hal yang niscaya. Semangat al-Quran yang bisa kita jadikan landasan teologis adalah Q.S. al-Anfāl [8] ayat 60: “wa a’iddū lahum mā istatha’tum min quwwatin wa min ribāth al-khayli”. (dan siapkan apa saja dari kekuatan yang kamu miliki dan dari kuda-kuda yang kamu persiapkan untuk menghadapi mereka).
Ibadah yang tidak dipersiapkan itu ibarat siswa yang hanya belajar malam ujian dengan istilah sistem kebut semalam, maka pengaruh ilmunya akan hilang bersama selesainya ujian.
Selain persiapan yang bisa diteladani dari ibadahnya nabi, ternyata yang tidak kalah pentingnya adalah mengkondisikan lingkungan dan suasa selama Ramadhan.
Allah sendiri yang telah mengkondisikan ramadhan sebagai bulan yang penuh dengan energi positif untuk kemudahan pelaksanaan ibadah, kondisinya sangat mungkin bagi seseorang untuk berbuat baik dengan mudah, karena Allah telah menjamin bulan ramadhan bebas dari godaan syetan sesuai dengan sabda nabi dan juga bebas dari segala bentuk energi negatif karena pintu-pintu neraka juga ditutup, sebaliknya energi positif ditumbuhkembangkan melalui pintu-pintu surga yang terbuka lebar.
Allah dengan kasih sayangNya telah mengkondisikannya bagi manusia agar bisa beribadah dengan mudah dan ringan, dan tugas manusia selanjutnya adalah mengkondisikan dirinya untuk bisa selaras dengan kebaikan yang ada dengan mengendalikan gejolak hawa nafsunya sendiri dan mengarahkan kepada hal-hal yang positif.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh para sahabat bahwa nabi adalah orang yang paling dermawan, yang diungkap dalam bahasa profetik dengan istilah ajwad al-nās. Ajwad dalam bahasa arab artinya memberi sebelum diminta dan tidak mengharap balasan budi dari yang diberi, dan kebaikan nabi ini semakin meningkat secara kuakitas dan kwantitas di bulan ramadhan.
Sebagaimana yang dituturkan oleh para sahabat, bahwa kedermawanan nabi yang melampaui tersebut disebabkan oleh dua faktor utama: pertama secara berkala bertemu dengan malaikat Jibril, dan yang kedua adalah faktor bacaan karena ketika bertemu Jibril yang dilakukan berdua adalah murāja’ah dan mudārasah al-Quran.
Bukan hanya waktu dan tempat yang mempengaruhi ghīrah seseorang dalam berbuat baik tetapi Iingkungan juga sangat mempengaruhi kepribadian seseorang.
Ketika berada di lingkungan yang baik maka hal itu menjadi motivasi sendiri bagi seseorang itu untuk menjadi pribadi yang baik.
Berkaitan dengan ini maka ketika Ramadhan tiba nabi membuat lingkungannya sendiri. Kalau pakai bahasa manusia diungkapkan dengan istilah mujālasah al-shālihīn, artinya berkumpul bersama orang baik. Jibril merupakan malaikat terbaik yang selalu membersamai nabi sejak kecil dan kebaikannya juga banyak mempengaruhi kepribadian nabi.
Maka ketika kita berada di dalan sebuah komunitas maka bertemanlah dengan orang-orang yang baik yang bisa menjaga kualitas keshalehan dan kepribadian kita.
Ketika ikhtiar membentuk keshalehan lingkungan sudah maksimal dengan menetukan teman yang sholeh, selanjutnya nabi menentukan kegiatan yang tepat sebagai program yang mendukung kebaikan waktu dan lingkungan.
Program itu bernama mudārasah al-Qurān. Dan ini menjadi isyarat bahwa kegiatan terbaik yang dilakukan di bulan Ramadhan setelah ibadah-ibadah wajib adalah membaca dan mengkaji al-Quran.
Secara umum bacaan dan tontotan mampu mengubah mind set bahkan merubah orientasi ideologi seseorang. Ketika yang dibaca adalah al-Quran maka mind setnya akan terarah, ideologinya pasti semakin jelas dan keshalehannya akan melampaui ruangvdan waktu. Karena siapa saja dan apa saja yang bersinggungan dengan al-Quran pasti akan menjadi lebih baik.
Malaikat Jibril mendapat amanat menyampaikan al-Quran kepada Muhammad, maka Jibril menjadi malaikat terbaik (sayyid al-malāikah), dan Muhammad yang menerima wahyu menjadi manusia terbaik (sayyid al-basyar) dan nabi dan rasul yang mulia (asyraf al-anbiyā wa al-mursalīn),
Ramadhan menjadi bulan terbaik yang diberkahi karena al-Quran diturunkan di bulan ini, begitu juga lailatul qadr menjadi satu malam yang nilainya lebih baik dari 1000 bulan.
Bayangkan saja kalau kita selalu berinteraksi dengan al-Quran belajar dan mengajarkannya maka kita akan menjadi orang yang terbaik.
Salah satu bentuk keseriusan nabi dalam beribadah di 10 malam terakhir diwujudkan dalam bentuk i’tikāf dan mengurangi berhubungan dengan hal yang bersifat duniawi agar bisa maksimal dalam bermunajat kepada Allah baik dalam bentuk shalat, baca Quran dan menghidupkan malam-malamnya dengan banyak bermunajat kepada Allah.
Meskipun demikian ibadah-ibadah tambahan yang kita lakukan di hari-hari terakhir ini jangan sampai menjadikan lupa terhadap kewajiban yang lebih utama, memberi nafkah keluarga, berbagi kebaikan dan keceriaan dengan sesama dalan memenuhi kebutuhannya.
Karena nabi Muhammad pun menyatakan bahwa untuk membantu saudara kita dalam menyelesaikan urusannya jauh lebih baik dari pada i’tikaf di masjid Medinah ini.
Keshalehan individu yang diwujudkan dengan banyak ibadah di 10 hari terakhir ramadhan akan tidak bernilai ketika tidak mampu menjadikan dirinya shaleh secara sosial, tidak mempunyai empati dan kepedulian terhadap sesama.